Kepala Balai Besar TNGL Ujang Mamat Rahmat disela-sela pelatihan jurnalistik INJI Warrior Camp 2 di Rock Island Bukit Lawang, Kabupaten Langkat (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) meyakini bila konflik satwa liar Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan manusia bukan karena berkurangnya mangsa di hutan.
Keyakinan ini menilik dari 2 kasus konflik Harimau Sumatera yang masuk ke pemukiman warga di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat dan Kecamatan Dabun Gelang Kabupaten Gayo Lues. Kedua kasus tersebut terjadi pada medio Agustus 2022.
"Sejak saya menjabat pada Agustus sampai sekarang, di TNGL itu yang tertangani 2 kasus Harimau," ungkap Kepala Balai Besar TNGL Ujang Mamat Rahmat disela-sela pelatihan jurnalistik INJI Warrior Camp 2 di Rock Island Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Kamis (10/11).
Mamat merinci, kedua kasus tersebut yakni, Harimau Sumatera bernama Bestie, yang masuk ke kandang jebak di Sei Sirah Desa Halaban Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, pada 31 Agustus 2022.
Sedangkan kasus di Kabupaten Gayo Lues, Harimau Sumatera berumur 4-5 tahun terkena jerat di lokasi Areal Penggunaan Lain (APL) wilayah Desa Sangir, Kecamatan Dabun Gelang, Kabupaten Gayo Lues, berdekatan dengan kawasan Hutan Lindung, pada 11 Agustus lalu.
Mamat menjelaskan, banyak faktor yang menjadi penyebab satwa liar keluar dari habitatnya dan masuk ke pemukiman warga. Hingga akhirnya, hewan peliharaan warga menjadi mangsa satwa liar tersebut.
Katanya, tidak ada mangsa di hutan menjadi salah satu penyebab sehingga Harimau Sumatera ke luar dari habitatnya. Menurut Mamat, secara naluri Harimau akan ke luar habitatnya bila tidak ada mangsa.
Faktor umur juga menjadi salah satu penyebabnya. Harimau muda akan ke luar dari habitatnya untuk mencari teritorial baru. Sedangkan Harimau tua, juga akan ke luar dari habitatnya karena kalah bersaing dengan yang masih muda.
"Juga karena tidak ada aman. Ini karena jerat, diancam, ada perburuan sehingga pergi ke kampung warga," jelas Mamat.
Namun, jelas Mamat, dari kedua kasus Harimau Sumatera tersebut, diyakini, keluarnya hewan dengan status Critically Endangered atau Kritis (IUCN Redlist) ini dari habitatnya karena faktor umur.
"Ketika cek umurnya, ternyata umur remaja. Dari harimau yang kita amankan ini. Akhirnya dugaan saya, akibat remaja ini menjelajah mencari teritorial baru. Karena kebetulan, kawasan TNGL ini berbatasan dengan masyarakat," ujarnya.
Alasan tersebut, katanya, berdasarkan pemeriksaan di lapangan yang menjadi 'Si Belang' keluar dari teritorialnya tersebut. Faktor makanan, Mamat tegaskan hal tersebut tidak sesuai karena masih banyaknya mangsa hewan karnivora itu di habitatnya.
"Ketika saya cek, dari data bahwa mangsa masih banyak. Artinya makanan masih banyak di hutan. Artinya, bicara kekurangan makanan tidak," yakinnya.
Faktor perburuan, pihaknya tidak menemukan bukti kuat alasan Harimau Sumatera ke luar dari teritorialnya. Meski adanya jerat ditemukan, namun itu untuk menjebak babi hutan.
"Bestie ini akan dirilis 23 November nanti. Satu lagi, Ratu di Blankejeren, Kabupaten Gayo Lues. Konflik dengan masyarakat. Tapi masyarakat di sana minta dikembalikan dan sudah dikembalikan ke alamnya di Blankejeren," tambah Mamat.
(JW/RZD)