Menteri pendidikan tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani. (AFP)
Analisadaily.com, Kabul - Menteri pendidikan tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani mengatakan, perempuan Afghanistan akan diizinkan untuk belajar di universitas tetapi akan ada larangan kelas campuran di bawah aturan mereka.
Taliban yang merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus setelah menggulingkan pemerintah yang didukung Barat telah bersumpah untuk memerintah secara berbeda dibandingkan dengan tugas 1990-an mereka ketika anak perempuan dan perempuan dilarang mengenyam pendidikan.
"Orang-orang Afghanistan akan melanjutkan pendidikan tinggi mereka berdasarkan hukum Syariah dengan aman tanpa berada dalam lingkungan campuran pria dan wanita," Haqqani pada pertemuan dengan para tetua, dikenal sebagai loya jirga, pada hari Minggu (28/11).
Dia mengatakan, Taliban ingin menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional dan sejarah dan, di sisi lain, mampu bersaing dengan negara lain.
Dilansir dari Reuters dan Channel News Asia, anak perempuan dan laki-laki juga akan dipisahkan di sekolah dasar dan menengah, yang sudah umum di seluruh Afghanistan yang sangat konservatif.
Kelompok tersebut telah berjanji untuk menghormati kemajuan yang dicapai dalam hak-hak perempuan, tetapi hanya menurut interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam.
Apakah wanita dapat bekerja, mendapatkan pendidikan di semua tingkatan dan dapat bergaul dengan pria adalah beberapa pertanyaan yang paling mendesak.
Tetapi rebranding Taliban diperlakukan dengan skeptis, dengan banyak yang mempertanyakan apakah kelompok itu akan tetap pada janjinya.
Tidak ada wanita yang hadir pada pertemuan di Kabul pada Minggu (28/11), yang termasuk pejabat senior Taliban lainnya.
"Kementerian pendidikan tinggi Taliban hanya berkonsultasi dengan guru dan siswa laki-laki untuk melanjutkan fungsi universitas," kata seorang dosen, yang bekerja di universitas kota selama pemerintahan terakhir.
Dia mengatakan itu menunjukkan pencegahan sistematis partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan kesenjangan antara komitmen dan tindakan Taliban.
Tingkat penerimaan universitas telah meningkat selama 20 tahun terakhir, terutama di kalangan wanita yang telah belajar berdampingan dengan pria dan menghadiri seminar dengan profesor pria.
Tetapi serentetan serangan terhadap pusat-pusat pendidikan dalam beberapa bulan terakhir, yang menewaskan puluhan orang, telah menyebabkan kepanikan. Taliban membantah berada di balik serangan itu, beberapa di antaranya diklaim oleh cabang lokal kelompok ISIS.
Selama pemerintahan mereka sebelumnya, Taliban mengecualikan perempuan dari kehidupan publik, hiburan dilarang dan hukuman brutal dijatuhkan, seperti rajam sampai mati karena perzinahan.
Taliban belum mengumumkan pemerintah mereka, mengatakan mereka akan menunggu sampai setelah kepergian pasukan AS dan asing.(CSP)