Salah satu pusat perbelanjaan di Kota Padang Sidimpuan yang dipadati pengunjung (Analisadaily/Hairul Iman Hasibuan)
Analisadaily.com, Sidimpuan - Surat Edaran Wali Kota Padang Sidimpuan, Irsan Efendi Nasution, yang membatasi operasi warung kopi (warkop) tradisional dan modern dinilai diskriminatif.
Pasalnya, ketika warkop disuruh tutup pukul 23.00 WIB untuk mencegah keramaian, namun di sisi lain justru terjadi pembiaran keramaian orang di pusat perbelanjaan maupun Pasar Sangkumpal Bonang.
"Aneh ini, masak yang jelas-jelas pusat keramaian dibiarkan beroperasi sejak pagi hingga malam, sedangkan warkop yang kapasitas konsumennya terbatas dipaksa tutup pukul 23.00 WIB, padahal baru buka usai magrib, diskriminatif ini namanya," kata seorang mahasiswa, Ranto Bangun Harahap, Minggu (9/5).
Menurutnya kebijakan pembatasan jam operasional warkop hingga pukul 23.00 WIB sangat merugikan para pemilik. Pasalnya konsumen baru berdatangan usai isya atau tarawih.
"Durasi warkop buka hingga tutup di bulan Ramadan ini berarti hanya 4 hingga 5 jam, berbading jauh dengan toko-toko di pusat pasar yang memulai operasional dan interaksinya dengan orang banyak sejak pagi bahkan sampai malam hari," sebutnya.
Jika demikian, sambung Ranto, instruksi Walikota Padang Sidimpuan melalui surat edarannya itu tidak didasari rasa keadilan.
Terpisah, mantan Ketua PWI Tabagsel, Hairul Iman Hasibuan, sepakat agar pembatasan jam operasional warkop dikaji ulang.
Iman menilai, sesungguhnya penyebaran Covid-19 tidak terbatasi oleh waktu, namun bisa terjadi kapan saja.
"Konsen pencegahan penyebaran harusnya bukan pada waktu, kan Covid-19 bisa menyerang sewaktu-waktu bukan hanya di pukul 23.00 WIB," sebutnya.
Harusnya, lanjut Iman, penekanan yang paling utama dalam pencegahan Covid-19 di tingkat usaha cukup dengan jaga jarak, cuci tangan dan memakai masker tanpa harus melakukan pembatasan jam operasional.
"Instruksi ideal harusnya cukup dengan jaga jarak, pakai masker, cuci tangan dan jaga imunitas tubuh, bukan malah suruh tutup usaha," tukasnya.
(HIH/EAL)