Pembukaan Hutan di Bulumario Sipirok Jadi Ancaman Bagi Habitat Orangutan Tapanuli (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Sipirok - Aktivitas pembukaan hutan dan penebangan pohon secara masif di Desa Bulumario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), menjadi ancaman bagi keberadaan spesies dan habitat orangutan tapanuli.
Pasalnya, koridor yang menjadi penghubung hewan terancam punah tersebut rusak. Terkait hal ini, Koordinator Jaringan Masyarakat Marjinal (JAMM), Hendrawan Hasibuan, mengajak semua pihak, khususnya pemerintah yang berwenang, mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumut, BPHL (Balai Pengelolaan Hutan Lestari), KPH, BKSDA, bersama-sama menjaga koridor habitat orangutan tapanuli.
“Salah satunya jangan dengan mudah mengeluarkan berbagai macam izin yang berkaitan dengan kehutanan. Mari kita semua menjaga karidor habitat orangutan tapanuli. Kita sudah lama mendelakrasikan bahwa orangutan tapanuli merupakan satwa langka yang sudah menjadi hewan primadona yang hanya ada di ekosistem Batangtoru,” kata Hendrawan, Jumat (19/4).
“Maka, untuk semua pihak, tolonglah kita menjaga selalu koridor dan habitat orangutan tapanuli serta harimau yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan. Menjaga dan menyelamatkan koridor orangutan tapanuli sama dengan menyelamatkan tempat keberadaan orangutan tapanuli,” sambungnya.
Diungkapkan Hendrawan, selama ini pohon-pohon besar yang berada di sepanjang koridor orangutan tapanuli banyak diincar oleh investor-investor, karena kayunya memiliki nilai jual yang sangat tinggi.
“Kondisi ini sudah kita inventarisasi dan investigasi. Jika dibiarkan, akan sangat mengancam terhadap keberadaan orangutan tapanuli,” ungkap Hendrawan, yang juga Ketua DPW Sarikat Hijau Indonesia (SHI).
Menurutnya, danya aktivitas pembukaan lahan dan penebangan hutan yang berada di lokasi koridor orangutan tapanuli tersebut tidak hanya mengancam, tetapi juga merusak ekosistem yang ada.
“Tidak hanya orangutan tapanuli, lokasi tersebut juga menjadi lintasan harimau sumatra. Pasti akan menjadi ancaman, dan berpotensi adanya konflik manusia dengan satwa,” sebutnya.
Melihat kondisi tersebut, Hendrawan meminta kepada pihak terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumut, BPHL (Balai Pengelolaan Hutan Lestari), KPH, BKSDA segera menindaklanjutinya.
"Kita akan surati pihak terkait. Jika sudah ada izin yang dikeluarkan, maka kita minta untuk diverifikasi ulang. Dan jika belum, harus dilakukan pengkajian secara mendalam," ujarnya.
Diterangkan Hendrawan, sesuai dengan regulasi yang ada, lokasi tersebut masuk dalam wilayah koridor orangutan tapanuli. Jika dirusak, akan mengancam satwa kunci yang ada di ekosistem Batangtoru.
“Kita minta untuk ditinjau ulang kembali dan dihentikan. Tidak hanya akan merusak habitat orangutan dan satwa lainnya, juga akan mengancam keberadaan kampung-kampung yang berada di sekitarnya, dan beresiko rawan bencana,” tandasnya.
(REL/RZD)