Sejarawan sekaligus Director of South Asian Center, Institute of Asian Studies Chulalongkorn University, Thailand Jirayudh Sintuphan pada acara kuliah umum tentang Ras, Etnis, dan Kolonialisme yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (28/4/2023) (ANTARA/Sean Filo Muhamad)
Analisadaily.com, Jakarta - Sejarawan asal Thailand Jirayudh Sintuphan mengungkapkan pola pikir etnis dan rasisme diciptakan oleh Bangsa Eropa pada masa kolonialisme untuk membantu mereka menguasai dunia.
"Ide adanya ras bukan natural, bukan kita yang membuat. Begitu pula etnis, bukan bangsa kita masing-masing yg menciptakan, itu semua dari Barat," kata Jirayudh setelah diterjemahkan pada acara kuliah umum tentang Ras, Etnis, dan Kolonialisme di Jakarta, dilansir dari Antara, Jumat (28/4).
Jirayudh mengungkapkan seperti halnya Padang dan Aceh, pada era kolonialisme pola pikir rasisme sengaja dibentuk untuk mengakui etnis masing-masing sebagai etnis Aceh dan etnis Padang, bukan satu kesatuan sebagai etnis Indonesia atau etnis Sumatera.
Proses terbentuknya ras terjadi ketika para penjajah ingin mendominasi di sebuah tempat yang baru didatangi. Perlakuan rasial dilakukan untuk mempermudah dalam membeda-bedakan kelompok lain dan menunjukkan superioritas kelompok penjajah.
"Masyarakat dikategorikan ke dalam beberapa golongan ras untuk tujuan politik dan ekonomi," kata Director of South Asian Center, Institute of Asian Studies Chulalongkorn University, Thailand, tersebut.
Jirayudh mengatakan sebelumnya juga telah dilakukan studi oleh Oliver Cox mengenai kasta, kelas, dan ras, yang mengenalkan ras diciptakan untuk mengeksploitasi manusia untuk mendapatkan sesuatu dari kelompok lainnya.
Contohnya, kata dia, seperti perbudakan di Afrika yang menjadi komoditas untuk menciptakan kekayaan kepada pihak kolonial yang dianggap lebih berharga.
Jirayudh menjelaskan perbudakan di Afrika terjadi karena merosotnya ekonomi Eropa sehingga beberapa warganya harus mencari tempat untuk mencari kehidupan baru.
Afrika menjadi salah satu tujuannya. Namun, menurut dia, karena cuaca ekstrim, terkesan hampa, dan terpencil, yang akhirnya para penjelajah dari Eropa berputus asa.
"Di saat yang sama, mereka melihat warga asli Afrika tetap kuat untuk hidup, berburu, dan bekerja. Maka mereka mulai menanamkan pemahaman ras sebagai upaya mempekerjakan warga asli Afrika. Inilah cikal bakal kolonialisme," kata Jirayudh.
Jirayudh juga menjelaskan Bangsa Eropa juga menggunakan cara yang sama dengan agama karena mampu memisahkan satu golongan dengan budaya dan bahasa yang sama. Seperti halnya sebagian Provinsi Bengal, India, dan Bangladesh, yang memiliki budaya yang sama tapi harus dipisahkan karena perbedaan agama.
"Di Indonesia terdapat Lombok dan Bali yang seolah-olah dipisahkan. Keberagaman itu baik, namun pada awalnya hal ini diciptakan oleh Bangsa Eropa demi keuntungan mereka," tutup Jirayudh.
(RZD)