Ilustrasi - Petugas melayani pengisian BBM di SPBU Tol Sidoarjo 54.612.48, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/4/2022) (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Analisadaily.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia saat ini sedang merumuskan aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak bersubsidi jenis Pertalite dan Solar agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.
"Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis solar karena solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan solar nonsubsidi," ujarnya dalam tayangan CNBC Energy Corner yang dipantau di Jakarta, dilansir dari Antara, Senin (30/5).
Saat ini harga solar bersubsidi hanya dijual Rp5.100 per liter, sedangkan harga solar nonsubsidi sudah mencapai hampir Rp13.000 per liter.
Djoko mengungkapkan perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung terkhusus gasoline, sehingga harga Pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter.
Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga Pertalite yang membuat selisih harga BBM jenis penugasan ini juga serupa antara Solar dan Bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli Pertamax ke Pertalite.
Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina semakin berat karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian.
"Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru tersebut," kata Djoko.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Solar adalah prioritas pertama yang akan pemerintah atur karena BBM jenis ini digunakan tidak hanya oleh kendaraan bermotor, tetapi industri-industri pertambangan dan perkebunan, hingga kapal-kapal besar. Adapun Pertalite hanya terjadi pergeseran konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan bahwa parlemen telah bertemu dengan PT Pertamina (Persero) dan BPH Migas membicarakan terkait aturan pembelian BBM bersubsidi.
Dalam pertemuan itu, ungkap Mulyanto, Pertamina mengharapkan agar aturan pembelian bisa ditata supaya penyaluran BBM subsidi dan penugasan bisa lebih tepat sasaran.
"Ketika harga Solar yang tidak disubsidi semakin meningkat, artinya disparitas semakin tinggi, ini semakin rawan, sehingga solar harus diatur. Kemudian ketika menyusul Pertamax ikut naik terjadi hal yang serupa ada gap yang tinggi antara Pertalite dan Pertamax," ujar politisi PKS tersebut.
Pemerintah kini tengah merumuskan konsumen yang berhak menerima BBM bersubsidi. Sekarang secara umum yang berhak menerima BBM bersubsidi adalah usaha kecil, usaha mikro, petani kecil lahannya di bawah dua hektare, kendaraan umum.
Dalam berbagai forum, lanjut Mulyanto, ia cenderung mengusulkan agar pemerintah memperketat pembelian Pertalite, di mana mobil mewah maupun mobil dinas tidak diperbolehkan menggunakan Pertalite termasuk juga Solar.
"Kami arahkan agar pembelian lebih tepat sasaran kepada yang membutuhkan. Jadi, itu urgensinya," pungkas Mulyanto.
(RZD)