Penambangan ilegal di Kabupaten Mandailing Natal (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Natal - Kawasan Pantai Barat di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, akan tenggelam dan peradapan di sana dikhawatirkan musnah jika pembalakan hutan dan sungai dibiarkan terus terjadi.
Pendapat ini merupakan hasil rangkuman wawancara terpisah dari pemerhati lingkungan hidup Universitas Negeri Medan Dr. Rahmat Mulyana, Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Pantai Barat (PMPB) Sumut Ahmad Mulyadi, Sekjen Ikappenas Joharsyah dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumut Amrizal.
Rahmad Mulyana mengatakan, apabila aktivitas pengrusakan ini terus dibiarkan akan berdampak kehancuran lingkungan dan musnahnya habitat makhluk hidup yang ada di sana. Bahkan bisa menyebabkan longsor dan banjir yang sangat parah.
"Lingkungan hidup kolektif, mencakup lingkungan alam yang meliputi lingkungan fisik, biologi dan budaya," kata Rahmad, Minggu (6/9).
Menurutnya Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 4 tahun 1982 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 Pasal 1 menyebut pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
"Kalau pembiaran ini terus berlanjut, maka yang akan musnah bukan hanya sungai itu saja tapi bisa pula hancurnya peradaban di sana," ungkapnya.
Investigasi
Hasil investigasi para putra daerah menunjukkan kerusakan lingkungan sudah sangat dahsyat.
Air Sungai Batang Natal sekarang sudah coklat berlumpur sehingga tak laik digunakan lagi. Sebaran warna coklat oleh lumpur ini juga sudah memenuhi laut di sepanjang garis Pantai Natal.
Penambangan emas dilakukan oleh PT CHM dan hampir sepanjang DAS Batang Natal juga terdapat
illegal mining yang dilakukan para pemodal besar lainnya dengan merusak sungai memakai alat berat sejenis excavator.
Dalam melakukan kegiatannya mereka juga melibatkan oknum-oknum dari masyakat setempat untuk menyamarkan kegiatan mereka dan agar terlihat seolah didukung oleh masyarakat.
Banjir Bandang 2018
Hasil data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, Sekretaris Jenderal Ikappenas Medan, Joharsyah, menjelaskan bahwa banjir bandang 2018 lalu debit air terbanyak berasal dari Sungai Maino yang bermuara ke Sungai Batang Natal di Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu.
"Maka tak mengherankan jika banjir bandang juga terjadi di Muara Soma pada pukul 18:00 WIB. Sementara di Desa Rantau Sore, desa yang justru lebih ke hulu Sungai Batang Natal banjir terjadi pukul 21:00 WIB," ungkapnya.
"Jika sumber banjirnya adalah dari Sungai Batang Natal, seharusnya terkena banjir duluan adalah Desa Rantau Sore, bukan Desa Lingga Bayu. Ini mengindikasikan bahwa bahwa banjir tersebut memang diakibatkan perambahan hutan yang terjadi di Kecamatan Lingga Bayu," sambung Joharsyah.
Di sisi lain Ketua PMPB Sumut, Ahmad Mulyadi menambahkan, selain perusakan lingkungan karena tambang emas ilegal oleh PT. Capital Hutana Mining dan para cukong-cukong lainnya, di kedua anak Sungai Batang Natal tersebut sudah banyak terjadi alih fungsi hutan ke perkebunan sawit.
Menurutnya perusahaan ini cukup banyak memberi andil penyebab banjir di Pantai Barat.
"Kecamatan Natal dan Muara Batang Gadis tinggal menunggu tenggelamnya saja jika terjadi pembiaran oleh pemerintah terhadap aksi perusakan lingkungan ini. Para perusak ini tidak lain adalah para pengusaha yg hanya mencari keuntungan dengan mengorbankan keberadaan masyarakat," tutur Mulyadi.
Di tempat terpisah, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumut, Amrizal, yang juga putra daerah Pantai Barat Madina juga memberikan komentar.
Pihaknya mencatat banjir bandang sudah terjadi berkali-kali di Pantai Barat tanpa mampu dicegah oleh pemerintah kabupaten.
"Ironisnya lagi dari tahun ke tahun kehancuran yg diakibatkan banjir bandang dan longsor semakin parah. Tercatat di tahun 2018 memakan korban. Selanjutnya tahun 2019 korban makin bertambah merendam 13 kecamatan, 77 rumah hanyut dan 17 korban tewas akibat terseret banjir," sebut Amrizal.
Amrizal menyebut ini adalah wujud ketidakmampuan Bupati Mandailing Natal, Dahlan Hasan Nasution, dalam mengelola daerahnya.
"Tahun 2020 ini jika Pemkab Madina tidak siap menangkal ancaman banjir yg biasanya terjadi di saat musim penghujan di Bulan Oktober, November, Desember kemungkinan jatuh korban akan jadi kenyataan" lanjutnya.
"Kita mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati memilih bupati baru pada pilkada mendatang. Jangan lagi menjadi korban kebohongan calon kepala daerah dalam Pilkada 2020 tahun ini," tukasnya.
Saat dihubungi terpisah, seorang tokoh masyarakat Natal, Ramli Lubis, yang baru-baru ini berkunjung ke Mandailing Natal untuk berziarah ke makam orang tuanya juga tidak menampik bahwa pencemaran lingkungan itu memang benar terjadi.
Mantan Wakil Walikota Medan yang sekarang tinggal di Jakarta ini menceritakan pengalamannya pulang kampung sungguh telah memunculkan rasa sedih yang mendalam.
"Kota Natal sekarang seolah mundur ke zaman 30 tahun yang lalu," ujarnya.
"Keadaan masyarakatnya sungguh sangat memilukan. selain persoalan listrik yg menghancurkan mata pencaharian ditambah lagi akibat Covid-19. Keadaan listrik yang sering padam secara tiba-tiba berlangsung lama sehingga alat-alat elektronik warga banyak yang rusak. Akibatnya ekonomi masyarakat semakin sulit. Kami mohonkan kepada pemerintah pusat, tolonglah perhatikan Pantai Barat Madina ini," pungkasnya.
(HERS/EAL)