Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Sumatera Utara, pemerintah daerah diminta segera menunjukan dukungan nyata dalam memaksimalisasi pengoperasionalan dua unit Polymerase Chain Reaction (PCR) yang sudah beroperasi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (USU).
"Salah satu faktor kunci keberhasilan Sumut mempercepat penanganan virus corona adalah adanya keseriusan dukungan semua pihak, terutama pemerintah daerah dalam memaksimalkan pengoperasian alat deteksi virus corona PCR," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, Rabu (22/4).
Penegasan tersebut disampaikan Abyadi setelah dua hari yang lalu tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut melihat langsung keberadaan dua alat deteksi virus corona di RS USU.
Tim Ombudsman yang yang berkunjung ke RS USU dipimpin Kepala Unit III, Ferry Indra Sakty Sinaga dan Kepala Keasistenan Pencegahan, Edward Silaban serta Achir Nauli Gading Harahap. Mereka diterima Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 RS USU, dr. Dewi Indah Siregar.
Dalam kunjungan tersebut, selain mendapat penjelasan tentang pentingnya alat PCR dalam percepatan penanganan Covid-19, Ombudsman juga menerima banyak informasi terkait kendala operasionalisasi alat PCR.
Beberapa kendala tersebut berpotensi menjadi hambatan kurang maksimalnya operasionalisasi alat tersebut. Padahal keberadaan PCR sangat penting dalam percepatan penangana Covid-19.
Salah satu kendala yang ada masih terbatasnya reagent PCR. Reagent merupakan cairan reaksi kimia pendeteksi virus corona yang digunakan dalam pengujian swab test.
Untuk melakukan test swab dengan alat PCR, dibutuhkan dua jenis reagen, yaitu reagent Pra-PCR dan reagent PCR. Reagent merupakan produk impor dari Jerman, Jepang, Inggris, China dan Korea Selatan.
Sampai Senin (20/4), ketersediaan reagent Pra-PCR di RS USU hanya sekitar 600 kit. Sementara reagen untuk PCR sekitar 1.000 unit. Reagent yang didatangkan dari Jerman tersebut telah digunakan sejak hari Jumat, 17 April 2020. Jika salah satu dari dua jenis reagent tidak tersedia, maka uji swab tidak dapat dilaksanakan.
RS USU sendiri telah memesan reagen melalui suplier menggunakan alokasi anggaran RS USU. Namun suplier masih kesulitan memenuhinya mengingat sulit mendapatkannya di pasar internasional. Karena saat ini, reagent menjadi komoditas rebutan dunia.
Mengingat kondisi itulah Abyadi Siregar mengharap pemerintah daerah, terutama Pemprov Sumut dan pemkab/pemko se-Sumut untuk serius membantu RS USU dalam pengadaan reagen PCR tersebut.
"Bila kita ingin segera dapat menangani Covid-19, pemerintah daerah harus segera bertindak cepat dan nyata. Sebab, pemeriksaan laboratorium ini memang menjadi kunci utama dalam penanganan virus Covid-19," terang Abyadi.
Dalam bincang Ombudsman RI dengan Kepala Lembaga Eijkman, Prof Amin Soebandrio pada 8 April lalu, terungkap bahwa kelambanan uji laboratorium menjadi salah satu lambannya penanganan Covid-19.
Selama ini menurutnya pengujian spesimen virus Covid-19 di Indonesia hanya dilakukan di Eijkman, sebuah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.
"Jadi awalnya spesimen virus Covid-19 dari seluruh rumah sakit di Indonesia dikirim ke Eijkman melalui Balitbangkes. Inilah yang membuat lambannya proses uji laboratorium Covid-19. Tapi sekarang Kemenkes sudah membantu alat PCR yang dioperasionalkan di sejumlah rumah sakit di Indonesia, termasuk dua unit di RS USU. Sehingga diharapkan, alat PCR di RS USU ini dapat mempercepat penanganan covid-19 di Sumut. Karena itu, pemerintah daerah harus memberi dukungan penuh untuk memaksimalkan operasionalisasi PCR di RS USU dengan membantu dalam pengadaan reagen PCR," jelas Abyadi.
Selain kebutuhan reagent, RS USU juga membutuhkan bantuan baju hazmat. Ini untuk kebutuhan lima orang petugas analis laboratorium yang mengoperasionalkan mesin PCR.
Baju hazmat merupakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang hanya digunakan sekali pakai. Sampai Senin (20/4), ketersediaan baju hazmat di RS USU hanya tinggal tujuh unit. Jumlah itu hanya mencukupi kebutuhan untuk dua sampai tiga hari.
Sejalan dengan itu, Ombudsman juga mengharap agar pemerintah daerah segera berusaha mendapatkan APD tersebut. Sehingga mesin PCR tersebut bisa dioperasionalkan oleh lima petugas laboratorium.
"Tanpa baju hazmat itu, bagaimana petugas laboratorium melaksanakan tugasnya?" kata Abyadi.
Abyadi Siregar juga mengapreisasi kunjungan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, ke RS USU guna melihat langsung mesin PCR tersebut. Ketika itu gubernur menjanjikan beberapa hal dalam rangka kelancaran operasionalisasi mesin PCR.
"Kita berharap, Pak Gubernur segera memberi perhatian serius," tukasnya.
(JW/EAL)