Arsip foto - Polisi memfoto imigran Rohingya yang ditampung tempat penampungan di Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Aceh. (ANTARA/M Haris SA)
Analisadaily.com, Aceh - Kepolisian Daerah (Polda) Aceh mencatat 21 kali aksi masyarakat menolak kehadiran imigran Rohingya di provinsi ujung barat Indonesia tersebut dalam rentang waktu sebulan terakhir, karena masyarakat mengkhawatirkan keberadaan mereka.
Kepala Urusan Mitra Subbid Penmas Bidang Humas Polda Aceh, Kompol Yasir, mengatakan penolakan tersebut didasari kekhawatiran masyarakat terhadap imigran Rohingya yang berdatangan ke Aceh tanpa ada penanganan yang pasti dari pihak terkait.
"Terhitung 8 Desember 2023 hingga 5 Januari 2024, kami mencatat ada 21 aksi penolakan masyarakat dan mahasiswa terhadap imigran Rohingya. Penolakan ini karena berbagai kekhawatiran masyarakat terhadap keberadaan imigran tersebut," kata Yasir dilansir dari Antara, Senin (8/1).
Yasir mengatakan kedatangan imigran Rohingya tersebut diduga terkait campur tangan sindikat penyelundupan manusia. Hal ini dibuktikan dengan adanya 24 kasus terkait tindak pidana perdagangan orang terhadap imigran Rohingya.
Dari 24 kasus tersebut, katanya, kepolisian menangkap 45 orang yang ada kaitannya dengan sindikat tindak pidana perdagangan orang yang melibatkan imigran Rohingya ke Aceh.
"Karenanya, perlu adanya kewaspadaan terhadap penyelundupan manusia di balik kedatangan imigran Rohingya di Aceh, sehingga tidak menimbulkan masalah sosial yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat di kemudian hari," kata Yasir.
Perwira menengah Polda Aceh itu mengatakan Indonesia bukan negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsian 1951. Artinya, Indonesia tidak berkewajiban menampung para imigran Rohingya tersebut.
Menurut Yasir, para imigran Rohingya tersebut berasal dari kamp pengungsian di Bangladesh, seperti Cox Bazar. Mereka bisa kabur dari tempat pengungsian tersebut karena ada kelonggaran dan kelengahan pengawasan.
Namun, kata Yasir, yang menjadi fokus kepolisian sekarang ini melakukan pengamanan terhadap imigran Rohingya tersebut guna mencegah konflik sosial dengan masyarakat.
"Sedangkan kewenangan penanganan imigran Rohingya tersebut merupakan ranahnya UNHCR, lembaga PBB yang mengurusi pengungsian internasional," kata Yasir.
(CSP)