Mantan Bupati Aceh Tamiang Ditahan, Kasus Jual Beli Tanah Negara

Mantan Bupati Aceh Tamiang Ditahan, Kasus Jual Beli Tanah Negara
Penyidik Kejati Aceh menahan mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil (tengah) dan dua tersangka lainnya TY dan TR dalam kasus dugaan korupsi tanah negara, Selasa (6/6) (Analisadaily/Muhammad Saman)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Mantan Bupati Aceh Tamiang Periode 2017-2022, Mursil, yang juga mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Tamiang tahun 2009 ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh setelah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi jual beli tanah negara.

Selain Mursil, juga ikut ditahan dua tersangka lainnya terkait penguasaan lahan Eks-HGU PT. Desa Jaya Alur Jambu dan PT. Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti, serta Penerbitan beberapa Sertifikat Hak Milik atas Tanah Negara oleh pengurus PT. Desa Jaya Alur Meranti.

Dua tersangka lainnya yang ditahan adalah T Yusni (Direktur PT. Desa Jaya Alur Jambu dan Direktur PT. Desa Jaya Alur Meranti) serta tersangka T Rusli selaku penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Deddi Taufik SH, Selasa (6/6) membenarkan penahanan tiga tersangka dalam kasus penjualan tanah negara tersebut.

"Pada hari ini Selasa, 6 Juni 2023 penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh telah melakukan penahanan para tersangka atas nama M (Kepala Kantor BPN Aceh Tamiang Tahun 2009), TY dan TR," ujar Deddi Taufik.

Ia menjelaskan, sesuai dengan surat panggilan terhadap para tersangka telah dilakukan pemeriksaan pada Selasa tanggal 6 Juni 2023.

Selanjutnya, para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 6 - 25 Juni 2023 di Rutan Kelas IIB Banda Aceh.

"Ketiga tersangka ditahan setelah dipanggil untuk diperiksa lanjutan di Kejati hari ini, Selasa, 6 Juni 2023.
Para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai 6 sampai 25 Juni 2023 di Rutan Kelas II B Banda Aceh. Ketiga tersangka melanggar pasal 2 Jo pasal 3 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ungkapnya.

Disebutkannya, tersangka Mursil selaku Kepala Kantor BPN Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2009 melakukan perbuatan melawan hukum yakni menerbitkan Sertifikat Hak Milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara.

Kemudian, memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik. Tersangka TY, perbuatan melawan hukum yakni melakukan musyawarah dengan panitia pengadaan tanah tanpa kuasa pemegang hak dan alas hak.

Menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dari tanah negara. Serta memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.

Tersangka TR selaku penerima ganti rugi oengadaan tanah melakukan perbuatan melawan hukum yakni mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara.

Mengajukan dan menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Serta memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.

Adapun kronologis kasus tersebut pada tahun 1963, PT Desa Jaya dengan Direktur Alm. Tengku Abdul Jalil (Ayah Kandung TY dan TR) memiliki 2 Hak Guna Usaha (selanjutnya disebut HGU) berupa lahan perkebunan karet.Yakni HGU Nomor 25 D/H No. 1 (12 September 1970) (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963) dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada tanggal 22 Agustus 1988 seluas 885,62 ha.Serta HGU Nomor 24 D/H no. 1 dikeluarkan pada tanggal 12 September 1970 (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963) dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada tanggal 22 Agustus 1988 (dihitung sejak didaftarkan) seluas 1.658 ha.

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan dari tahun 1988 hingga sekarang, kedua perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan dalam melaksanakan usaha perkebunan.

Pada tahun 2009 pengurus PT. Desa Jaya TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah negara yang berdekatan dengan Lahan Ex-HGU PT. Desa Jaya Alur Meranti dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara TR dengan dibantu oleh M (Kepala Kantor Pertanahan Aceh Tamiang Tahun 2009) membuat permohonan kepemilikan hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun.Setelah terbit sertifikat pada 5 Juni 2009, selang beberapa hari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada TR atas tanah tersebut seharga Rp 6.430.000.000.

PT. Desa Jaya Alur Meranti dan PT. Desa Jaya Alur Jambu mendapatkan keuntungan ilegal yang berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan secara melawan hukum dan tidak berhak menerima ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang tahun 2009 yang berdampak kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berkisa Rp 64.000.000.000.

Dari hasil pelaksanaan ekspose berdasarkan bukti permulaan, cukup untuk menetapkan tiga tersangka sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap tindak Pidana Korupsi Penguasaan Lahan Eks-HGU PT. Desa Jaya Alur Jambu dan PT. Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti, serta penerbitan beberapa Sertifikat Hak Milik atas Tanah Negara oleh Pengurus PT. Desa Jaya Alur Meranti yang melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 UU TIPIKOR jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(MHD/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi