Bane Raja Manalu (kanan) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Berastagi - Pencipta suatu karya harus mencatatkan atau mendaftarkan hasil karyanya ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar bisa mendapat perlindungan hukum dari negara.
Hal tersebut disampaikan Staf Khusus Menkumham, Bane Raja Manalu, saat menjadi narasumber dalam diskusi bertema 'Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni' yang diselenggarakan Komunitas Karo Kreatif (K3) di Jabu Cafe Berastagi, Kabupaten Karo, Jumat (25/3).
"Apalagi sekarang Bapak Yasonna Laoly terus melakukan perbaikan dalam bidang birokrasi digital di Kemenkumham. Dulunya pencatatan hak cipta itu memerlukan proses dua hari lebih, tapi sekarang hanya 10 menit sudah selesai," sebutnya.
"Cuma harus lengkap dulu syaratnya. Misalnya surat yang membuktikan bahwa karya itu milik kita. Setelah data lengkap dan membayar Rp250 ribu, langsung keluar sertifikat bahwa karya itu punya kita. Cuma 10 menit," sambung Bane.
Bane menjelaskan, salah satu program unggulan di Kemenkumham tahun ini adalah peluncuran aplikasi Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POPHC). Ini adalah sistem yang diciptakan untuk mempercepat proses persetujuan hak cipta yang sebelumnya memakan waktu kurang lebih satu hari (one day service) menjadi dalam hitungan menit.
"Dengan mencatatkan hak ciptanya, maka seorang pencipta berhak mendapat perlindungan dari negara. Tapi, umumnya yang pencatatan hak cipta tidak langsung berdampak ekonomis," jelasnya.
Sedangkan pendaftaran hak cipta misalnya karya musik, menciptakan lagu kemudian digunakan secara individu maupun institusi, akan sedikit berdampak ekonomi kalau tujuannya komersil.
Masih dikatakan alumni Universitas Indonesia ini, hak cipta itu adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah karya diwujudkan dalam bentuk nyata dan dipublikasikan.
"Berwujud dulu baru bisa kita klaim punya kita, pemilik hak ciptanya. Bagi saya, ide tak bernilai atau sama dengan nol jika tidak diwujudkan, yang mahal adalah eksekusinya," ucap alumni Universitas Indonesia yang besar di Kota Pematang Siantar tersebut.
Hak cipta ada jangka waktunya. Pertama, seumur hidup plus 70 tahun. Maksudnya adalah seumur hidup si pencipta karya ditambah 70 tahun ke depannya. Artinya, keturunan pemilik hak masih mendapat manfaat ekonomi. Contohnya hak penulis buku, pencipta lagu atau musik, lukisan, tari, drama dan karya-karya sejenisnya.
Kedua, ada perlindungan selama 50 tahun ke depan sejak karya tersebut dipublikasikan. Contohnya fotografi. Lalu ada yang berusia 25 tahun sejak dipublikasikan seperti karya-karya seni terapan.
"Yang punya hak cipta, diproteksi negara. Itulah perlunya mencatat dan mendaftarkan karya yang kita punya," pungkas Bane.
(JW/EAL)