Windy Aginta dan Elisabeth Siahaan. (Analisadaily/Istimewa)
Oleh: Windy Aginta dan Elisabeth Siahaan*
HAMPIR setiap tahun di hari buruh, para pekerja meminta dihapuskan sistem outsourching. Outsourcing adalah isu yang kompleks dan memerlukan keseimbangan antara kepentingan bisnis dan hak-hak pekerja. Outsourcing telah menjadi fenomena yang tidak terelakkan dalam dunia bisnis modern. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, perusahaan di Indonesia semakin menyadari manfaat dan potensi outsourcing untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, serta fokus pada kegiatan inti bisnisnya. Namun, seperti halnya strategi bisnis lainnya, outsourcing juga memiliki tantangan dan dampak yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh sebelum memutuskan untuk mengadopsinya.
Outsourcing dapat didefinisikan sebagai tindakan mengalihkan sebahagian aktivitas pendukung di perusahaan kepada pihak luar (outside provider) melalui sebuah kontrak kerja sama. Dengan mendelegasikan pekerjaan pendukung kepada pihak eksternal yang lebih berpengalaman dan ahli, sehingga meningkatkan efisiensi dengan fokus pada kompetensi inti, sambil memanfaatkan keahlian dan sumber daya dari pihak eksternal yang lebih memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.
Namun, outsourcing juga membawa risiko dan tantangan yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah kehilangan kendali terhadap operasional bisnis. Ketika perusahaan mengalihkan sebagian tanggung jawabnya kepada pihak luar, ada kemungkinan terjadiketidakcocokan antara ekspektasi dan kualitas yang diberikan oleh vendor. Oleh karena itu, perusahaan user perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap vendor yang akan dipilih dan mengawasi pelaksanaan perjanjian kerjasama agar risiko dapat diminimalisir.
Perusahaan user perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari praktik outsourcing ini. Meskipun outsourcing dapat memberikan keuntungan jangka pendek, seperti peningkatan skala dan kapasitas operasional, perlu dipertimbangkan juga dampak jangka panjangnya terhadap kualitas produk,jasa, kepuasan pelanggan, dan posisi pasar perusahaan.
Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan regulasi yang memberikan perlindungan kepada perusahaan user, vendor dan karyawan outsourcing. Perlindungan hukum yang jelas dan ketentuan kontrak yang adil akan memberikan kepastian bagi ketiga pihak dalam menjalankan kerjasama outsourcing.
Outsourcing adalah strategi bisnis kontroversial yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Dengan pendekatan yang bijak dan pemilihan vendor yang tepat, outsourcing dapat menjadi alat yang efektif bagi perusahaan. Perusahaan harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap vendor yang potensial. Perusahaan harus terus memantau dan mengevaluasi kinerja vendor. Evaluasi reguler terhadap vendor akan membantu memastikan bahwa kualitas layanan tetap terjaga dan tujuan perusahaan tercapai. Jika ditemukan masalah atau ketidaksesuaian, perusahaan harus mengambil tindakan termasuk mempertimbangkan mencari vendor baru jika diperlukan.
Penerapan outsourcing harus berdasarkan analisa dan pertimbangan yang matang terhadap kebutuhan dan strategi bisnis perusahaan. Perusahaan dapat memanfaatkan potensi outsourcing secara optimal dan meminimalkan risiko yang terkait. Bila dikelola dengan bijak, outsourcing dapat menjadi alat yang optimal dalam menghadapi dinamika bisnis yang terus berubah.
Aspek keamanan data juga harus diperhatikan secara serius. Perusahaan harus memastikan bahwa vendor memiliki langkah-langkah keamanan yang memadai seperti adanya peraturan, kebijakan dan kode etik untuk melindungi data perusahaan. Hal ini penting mengingat meningkatnya ancaman keamanan cyber, dimana outsourcing juga akan mengalami transformasi signifikan seperti penggunaan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) dan outsourcing berbasis platform digital yang memanfaatkan teknologi. Keamanan data menjadi hal yang krusial untuk diprioritaskan di era digital saat ini.
Perusahaan user juga perlu mempertimbangkan isu sosial dan etis terkait outsourcing. Perusahaan user harus menggunakan Perusahaan outsourching yang taat pada aturan Pemerintah, yang tidak mempekerjakan tenaga kerja yang dieksploitasi atau melanggar hak asasi manusia dalam rantai pasokan mereka. Memilih vendor yang mematuhi standar moral, etis dan sosial sehingga membantu menghindari dampak negatif.
Outsourcing yang dikenal sebagai alih daya telah menjadi topik yang semakin menarik perhatian banyak pihak sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2023. Terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan, pertama pembatasan jenis pekerjaandimana sebelumnya aturan tentang outsourcing tidak membatasi jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. Namun, UU No. 6 Tahun 2023 kembali membatasi jenis pekerjaan yang dapat di outsourcing. Meskipun belum sepenuhnya jelas, apa yang termasuk dalam kategori “pekerjaan inti” dan “pendukung” yang dapat dialihdayakan. Kedua, mengenai perlindungan pekerjadimana Undang-Undang ini menetapkan bahwa perusahaan outsourcing harus berbadan hukum dan memiliki izin. Selain itu, tanggung jawab atas pekerja outsourcing sepenuhnya berada pada perusahaan penyedia jasa outsourcing. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja dan memberikan kepastian kerja. Ketiga, mengenai ketidakpastian implementasiyaitu meskipun UU No. 6 Tahun 2023 memberikan beberapa titik terang, implementasi aturan ini masih memerlukan peraturan lebih lanjut dari pemerintah.
Secara keseluruhan, outsourcing adalah strategi bisnis yang kompleks dan perlu dipertimbangkan dengan bijak. Outsourcing bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan peluang kolaborasi dan efisiensi. Di sisi lain, ia menimbulkan dilema etika, kontrol, serta risiko disrupsi dan hilangnya pekerjaan. Outsourcing bukan solusi instan. Keputusan untuk outsource harus didasari pertimbangan matang, analisis risiko dan manfaat, serta strategi kolaborasi yang jelas.
*Mahasiswa dan Dosen Doktor Ilmu Manajemen USU?.(BR)