Pemilu Jepang 2024: Perjuangan Perempuan di Tengah Dominasi Politik Laki-laki

Pemilu Jepang 2024: Perjuangan Perempuan di Tengah Dominasi Politik Laki-laki
Karen Makishima, kandidat Partai Demokrat Liberal (LDP) untuk pemilihan umum mendatang, menyapa warga pada hari pertama kampanyenya di depan stasiun kereta di Odawara, Prefektur Kanagawa, Jepang, 15 Oktober 2024. (REUTERS/Irene Wang)

Analisadaily.com, Jepang - Pada pemilihan umum Jepang yang akan digelar pada 27 Oktober mendatang, Karen Makishima menjadi satu-satunya perempuan yang mencalonkan diri dari Partai Demokrat Liberal (LDP) di prefekturnya yang memiliki 20 kursi. Situasi ini mencerminkan sulitnya jalan bagi perempuan Jepang untuk masuk ke dalam dunia politik yang masih didominasi oleh laki-laki.

Meski LDP, partai berkuasa di Jepang, telah berjanji untuk mengurangi kesenjangan gender yang signifikan di parlemen, upaya ini masih jauh dari harapan. Meskipun dalam pemilu kali ini jumlah kandidat perempuan mencapai rekor seperlima dari total kandidat, target pemerintah untuk memiliki 35% kandidat perempuan pada majelis rendah tahun 2025 kemungkinan besar tidak akan tercapai.


Salah satu hambatan terbesar bagi perempuan di politik Jepang adalah persepsi masyarakat yang masih tradisional. Survei menunjukkan bahwa banyak masyarakat Jepang yang masih memandang perempuan kurang cocok untuk terlibat dalam dunia politik yang penuh tekanan dan jam kerja panjang.

Beberapa pengamat menilai bahwa LDP, yang hampir selalu memegang kendali pemerintahan Jepang sejak periode pasca-perang, belum serius dalam mengecilkan kesenjangan gender di parlemen. Partai ini dianggap tidak berani menerapkan kebijakan yang lebih konkret untuk mendorong representasi perempuan. Sebagai contoh, hanya 16% dari kandidat LDP dalam pemilu kali ini adalah perempuan, dibandingkan dengan 22% kandidat perempuan dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ), partai oposisi utama.

Meskipun kesetaraan gender mungkin bukan isu utama dalam pemilu kali ini, isu ini tetap menjadi perhatian internasional. Jepang hanya memiliki sekitar 10% anggota parlemen perempuan di majelis rendah, angka yang sangat rendah dibandingkan rata-rata 30% di negara-negara demokrasi maju lainnya yang tergabung dalam G7. Laporan Forum Ekonomi Dunia tahun 2024 menempatkan Jepang di peringkat 118 dari 146 negara dalam hal kesenjangan gender.

LDP sendiri telah menetapkan target untuk memiliki 30% anggota parlemen perempuan pada tahun 2033. Namun, banyak ahli kesetaraan gender yang menilai bahwa tanpa rencana konkret seperti penerapan kuota gender, target tersebut sulit tercapai.

Di tengah ketidaksetaraan yang masih lebar, beberapa anggota LDP mulai menyadari perlunya tindakan yang lebih berani untuk memperbaiki situasi ini. Karen Makishima, dalam kampanyenya, terus mendorong perubahan pandangan masyarakat bahwa politik bukanlah bidang yang eksklusif bagi laki-laki.

"Kerugian terbesar dari jumlah legislator perempuan yang rendah adalah tidak mengubah persepsi tradisional," ujarnya, dilansir dari Reuters, Rabu (23/10/2034).

Dengan skandal yang melanda partai dan tantangan dalam pemilu mendatang, LDP membutuhkan dukungan dari semua kalangan, termasuk perempuan. Pemilu ini bisa menjadi momen penting bagi Jepang untuk mempersempit kesenjangan gender di dunia politik dan menunjukkan komitmennya terhadap kesetaraan yang lebih baik.

Kehadiran Karen Makishima sebagai satu-satunya kandidat perempuan di prefekturnya menggambarkan tantangan besar yang masih dihadapi perempuan di dunia politik Jepang. Dengan kesenjangan gender yang masih lebar dan lambatnya perubahan kebijakan, masa depan kesetaraan gender di Jepang sangat bergantung pada keberanian partai-partai politik untuk mengambil langkah-langkah yang lebih konkret.

Baca Juga

Rekomendasi