Terjepit di antara Rusia dan China, Mongolia yang terkurung daratan pada 12 Maret menjadi salah satu negara pertama yang menutup perbatasannya dalam menghadapi meningkatnya epidemi global.

Universitas, sekolah, dan taman kanak-kanak ditutup hingga September, konferensi dan protes publik dilarang, anak-anak di bawah 12 tahun tidak diizinkan di mal atau restoran, dan masker wajah wajib.

"Negara akan mematuhi aturan karantina sampai vaksin tersedia," kata Perdana Menteri Khurelsukh Ukhnaa dilansir dari Channel News Asia, Selasa (26/5).

Namun dia tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang tindakan apa yang akan tetap dilakukan, tetapi mengatakan dia tidak tahu kapan perbatasan akan dibuka kembali.

Meskipun diumumkan, dia mengatakan pemilihan parlemen akan diadakan sesuai jadwal pada 24 Juni.

Para ilmuwan di seluruh dunia bergegas untuk menemukan vaksin untuk virus yang telah membunuh lebih dari 340.000 orang dan menginfeksi lebih dari lima juta di 196 negara dan wilayah.

Mongolia telah mencatat 140 kasus terendah, dengan sebagian besar diimpor dari Rusia. Mereka yang kembali ditempatkan di bawah karantina yang ketat selama tiga minggu.

Negara itu telah mengirim pesawat untuk memulangkan orang Mongolia ke luar negeri, tetapi ribuan orang tetap terlantar di negara lain.

Hanya kelompok rentan, termasuk wanita hamil, manula, anak-anak dengan orang tua mereka, dan orang-orang dengan masalah kesehatan serius, yang diizinkan untuk kembali, dengan pihak berwenang mengatakan Mongolia tidak memiliki kapasitas untuk menangani semua orang.

(CSP)