Panut Hadisiswo Dewan Penasihat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Telusur Jejak Perdagangan Trenggiling yang diikuti oleh puluhan mahasiswa, jurnalis, dan aktivis lingkung (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Trenggiling (Manis javanica) merupakan satwa dilindungi yang bernilai tinggi di pasaran. Ini merupakan kasus tertinggi untuk perdagangan satwa dilindungi di dunia.
Berdasarkan data Wildlife Conservation Society Tiongkok (WCS, 2020), selama satu dekade 2010 hingga 2020, tedapat 26 ribu trenggiling dari Indonesia diselundupkan ke Tiongkok.
"Selama masa pandemi 2020-2021, sekitar 300 kg sisik treggiling disita dari operasi penegakan hukum di pulau Sumatera," kata Panut Hadisiswo Dewan Penasihat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Telusur Jejak Perdagangan Trenggiling yang diikuti oleh puluhan mahasiswa, jurnalis, dan aktivis lingkungan di Kantor Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) Jalan Melinjo Raya No.1 Medan Johor, Sabtu (23/4).
Ini karena di Tiongkok ada keyakinan bahwa Trenggiling memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan meningkatkan vitalitas tubuh seperti diungkapkan Panut.
Padahal lanjutnya, hingga kini belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikan hal itu. Sehingga, keyakinan ini memicu timbulnya permintaan yang tinggi dari negeri tersebut sebagai end user.
Penyelundupan dilakukan dengan modus jalur laut, kargo, dan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil. Tujuan utama ke Tiongkok, yang sebagian besar transit di Malaysia.
Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Sumatera, Haluanto Ginting mengatakan pelaku bukan saja warga Indonesia tapi juga ada Warga Negara Asing (WNA).
"Di 2018 dua WNA asal Tiongkok jadi tersangka kasus 48 trenggiling ilegal. Selama 2021 ada tiga kasus yang datanya lengkap (P21) dan dilimpahkan ke pengadilan setempat," kata Ginting.
Sayangnya lanjut Ginting, hukuman bagi pelaku yang berkisar 1-2 tahun ini belum memberikan efek jera. Karena, masih ada pelaku yang sudah menjalani masa hukuman, namun ketika kembali ke masyarakat, mereka melakukan hal yang sama.
Trenggiling hidup pada habitat dan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. Kerusakan habitat dan ekosistem merupakan ancaman bagi keberadaan Trenggiling.
"Selain itu, ancaman bagi keberadaan spesies ini juga berasal dari semakin maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar. Kegiatan ini untuk memberikan pemahaman bagi kita dan masyarakat luas untuk menurunkan angka perdagangan trenggiling dan sebisanya memberikan perubahan untuk hukum di Indonesia. Terutama UU No 5 Tahun 1990 yang harus dikaji ulang," kata Direktur STFJ, Rahmad Suryadi.
International Union for Conservation of Nature [IUCN] menetapkan statusnya Kritis [Critically Endangered/CR], atau selangkah menuju kepunahan di alam liar.
Di Indonesia, trenggiling termasuk satwa dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 Tahun 2018. Disebutkan, barang siapa yang memperdagangkan satwa dilindungi diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar 100 juta Rupiah.
(JW/CSP)