Guru Besar Pidana Universitas Sumatera Utara, Prof Edi Warman. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Guru Besar Pidana Universitas Sumatera Utara, Prof Edi Warman, menegaskan majelis hakim memiliki kemandirian dalam setiap amar keputusan yang ditetapkan hakim dalam setiap persidangan perkara pidana di peradilan.
"Berdasarkan UU No 49 Tahun 2009 Tentang Kehakiman, yang dimaksud dengan kemandirian hakim adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun psikis sedangkan keyakinan hakim adalah hakim memutus suatu perkara dengan berdasarkan pada keyakinan sampai pada batas tertentu," terang Edi.
Para hakim Indonesia memahami dan mengimplementasikan makna kebebasan hakim sebagai suatu kebebasan yang bertangungjawab, kebebasan dalam koridor ketertiban peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman sesuai hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa dipengaruhi oleh pemerintah, kepentingan, kelompok penekan, media cetak, media elektronik, dan individu yang berpengaruh.
Edi Warman tidak menampik, akhir-akhir ini banyak putusan, penetapan, dan tindakan hakim atau majelis hakim yang mendapatkan kritik dan reaksi negatif dari masyarakat, yang dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
"Putusan yang dikeluarkan hakim tentu saja bukan sebagai alat pemuas bagi pihak yang berperkara. Hakim tentunya mempunyai dasar atas putusannya, dengan mempertimbangkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum dan juga hati nurani," ujar akademisi asal Padang ini.
Mengenai putusan apa yang akan dijatuhkan pengadilan, tergantung hasil mufakat musyawarah hakim berdasarkan penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, baik keterangan saksi, keterangan saksi ahli, terdakwa dan fakta-fakta persidangan.
Juru Bicara Komisi Yudisial RI, Miko Ginting, mengatakan KY mempunyai tugas, melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim, menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup.
Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
"Bila ada laporan soal perilaku hakim, kita akan tindaklanjuti," jawab Miko.
Terpisah, Praktisi hukum, Hasrul Benny Harahap berharap agar kedepannya, prinsip profesionalitas harus benar-benar dilakukan oleh para penyidik dalam penanganan suatu perkara.
“Azas kehati-hatian, prinsip profesionalitas dan lain sebagainya harusnya menjadi pedoman penyidik memeriksa suatu perkara,” tegasnya.
(HERS/CSP)