Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), Royke Tumilaar (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Bank Negara Indonesia telah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Tahun Buku 2022 dan telah menyetujui pembagian dividen sebesar 40 persen atau senilai total Rp7,32 triliun.
Nilai ini naik 2,69 kali lipat dari total dividen tahun buku 2021 yang sebesar Rp 2,72 triliun. Dengan demikian, nilai dividen per lembar saham kali ini ditetapkan Rp 392,78, dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp146.
Dengan memperhitungkan komposisi saham milik Pemerintah yang sebesar 60 persen, maka perseroan akan menyetorkan dividen senilai Rp4,39 triliun ke rekening Kas Umum Negara.
Sementara itu, atas kepemilikan 40 persen saham publik senilai Rp2,92 triliun akan diberikan kepada pemegang saham sesuai dengan porsi kepemilikannya masing-masing.
Sedangkan sebesar 60% dari Laba Bersih Perseroan atau senilai Rp10,98 triliun akan digunakan sebagai saldo laba ditahan untuk pengembangan usaha berkelanjutan BNI ke depan.
Perseroan tetap optimis dapat membukukan pertumbuhan kinerja positif seiring dengan agenda transformasi yang masih berjalan di 2023.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyampaikan, kenaikan rasio pembayaran dividen menjadi 40% di tahun ini dilakukan seiring dengan kinerja keuangan perseroan yang terus membaik dengan capaian laba Rp18,3 triliun di 2022.
Perseroan juga mampu mengelola rasio kecukupan permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada level yang sehat mencapai 19,3 persen di Desember 2022, sehingga kami memiliki kapasitas untuk membagi dividen dengan rasio dan nilai yang lebih besar.
"Dengan meningkatnya nilai dividen per lembar saham tahun ini menjadi Rp 392,78, diharapkan dapat memberikan dividen yield yang optimal kepada share holder," ujar Royke, Kamis (16/3).
Royke menuturkan, perseroan optimis dalam meningkatkan kinerja secara berkelanjutan. Secara umum, tahun 2023 diprediksi sebagai tahun yang penuh tantangan dengan masih berlanjutnya isu geopolitik, perlambatan ekonomi dan tekanan inflasi secara global. Inflasi pun diperkirakan melandai ke 3,8 persen setelah meredanya dampak kenaikan harga BBM ke inflasi konsumen. Stabilnya ekonomi domestik ini tentunya akan menjadi katalis pertumbuhan bisnis yang sehat bagi perbankan.
“Dengan mempertimbangkan prospek dan potensi bisnis serta kondisi makro ekonomi, perseroan tetap optimis pertumbuhan kinerja akan positif seiring dengan agenda transformasi yang masih berjalan di 2023,” tuturnya.
Royke mengutarakan, tahun ini perseroan telah menyusun rencana bisnis bank dengan indikator kinerja utama berupa pertumbuhan kredit hingga 10,0%, dengan NPL Gross kurang dari 2,5 persen di penghujung 2023.
Target pertumbuhan neraca yang berkualitas tersebut, diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap profitabilitas perseroan, sehingga NIM diproyeksikan berada di atas 4,8% dan ROE di kisaran 15,7 persen - 16 persen. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, perseroan mengembangkan solusi transaksi dan pembiayaan ekosistem untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang beragam.
(CSP)