Peserta pelatihan dan praktek pembuatan Briket Arang Sehat dan Eco Enzyme berbahan dasar limbah organik. (Analisadaily/Efendi Lubis)
Analisadaily.com, Dolokmasihul - Kepala Socfindo Seed Production dan Laboratories (SSPL), Indra Syahputra, mendukung palaksanaan pelatihan dan praktek pembuatan Briket (Arang) sehat dan Eco Enzyme berbahan dasar limbah organik di Bangun Bandar, Kecamatan Dolokmasihul, Serdang Bedagai.
Diklat diikuti kelompok masyarakat desa-desa sekitar Perkebunanan PT Socfindo, kelompok tani, dan kelompok kaum ibu peduli kebersihan di Kecamatan Dolokmasihul, Kamis (10/9).
Narasumbernya dari Yayasan Budaya Hijau Indonesia, Batara Surya Yusuf dan Ir. Rena Arifah, memaparkan cara pembuatan Eco Enzyme serta pelatihan secara teori dan praktek dengan materi pembuatan Brikat Arang Sehat dan Eco Enzyme.
General Manager PT Socfindo, Andi Suwignyo mengatakan, selain profit, era saat ini kita juga memperhatikan planet dan people planet.
"Sekarang global warning, perhatian sangat serius kita dalam hal memberdayakan potensi masyarakat untuk memulai brand dalam bentuk pelatihan pada masyarakat sekitar perkebunan,” kata Andi.
"Kedepan tidak tertutup kemungkinan ini akan kita kembangkan ke seluruh Kebun kita, baik itu di Aceh maupun di Sumatera Utara. Karena tujuannya, selain menyelamatkan lingkungan juga memberdayakan potensi yang ada di desa,” sambungnya.
"Terima kasih kepada peserta yang antusias, kiranya dapat mengikuti dengan baik, dan menularkan ilmu yang didapat kepada kelompok masyarakat petani yang ada di Dolokmasihul dan sekitarnya, tambah Andi.
Dalam pemaparannya, Batara, menyampaikan pengertian Eco Enzyme larutan Zat organik kompleks yang di dapat dari hasil permentasi limbah buah dan sayur molases dan air dalam wadah plastik, (food grade) larutan ini berwarna coklat gelap memiliki aroma asam yang segar seperti aroma tape/chiu/Arak/Win dan yogurt.
Dia menceritakan, Eco Enzyme dikembangkan pertama kali di Thailand oleh Dr Rosukon Poompanvong. Kata Batara, Rosukon aktif melakukan riset dan penelitian Enzyme selama 30 tahun. Menerima penghargaan dari FAO, PBB atas penemuan ini.
Akhirnya, Rosukon memberikan hak cipta Eco Enzym ini kepada PBB atau milik dunia sehingga saat ini kita bebas belajar.
"Eco Enzyme memiliki segudang manfaat bagi pertanian. Digunakan sebagai pupuk tanaman untuk menyuburkan tanah, tanaman dan juga buat peternakan,” kata Batara.
Masih kata dia, Eco Enzyme bisa menetralisir bahan-bahan kimia di sungai atau cuci sungai, melancarkan genangan air saluran pipa tersumbat, membersihkan udara dan mengurangi radikal bebas dan bau tak sedap.
Selain itu, dapat menurunkan radiasi akibat listrik di rumah kita dan lain-lain seperti mengobati luka kudis dan borok atau penderita diabetes.
“Pengusir serangga lalat, lipas, semut dan tikus untuk skin care dan detox keperluan rumah tangga dan lain-lain,” ucap Batara.
Pada kesempatan itu, Rena menyajikan tentang masalah menjadi peluang usaha, dikatakan latar belakang masalah, mengensi masalah sampah krisis energi.
"Sampah merupakan hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan. Jumlah dan jenis sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang atau material yang digunakan sehari-hari, tidak heran jika keberadaannya selama ini dikenal sebagai sumber permasalahan,” papar Rena.
Dia menjelaskan, klasifikasi sampah, yaitu sampah organik adalah limbah yang berasal dari sisa makhluk hidup atau alam, sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan non hayati baik secara sintetik maupun hasil proses teknologi tambang.
Beriket merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari limbah organik baik dari industri maupun rumah tangga.
Ini merupakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak yang paling murah dan mungkin untuk dikembangkan secara massal dalam waktu relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan cukup sederhana.
Pembuatan briket arang dengan beberapa tahap proses pelaksanaan, sampah yang digunakan sampah organik terlebih dahulu dikeringkan di panas matahari dan dicacah untuk mendapatkan ukuran sama besar.
Bahan baku sampah organik dan tempurung kelapa masing-masing dijadikan arang dengan menggunakan drum pembakaran.
Tepung tapioka sebanyak 100 gram dilarutkan dengan 1 liter air, lalu dipanaskan sambil diaduk-aduk sampai mendidih sehingga berbentuk lem.
Arang hasil pengarangan dari bahan bakar sampah organik dan tempurung kelapa ditumbuk atau digiling kemudian disaring diayak dengan pengayak serbuk arang hasil penggilingan dibuat adonan menggunakan perekat dengan kadar 10 persen dari berat serbuk arang.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan dan dikempa pada tekanan 150 Kg/Cm2.
Briiket arang yang dihasilkan dikeringkan dengan menjemur di panas matahari atau dipanggang dalam oven pada suhu 80 derajat Celcius selama 4 jam, ujar Ir.Rena Arifah dalam paparannya.
Diklat ini dihadiri perwakilan Kadin Sumut, Juliadi Ikshan, Kadis LHK Sergai, Vanisean Tambunan, Camat Dolokmasihul, Gw Hasibuan.
(FEL/CSP)