Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Pemko Medan sosialisasi pencegahan dan penanganan TPPO di Kecamatan Medan Amplas, Rabu (17/11). (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily.com, Medan - Dalam upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan juga penanganan penyelundupan manusia Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) berkolaborasi dengan Pemko Medan mensosialisasikan pencegahan dan penanganan TPPO di Kecamatan Medan Amplas, Rabu (17/11).
Dalam diskusi yang digelar di Aula Kelurahan Amplas dihadiri oleh 20 peserta yang dihadiri oleh berbagai narasumber yakni dari Kesbangpol Kota Medan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3AM) Kota Medan, pihak Kecamatan Medan Ampals dan perwakilan IOM.
Di mana, diskusi tersebut mengangkat tema 'Sosialisasi pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan diskusi partisipasi pembentukan duta anti trafficking di Kota Medan'.
Badan Kesbangpol Medan yang diwakili oleh Kabid penanganan konflik dan Kewaspadaan Nasional Ody Prasetyo mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh IOM kepada masyarakat terkait pencegahan perdagangan orang yang rentan terjadi.
"Kegiatan ini sangat positif. Di mana, kegiatan sosialisasi pencegahan tindak pidana perdagangan orang ini kolaborasi Pemko Medan dangan IOM," katanya.
Menurut Ody bahwa Kesbangpol dalam hal ini adalah pihaknya menangani pengungsi yang ada di Kota Medan.
"Tidak hanya itu, rugas pokok kita sebagai Satgas pengungsi penanangan sesuai Perpres 125, SK Wali Kota tentang Satgas pengungsi dan kita melibatkan TNI Polri dan steakholder lain seperti IOM dan UNHCR," ucapnya.
Kabid Perlindungan Anak dan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak di Dinas DP3AM Kota Medan, Robert Antonius Napitupulu menuturkan bahwa Selama ini TPPO di Kota Medan masih rawan. Namun, yang harus diperhatikan adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk mengantisipasi bisa mencegah TPPO di sekitar.
"Pertemuan kita ini membanggun pemikiran yang sama dengan masyarakat di kelurahan dan rencana IOM membuat beberapa peserta menjadi duta TPPO di Kota Medan," tuturnya.
Menurut Robert bahwa ini sudah mereka lakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat agar melek dan mengetahui bahwa TPPO ini sudah menjadi kesadaran kita semua.
"Sementara, kendala sosialisasi ini di pengetahuan masyarakat karena masalah TPPO ini bukan masalah kecil. TPPO ini jangan sampai sudah terjadi baru dikerjakan. Selama sosialisasi ini kita mengharapkan adanya kesadaran dan minimal pengetahuan apa itu TPPO bagaimana mengantisipasi secara dini jika terjadi di sekitar kita," terangnya.
Camat Medan Amplas, Irfan mengatakan, kegiatan ini adalah suatu hal yang baik. Di mana, sosialisasi terkait perdagangan orang ini kepada masyarakat agar sadar bahwa masyarakat harus mencegah jangan sampai terjadi.
"Perdagangan manusia ini menyangkut harkat dan martabat manusia jangan sampai hal ini terjadi," katanya.
Irfan juga menambahkan bahwa saat ini media sosial sangat rentan terhadap perdagangan orang. Oleh karen itu orang tua harus berhati-hati dan selalu mengawasi anak-anak.
"Hal yang rentan terkait perdagangan manusia ini adalah media sosial. Kita sebagai orang tua sangat berhati-hati dan selalu mengawasi anak-anak kita jangan terpengaruh dengan ajakan orang yang tidak dikenal," tambahnya.
"Oleh karena itu kita terus sosialisasikan kepada masyarakat yang kurang paham agar mengerti. Apalagi kawasan kita berdekatan dengan terminal Amplas. Jalur di mana banyak orang yang selalu datang dan oleh karena itu kita terus ingatkan jangan percaya sama orang-orang yang tidak dikenal. Karena mencegah lebih baik," tandasnya.
Perwakilan IOM di Medan bagian Project Asisstant II, Bambang F Wibowo, saat diskusi berlangsung mengatakan bahwa kegiatan ini menandai peringatan 30 tahun Kampanye 16 Hari sejak dimulai pada tahun 1991.
Menurutnya, IOM Indonesia melihat ini sebagai kesempatan khusus untuk terlibat dengan para pembuat perubahan, migran, pengungsi, dan publik untuk berbicara tentang mengakhiri kekerasan terhadap pengungsi dan migran perempuan.
"IOM ingin meningkatkan kesadaran publik bahwa rute migrasi yang tidak aman dan tidak teratur mempengaruhi risiko dan kerentanan pengungsi dan migran perempuan selama perjalanan migrasi mereka menuju kekerasan.
Di tempat tujuan (atau dalam perjalanan) dan bagi mereka yang kembali ke negara asal mereka, faktor-faktor lain yang saling bersinggungan, termasuk ketidakamanan finansial, kesadaran akan hak-hak hukum mereka, dan kemampuan bahasa, mempengaruhi kerentanan mereka terhadap kekerasan," ungkapnya.
"Dengan latar belakang ini, IOM ingin mendorong diskusi publik dengan masyarakat luas tentang bagaimana kita semua dapat berkontribusi untuk mengakhiri kekerasan terhadap pengungsi dan migran perempuan," pungkas Bambang.
Perdagangan orang merupakan masalah yang signifikan di Indonesia. Seperti yang diketahui bersama, Indonesia bukan hanya negara asal dan transit, tetapi juga negara tujuan perdagangan orang lintas batas dan dalam negeri.
Meskipun kasus TPPO kebanyakan melibatkan perempuan dan anak-anak, namun TPPO semakin disadari dapat terjadi pada semua orang, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan, termasuk pengungsi Rohingya.
Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk mengatasi risiko perdagangan manusia secara lebih komprehensif, termasuk inisiatif pencegahan dan penanggulangan yang dapat mengurangi kerentanan para migran dan komunitas setempat terhadap perdagangan manusia.
(JW/CSP)