Anggota DPR RI, Nasir Djamil (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Banda Aceh - Maraknya perkara tindak pidana (jarimah jinayat) berupa kasus pemerkosaan anak di Kabupaten Aceh Besar telah sampai pada tingkat membahayakan bagi generasi masa depan.
Anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil menyebut bahwa dirinya mendapat informasi ada tiga pelaku perkosaan yang saat ini disidangkan di Mahkamah Syar'iyah Jantho, Kabupaten Aceh Besar.
"Maka untuk itu kami menyampaikan bahwa kami akan mengikuti kasus ini sampai tuntas, dan meminta kepada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) untuk dapat memberikan keadilan yang bermartabat bagi korban, dan hukuman yang setimpal bagi pelaku," ujar Nasir Djamil, Rabu (27/1).
Karena menurutnya jarimah jinayat permerkosaan adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir dengan alasan apapun.
"Itu adalah perbuatan sadis dan bejat serta kejam, untuk itu kami mengecam pelaku pemerkosaan tersebut," tegasnya.
Dalam pasal 50 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa maksimal pelaku pemerkosaan dituntut 200 bulan penjara.
"Kami meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jantho menuntut terdakwa dengan maksimal, dan harapan kami terdakwa juga dituntut untuk uqubat restitusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 Qanun Nomor 6 Tahun 2014," ujar Nasir.
Selain itu, Nasir Djamil yang juga Ketua Forum Bersama (Forbes) DPR-DPD RI Asal Aceh juga mengharapkan JPU agar mempertimbangkan untuk menambah tuntutan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Sebagaimana aturan tersebut tertuang lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak yang ditandatangani Presiden pada 7 Desember 2020.
Karena korban kekerasan seksual dan pelecehan seksual sering kali berdampak besar pada kesehatan mental dan fisik korban, yang meningkatkan risiko tidak hanya depresi, kegelisahan dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
"Efek kesehatan jangka panjang yang terkait dengan pelecehan dan penyerangan seksual bukan hanya tentang dampak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan mental seseorang korban," ungkapnya.
Nasir Djamil juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Besar untuk segera melakukan tindakan advokasi terhadap korban dan tindakan preventif supaya ke depan tidak terulang perilaku para durjana pemerkosa yang kerap memakan korban.
"Semoga masyarakat Aceh Besar juga mawas diri, harus menghidupkan kontrol masyarakat dan tokoh-tokoh gampong, tokoh adat, serta tokoh agama harus tinggi dan waspada supaya ke depan anak anak kita di Aceh Besar jadi korban keganasan kekerasan seksual."
"Kami meminta kepada orang tua ikut pro aktif mengawasi dan tidak abai dengan perubahan perilaku pada anak, memantau teman bergaul dan zona bermain anak. Sudah cukup anak Aceh jadi korban koflik dan tsunami, jangan lagi menjadi korban kekerasan seksual," pungkasnya.
(MHD/EAL)