Sumatera Utara Terima 128 SK Hutan Adat dan Sosial

Sumatera Utara Terima 128 SK Hutan Adat dan Sosial
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi mengikuti acara Penyerahan Surat Keputusan (SK) Hutan Sosial, Hutan Adat, dan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) oleh Presiden RI Jokowi secara virtual, Kamis (7/1). (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan – Provinsi Sumatera Utara mendapat 128 Surat Keputusan Hutan Sosial dan Adat dengan luas total 71.068,36 hektare (Ha) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Surat diserahkan Presiden Jokowi pada acara Penyerahan SK Hutan Adat, SK Hutan Sosial dan SK Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Kamis (7/1), secara virtual dari Istana Negara, Jakarta dan diikuti seluruh provinsi di Indonesia.

Ada 20 kabupaten di Sumut yang mendapatkannya, yakni Asahan, Batubara, Dairi, Deliserdang, Humbang Hasundutan, Karo, Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara, Langkat, Mandailingnatal, Padanglawas, Padanglawas Utara, Pakpakbharat.

Kemudian, Samosir, Serdangbedagai, Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Toba. Luas Lahan untuk Hutan Sosial yang diberikan 68.674,53Ha sementara Hutan Adat 2.393,83Ha.

Hutan sosial dan adat yang diberikan kepada Sumut ini dihuni oleh 16.170 KK. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan Pemerintah Provinsi Sumut akan terus berupaya agar lebih banyak lagi Hutan Sosial, Adat dan TORA yang diserahkan pemerintah untuk dikelola masyarakat.

“Kita ke depannya akan berupaya untuk menambah luas Hutan Sosial, Adat dan TORA. Target kita itu Sumut mendapat 509.000 hektare untuk hutan yang dikelola masyarakat. Dan tentunya ini dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Edy Rahmayadi, Kamis (7/1).

Ia memastikan, Pemprov Sumut akan melakukan pendampingan kepada masyarakat penerima hak pengelolaan hutan agar pemanfaatan hutan lebih produktif dan tetap menjaga kelestarian alam. Untuk itu, menurutnya butuh ahli-ahli untuk membimbing masyarakat mengelola hutan secara baik dan benar.

“Sesuai arahan Presiden kita akan memberikan pendampingan kepada masyarakat pengelola hutan agar tujuan kita membuat hutan lebih produktif bisa tercapai. Itu butuh kerja sama dengan para ahli perkebunan, perhutanan, perikanan dan lainnya, sehingga kita menemukan apa yang cocok di hutan tersebut karena hutan di setiap daerah kita berbeda-beda karakteristiknya. Kita akan kembangkan sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing,” sebut Edy.

Jokowi menekankan masyarakat yang telah menerima hak pengelolaan hutan agar tidak menelantarkan lahan, apalagi mengalihkan SK tersebut kepada orang lain.

“Hati-hati, saya akan terus ikuti meskipun dari Jakarta saya bisa mengikuti ini,” tegas Jokowi.

Jokowi meminta pengelola lahan harus bisa merumuskan usaha yang dibuka pada hutan tersebut. Hutan-hutan tersebut harus mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dengan syarat tetap menjaga kelestarian hutan.

“Di desa-desa, di beberapa provinsi sudah mulai masuk ke sana dan laku, menguntungkan dan memberikan hasil. Juga berkaitan dengan bisnis agrosilvopastura ini juga sudah dimulai, kemudian bisnis bioenergi juga beberapa sudah dimulai. Juga bisnis hutan kayu, banyak sekali. Bapak ibu bisa pilih yang cocok sesuai dengan provinsi dan wilayah masing-masing,” ujar Jokowi.

Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar mengatakan, penyerahan SK pengelolaan hutan ini menjadi salah satu penyelesaian konflik hutan dan pemukiman yang sering terjadi di Indonesia.

Dia meminta dukungan Gubernur dan Bupati dalam pengelolaan hutan oleh masyarakat ini.

“Hingga akhir Desember 2021 total hutan yang diserahkan kepada masyarakat sebanyak 4,42 juta hektare yang dihuni oleh 895.000 KK. Kita harapkan dukungan gubernur untuk pengelolaan hutan ini karena selain untuk kesejahteraan masyarakat, ini juga menjadi penyelesaian masalah konflik hutan dan pemukiman,” katanya.

Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Pasar, Rawa Rudi Irwansyah mengatakan pihaknya telah merumuskan beberapa usaha pada lahan 138 Ha yang mereka terima. Usaha tersebut antara lain zona penanaman mangrove, wisata mangrove dan wisata religi.

“Kita ada zona penanaman mangrove 100 ha dan darat 38 ha, darat kita tanam dengan kayu darat seperti sengon dan lainnya. Ke depannya kita akan berupaya untuk membuat wisata mangrove dan wisata religi. Kita akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk pengembangan usaha atau bisnis lainnya,” kata Rudi.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi