Hal itu disampaikan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, Liliek Marhaendro Susilo, Selasa (11/4) malam.

"Musim haji 2023 bertepatan dengan cuaca panas menyengat. Diperkirakan hawa panas bisa mencapai 48 derajat celsius, bahkan lebih," katanya.

Kendati demikian, Liliek Marhaendro menjelaskan, dalam konsumsi air, ada caranya atau teknik khusus. "Yaitu satu menit satu teguk. Dalam satu jam bisa 200 mililiter air," paparnya di hadapan peserta Bimtek PPIH Arab Saudi.

“Teknik seperti itu penting. Karena jika langsung minum air dalam jumlah banyak, di Masjid Nabawi Madinah dan Masjidilharam Makkah, toilet jaraknya jauh. Kalau minumnya langsung banyak, berpotensi selalu ingin ke belakang, ke toilet, padahal jauh. Makanya, per teguk tapi sering,” tambahnya.

Disebutkannya, saat puncak haji yakni prosesi di Arafah, Muzdalifah dan Mina, biasanya jumlah jemaah haji yang meninggal mengalami peningkatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi, di antaranya ancaman suhu panas atau tinggi, ditambah dengan aktivitas yang begitu padat.

Faktor selanjutnya, yakni kerentanan kesehatan pada jemaah haji, karena haji 2023 jumlah lansia lebih dari 67 ribu atau sepertiga dari jumlah total jemaah. Selain itu juga terdapat ancaman kekambuhan penyakit yang dipicu oleh kelelahan dan kondisi fisik yang menurun.

Dari berbagai kerentanan tersebut, dibutuhkan kampanye petugas haji kepada jemaah haji 2023, di antaranya minum tak menunggu haus atau jangan sampai kehausan, minum obat teratur bagi jemaah haji risti dan memiliki komorbid.

Liliek Marhaendro Susilo kembali menjelaskan, sebagai puncak haji, kegiatan di Armuzna seharusnya para jemaah haji 2023 mengatur tenaga atau energinya. Misalnya, saat di Makkah sebelum ke Armuzna, jemaah haji harus menghemat energi dengan mengurangi ibadah-ibadah sunah.

“Apalagi berdasarkan data, dari total jumlah jemaah haji, 30 persen mandiri dalam beribadah, dan sisanya 70 persen memiliki risiko kesehatan,” pungkasnya.

(KAH/RZD)