Enam anak nelayan Aceh yang baru dipulangkan dari Thailand (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Banda Aceh - Sebanyak enam anak nelayan asal Aceh dari 57 orang nelayan yang sebelumnya ditangkap oleh Pemerintah Thailand di Perairan Andaman pada 10 Maret dan 21 Januari 2020, kini sudah dipulangkan ke Indonesia. Keenamnya dipulangkan karena masih di bawah umur.
Pemerintah Aceh melalui Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) di Jakarta menjemput keenam anak tersebut saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (16/7), menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 867 ETA sekitar pukul 17.45 WIB.
Penjemputan itu dilakukan tim BPPA yang dipimpin Kepala Subbid Hubungan Antar Lembaga (HAL) Teuku Syafrizal, setelah melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Sesampainya di bandara mereka semua diarahkan untuk mengisi kartu kewaspadaan kesehatan dan rapid test yang dibantu pihak keamanan terkait di bandara. Setelah itu mereka diizinkan pulang," ujar Kepala BPPA Almuniza Kamal, Jumat (17/7).
Almuniza mengatakan, selama di Jakarta, mereka berada di bawah pengasuhan sementara pihak BPPA dan menginap di Rumah Singgah Provinsi Aceh di Jakarta. Selanjutnya mereka dipulangkan ke Aceh, Sabtu (18/7).
Keenam anak di bawah umur yang dipulangkan yakni M (16) asal Kampung Mata Bunga, Desa Sejahtera Aceh Timur, I (16) asal Kampung Leugeu Baru, Desa Melati, Peureulak, Aceh Timur, A (16) asal Kampung Payah Pengat, Desa Dama Pulau.
Kemudian, MIK (17) asal Pulo Blang Mang, H (17) asal Peudawa Rayeuk dan Mt (17) berasal dari Idi Cut.
Sementara 51 ABK asal Aceh lainnya masih menjalani proses hukum hingga saat ini di Thailand.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, memerintah Kepala BPPA di Jakarta Almuniza Kamal dan Kepala Dinas Sosial Aceh, Alhudri untuk segera memulangkan keenam anak nelayan di bawah umur yang tiba di Jakarta tersebut, sampai ke kampung halamannya di Aceh.
Hal itu disampaikan Nova saat bertemu keenam anak tersebut di Mess Aceh Indramayu, Jakarta, Jumat (17/7).
"Kita bersyukur kepada Allah, karena sudah diperbolehkan pulang oleh Pemerintah Thailand. Insya Allah besok (Sabtu) kalian akan dipulangkan ke Aceh," kata Nova kepada enam anak remaja itu.
Nova juga menghormati proses hukum Pemerintah Thailand yang menjalankan aturannya sesuai peraturan yang ada di negaranya dan juga hukum internasional.
"Yang jelas apa yang dialami, semuanya harus jadi pengalaman. Apa kesalahan yang kita lakukan, dan kita tidak boleh marah atau protes. Karena kalau mereka masuk ke perairan kita, maka hal yang sama kita lakukan, begitulah hukumnya," sebut Nova.
Nova meminta mereka mengambil hikmah di balik kejadian tersebut, dan harus bersyukur kepada Allah, karena sudah diberikan kesehatan.
Nova memastikan pemulangan enam anak nelayan asal Aceh tersebut pada 18 Juli 2020, Sabtu besok. Dia berharap, nantinya saat tiba di kampung halaman masing-masing, anak-anak itu tetap melanjutkan sekolahnya.
Menurutnya, dengan mereka melanjutkan pendidikan, nantinya masih bisa juga jadi nelayan yang lebih modern, berdasarkan ilmu yang dipelajari di sekolahnya.
“Yang terpenting, pertama kalau masih sekolah, lanjutkan sekolah dulu atau belajar ngaji di dayah. Tapi saran saya sekolah dulu, belajar menjadi nelayan modern,” pesannya.
Nova mengatakan tidak ada yang salah dengan pekerjaan nelayan. Sebab dengan pekerjaan tersebut, maka kebutuhan pokok masyarakat dapat terpenuhi.
Namun, kata Nova, apabila nanti keenam nelayan di bawah umur tersebut tidak ada biaya melanjutkan sekolah, bisa menghubungi Bupati setempat.
“Atau nanti saya yang akan hubungi bupatinya. Walaupun sebenarnya harus ada perhatian khusus dari bupati untuk sekolah. Kalian sabar dulu, sekolah dulu. Nanti bisa pilih sekolah di SMK Perikanan, atau kalau sudah dewasa jadi pengusaha ikan,” terangnya.
Sebelumnya, ke-57 anak buah kapal (ABK) dari kapal motor (KM) Tuah Sultha dan KM Perkasa Mahera dan Vothus di perairan Andaman ditangkap oleh Pemerintah Thailand, akibat pelanggaran batas wilayah.
Namun, setelah menjalani proses peradilan, keenam anak di bawah umur itu dianggap masih memiliki masa depan yang panjang, tidak pernah melanggar hukum Thailand, dan memperoleh penilaian baik dari rumah penitipan anak.
“Pihak Imigrasi Thailand melakukan transfer repatrian dari Phang Nga ke Bangkok untuk karantina mandiri selama 14 hari yang telah selesai pada 9 Juli 2020,” kata Almuniza.
Keenam anak tersebut mengikuti persidangan dalam waktu berbeda, karena mereka tidak satu kapal.
“Tiga anak dari KM Perkasa Mahera dan Vothus, dari total 33 nelayan, mengikuti persidangan 16 Maret 2020 di Pengadilan Negeri Phang Ngah, Thailand. Sedangkan 30 nelayan lagi ikut persidangan pada 13 Maret 2020,” sebutnya.
Namun, ke-30 nelayan tersebut mengakui kesalahannya di persidangan, karena masuk ke perairan Thailand tanpa izin. Sehingga mendapat pengurangan hukuman setengah dari yang dituduh.
“Ancaman awalnya didenda 600.000 Bath/nelayan dikurangi menjadi 300.000 Bath/nelayan. Namun, jika gagal membayar akan diganti dengan hukuman kurungan tidak lebih dari dua tahun potong masa tahanan sementara,” ungkap Almuniza.
Sementara, 24 nelayan lainnya yang ditangkap di kapal KM. Tuah Sulatan mengikuti persidangan 16 Mei 2020. 21 orang diantaranya dinyatakan bersalah dan tiga anak lainnya, yang dianggap di bawah umur dipulangkan.
“Mereka juga mengakui bersalah masuk ke perairan laut Andaman, Thailand,” katanya.
Ke 21 nelayan tersebut harus membayar denda 250.000 Bath bagi nahkoda dan 150.000 Bath bagi nelayan atau kru.
Jika gagal membayar denda, maka akan diganti dengan hukuman badan tidak lebih satu tahun potong masa tahanan sementara bagi nahkoda/kapten kapal dan tidak lebih 300 hari potong masa tahanan sementara bagi kru kapal.
(MHD/EAL)