Protes warga atas meninggalnya Nathaniel Julius (Reuters)
Analisadaily.com, Johannesburg - Seorang anak penyandang disabilitas harus meregang nyawa usai ditembak aparat kepolisian di Johannesburg, Afrika Selatan.
Nathaniel Julius (16) yang menderita Sindrom Down, meninggal di sebuah rumah sakit di Johannesburg pada Rabu (26/8) malam, atau beberapa jam setelah ditembak oleh polisi di pinggiran Eldorado Park.
Pembunuhan itu terjadi setelah warga di daerah tempat tinggal korban turun ke jalan untuk memprotes minimnya fasilitas perumahan di wilayah mereka.
Selama ini Eldorado Park dikenal sebagai kawasan basis narkoba dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi.
Pasca kejadian, pihak kepolisian menyebut Julius terluka dalam baku tembak antara anggota geng dengan petugas keamanan. Dia terkena peluru nyasar. Namun pihak keluarga menolak alasan tersebut.
Menurut keluarga, Julius ditembak di bagian dada karena tidak dapat menjawab pertanyaan dari polisi.
Saksi mata mengatakan bocah malang itu sedang memegang biskuit di tangan ketika polisi mulai menanyainya. Namun korban tidak bisa menjawab dengan benar akibat kondisinya.
Para saksi mengungkapkan, polisi kemudian memasukkan Julius ke dalam sebuah mobil setelah terjadi penembakan dan membawanya ke rumah sakit.
Gelombang Protes
Usai penembakan yang menyebabkan Julius tewas, ratusan warga Eldorado Park turun ke jalan untuk memprotes aksi bar-bar tersebut.
Selain warga setempat, tindakan polisi itu juga mengundang kecaman dari sejumlah pihak.
"Polisi harus dilatih untuk meminimalkan kemungkinan masyarakat terbunuh. Faktanya tidak jelas di sini, tetapi baku tembak tidak dengan sendirinya merupakan pembenaran atas kematian," kata seorang pengamat kepolisian Afrika Selatan, David Bruce.
Dalam aksi protes atas kematian Julius, warga Eldorado Park melemparkan batu ke arah polisi. Kemudian polisi membalas lemparan itu dengan menembakkan peluru karet dan granat kejut.
Penembakan terhadap Nathaniel Julius menambah panjang catatan kelam kepolisian di Afrika Selatan. Sebelumnya aksi brutal polisi juga terjadi di sana selama masa lockdown akibat pandemi Covid-19 yang dimulai pada 27 Maret.
Bruce membandingkan penembakan Julius dengan aksi serupa yang dialami Tyrone Moeng (19) pada 13 April 2020. Dia juga ditembak hingga tewas oleh polisi.
Themba Masuku dari Forum Pengawasan Sipil Perpolisian Afrika Selatan berkata, "Pembunuhan seorang pemuda tak berdaya oleh polisi menunjukkan masalah serius dalam kepolisian kami".
"Sangat tidak mungkin anak ini menjadi ancaman yang memerlukan kekuatan mematikan. Budaya impunitas dan kurangnya rasa hormat terhadap kehidupan mengkhawatirkan karena setiap orang terutama anak-anak harus merasa aman di sekitar polisi. Kekuatan harus digunakan sebagai upaya terakhir," tegas Masuku, dilansir dari
Al Jazeera, Sabtu (29/8).
"Kami memiliki kewajiban moral untuk menuntut kebenaran. Kami harus menuntut jawaban dan berharap hanya mendapatkan kebenaran," kata Yasmin Sooka, Direktur Eksekutif di Yayasan Hak Asasi Manusia yang berbasis di Johannesburg.
(EAL)