Unjuk rasa buruh di Bundaran Gatot Subroto Medan, Sabtu (1/5) (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily.com, Medan - Puluhan massa yang terdiri dari buruh, mahasiswa, pegiat HAM dan masyarakat sipil memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day 2021 di Bundaran Jalan Gatot Subroto Medan, Sabtu (1/5).
Sebelum di Bundaran Jalan Gatot Subroto, massa sempat menggelar aksi di Tugu Nol Kilometer Medan karena belum menyampaikan surat pemberitahuan aksi.
Meski sempat tidak menemukan titik temu, massa akhirnya melanjutkan unjuk rasa dengan berpindah ke Bundaran Jalan Gatot Subroto.
"Ini adalah bentuk penghalang-halangan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. Ini merupakan bentuk pengabaian terhadap demokrasi," kata pimpinan aksi, Martin Luiz.
Martin mengatakan, momentum hari buruh internasional bukan hanya sebatas ritual belaka. Lebih dari itu, dia mengatakan ini adalah hari untuk merefleksikan kondisi buruh di seluruh tanah air yang belum sejahtera.
"Hingga saat ini masih banyak buruh yang diperlakukan tidak adil. Misalnya saja terkait cuti hamil yang belum semua diindahkan oleh pemilik perusahaan," ucapnya.
Menurutnya sampai saat ini masih banyak buruh yang dikhianati dalam mendapatkan hak-haknya.
"Hak buruh sampai saat ini masih banyak yang dikhianati. Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law adalah bentuk tidak berpihaknya negara kepada masyarakat khususnya buruh," tuturnya.
Martin menyebut dampak dari diberlakukannya Omnibus Law, para buruh semakin sulit mendapat pendampingan hukum. Sebab undang-undang sapu jagat itu melegalkan penghilangan perlindungan hukum terhadap buruh.
"Buruh semakin sulit mendapat perlindungan hukum dalam hal menuntut jika terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak, terkait kontrak kerja, jaminan sosial dan lainnya," ucapnya.
Massa dari buruh, mahasiswa dan masyarakat sipil itu menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja akan membentuk pasar kerja yang sangat eksploitatif. Hal ini diperparah dengan masuknya tenaga kerja asing yang dianggap lebih unggul secara kualitas.
"Permasalahan tidak berkualitasnya angkatan kerja Indonesia disebabkan tidak meratanya kualitas pendidikan antara pusat dan daerah. Dan dipengaruhi oleh tenaga pengajar dan infrastruktur pendukung," pungkasnya.
(JW/EAL)