Direktur STFJ, Rahmad Suryadi, dalam konferensi pers catatan akhir tahun 2021 kasus kejahatan dan perdagangan satwa Sumut dan Aceh, Senin (27/12) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Dalam catatan akhir tahun, Sumatera Trofical Forest Journalism (STFJ) soroti kasus kejahatan dan perdagangan satwa yang masih tinggi terjadi di Sumatera Utara dan Aceh sepanjang 2021.
Direktur STFJ, Rahmad Suryadi, mengatakan bahwa kejahatan dan perdagangan satwa yang terjadi kerap bersinggungan dengan jerat, yang berujung pada kematian satwa tersebut.
Penggunaan jerat oleh masyarakat dan senjata para peburu ini harus menjadi perhatian serius yang merupakan bentuk kejahatan terhadap satwa.
"Pemasangan jerat yang mengakibatkan kematian pada satwa dilindungi di Kawasan Sumatera Utara dan Aceh juga menjadi penekanan masalah yang harus segera diatasi, karena sangat berbahaya bagi satwa dilindungi," kata Rahmad dalam konferensi pers catatan akhir tahun 2021 kasus kejahatan dan perdagangan satwa Sumut dan Aceh, Senin (27/12).
Rahmad menjelaskan bahwa, sejumlah kasus kejahatan satwa yang menjadi catatan pihaknya. Seperti kasus pemenggalan kepala gajah di Desa Jambo Reuhat, Aceh Timur pada 12 Juli 2021 dan kematian tiga ekor Harimau sumatera akibat terjerat di Aceh Selatan pada 26 Agustus 2021.
"STFJ mencatat ini merupakan kasus luar biasa, kejahatan satwa yang dilindungi di Sumatera dan Aceh pada tahun 2021 ini," jelasnya.
Selain itu, kata Rahmad, STFJ juga menyoroti kasus perdagangan satwa pada tahun 2021. Di mana, Forest and Wildlife Protection Unit (ForWPU) mencatat perdagangan satwa dilindungi, kulit Harimau Sumatera, gading gajah, sisik trenggiling dan paruh rangkong masih menjadi tren pada tahun 2021.
"Pada Tahun 2021 ini sejumlah kasus di Aceh tercatat 1 kasus perdagangan orangutan di Aceh Tamiang, 1 kasus perdagangan bagian tubuh satwa di Gayo Lues dan Aceh Tenggara," ucapnya.
Rahmad mengungkapkan bahwa Sementara di Sumut tercatat 2 kasus perdagangan Macan dahan, 1 kasus perdagangan Macan akar di Medan, 1 kasus pemeliharaan orangutan secara illegal, 1 kasus perdagangan orangutan di Binjai dan 1 kasus perdagangan sisik Trenggiling dan paruh rangkung di Medan yang berhasil diungkap Balai Gakkum Sumatera.
"Dari sejumlah kasus kejahatan dan perdagangan satwa yang terjadi di Sumut dan Aceh Tahun 2021 tersebut, STFJ mencatat perburuan terhadap satwa dilindungi masih marak. Sehingga diperlukan perlu payung hukum dan tindakan yang tegas agar memberikan efek jera kepada pelaku," ungkap Rahmad yang juga Ketua PFI Medan.
Rahmad menuturkan, Sumut dan Aceh memiliki hotspot keanekaragaman hayati unik yang terletak di Sumatera bagian utara, dan merupakan satu-satunya tempat di Bumi, dimana Badak Sumatera, gajah, harimau, dan Orangutan hidup berdampingan.
"Sebagian besar berada dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Karena nilai keanekaragaman hayatinya yang luar biasa, TNGL diklasifikasikan sebagai Cagar Biosfer dan merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera," ungkapnya.
Meskipun statusnya dilindungi, TNGL dan Ekosistem Leuser yang lebih luas, serta satwa liar yang tinggal di dalamnya, masih menghadapi banyak ancaman seperti deforestasi (perambahan dan pembalakan liar), konflik manusia-satwa liar dan perburuan.
"Melalui konferensi pers tentang kasus perdagangan satwa liar diharapkan dapat meningkatkan perhatian publik tentang kejahatan satwa liar. Juga meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendukung pemberantasan kejahatan terhadap satwa liar, tetapi juga meningkatkan keseriusan dan kemauan aparat penegak hukum untuk mengadili pedagang dan pemburu satwa liar serta menerapkan hukuman yang maksimal," tandas Rahmad.
(JW/EAL)