Aceh Serahkan Data Lima Ribu Kasus Pelanggaran HAM

Aceh Serahkan Data Lima Ribu Kasus Pelanggaran HAM
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar bersama Ketua DPRA, Saiful Bahri menyerahkan kasus pelanggaran HAM di Aceh kepada Menkopolhukam Mahfud MD. (Analisadaily/Muhammad Saman)

Analisadaily.com, Jakarta – Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, menyerahkan data lima ribu kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh kepada Pemerintah Pusat. Data itu bersumber dari rekapitulasi investigasi yang telah dimbil pernyataan langsung oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.

“Ini merupakan pertemuan yang kedua Wali Nanggroe dengan Menkopolhukam pasca pengakuan presiden terhadap tiga kasus pelanggaran HAM berat yang diumumkan di Istana Negara, 11 Januari lalu,” ujar Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, Nasir Syamaun, Jumat (3/3).

“Kita minta segera ada tindaklanjut dari negara terhadap tiga kasus yang telah ada pengakuan dari presiden, dan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi di Aceh di masa lalu,” kata Malik.

Hingga saat ini ada 5.000 kasus yang telah dikumpulkan KKR Aceh. Di luar 5.000 itu, masih ada banyak lagi yang sedang dikumpulkan. Kemudian ada kasus pelanggaran HAM lain pasca damai, misalnya kasus pembantaian di Atu Lintang, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.

Malik menceritakan, pasca kasus Atu Lintang terjadi, ia turun langsung ke lapangan untuk meredam suasana yang semakin memanas.

“Alhamdulillah, meskipun suasana di lapangan saat itu sangat panas, kita masih bisa mempertahankan perdamaian Aceh. Kita sangat komit dengan perdamaian ini, dan kita juga ingin Pemerintah Pusat komit dengan apa yang telah diatur dalam MoU Helsinki dan UUPA,” tambah Malik.

Ketua DPRA Pon, Yahya juga menyerahkan surat tembusan DPRA kepada Presiden, terkait program penguatan perdamaian Aceh, khususnya poin 3.2.5 MoU Helsinki, yang di antaranya memuat alokasi tanah bagi para mantan kombatan GAM, dan alokasi tanah, pekerjaan serta jaminan sosial bagi tapol/napol GAM.

Abu Razak yang merupakan mantan Panglima Operasi GAM semasa konflik menyampaikan, pihaknya tetap komit dengan perdamaian. Selama ini, pihaknya terus berupaya menjaga stabilitas 50 ribu mantan kombatan GAM di lapangan.

“Dan itu bukan perkara mudah,” kata Abu.

Hingga saat ini, ia terus mendapat desakan-desakan di lapangan, terkait implementasi secara menyeluruh butir-butir perjanjian damai Aceh, dan pasal-pasal dalam UUPA.

Bahkan, karena implementasi perdamaian Aceh tidak tuntas meskipun telah memasuki usia 17 tahun, pihaknya mendapat banyak tuduhan dari para mantan kombatan GAM.

“Kami minta agar poin poin MoU Helsinki harus segera diselesaikan. Kami terus mendapat tekanan dari lapangan,” kata dia.

Selain itu, juga ada tanggungjawab lain yang diharus dirawat, yaitu anak-anak korban konflik yang saat ini telah beranjak dewasa, yang ingin menempuh pendidikan, atau yang sedang menempuh pendidikan. “Mereka juga bertanya kepada kami tentang keberlanjutan perdamaian seperti yang tertuang dalam MoU Helsinki dan UUPA.

Sementara terkait regulasi-regulasi mengenai kekhususan dan keistimewaan Aceh, Ampon mengatakan tidak semua kementerian memahami kewenangan Aceh.

Misalnya, mengenai Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang perizinannya harus ke Kementerian, padahal sudah diatur jelas dalam UUPA bahwa itu merupakan kewenangan Aceh.

Menanggapi penyampaian dari delegasi Aceh, ia mengaku akan mengakomodir semua laporan-laporan yang disampaikan, dan menjadi catatan bagi dirinya sebagai Menkopolhukam, untuk kemudian segera melapor kepada Presiden Jokowi.

(MHD/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi