Ilusrtasi Apple Vs Epic Games. (Analisadaily/Istimewa)
Oleh: Sarah Adelia, Mawar B. Pangaribuan, Wesly Silalahi, M.Wico
APPLE Inc merupakan perusahaan multinasional yang merancang dan menjual barang elektronik konsumen, perangkat lunak komputer, dan komputer pribadi. Perusahaan teknologi raksasa ini memiliki komitmen yang besar dalam peningkatan teknologi di seluruh dunia yang menjadikan Apple sebagai nama besar sekaligus nama familiar di berbagai khalayak. Kerja sama yang dilakukan oleh Apple dengan berbagai perusahaan seperti pengembang aplikasi merupakan salah satu contoh dalam mewujudkan komitmen tersebut.
Namun, kerja sama yang dilakukan oleh Apple tidak selalu berjalan mulus, banyak persoalan sampai gugatan diterima dari berbagai pengembang aplikasi. Epic Games sebagai pengembang game terkenal yang salah satunya adalah Fortnite mengajukan gugatan hukum terhadap Apple ke Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Utara California.
Dilansir dari epicgames.com, kasus ini dimulai pada Agustus 2020 ketika Epic Games pengembang game Fortnite mengimplementasikan sistem pembayaran langsung dalam game mereka untuk menghindari penggunaan sistem pembayaran Apple App Store. Hal tersebut melanggar kebijakan Apple yang mengharuskan semua transaksi dalam aplikasi menggunakan sistem pembayaran mereka sendiri yang dikenakan komisi 30%. Apple segera merespon dengan menghapus Fortnite dari App Store, yang memicu Epic Games untuk menggugat Apple.
Epic menuduh Apple melakukan praktik monopoli dengan mengontrol distribusi aplikasi dan pembayaran di IOS. Pada September 2020 Epic Games mengajukan gugatan hukum terhadap Apple dengan alasan bahwa Apple menyalahgunakan kekuasaan pasar mereka untuk memonopoli distribusi aplikasi dan pembayaran digital. Pada Oktober 2020 Pengadilan mengeluarkan perintah sementara yang memaksa Apple untuk memungkinkan pengembang untuk mengarahkan pengguna ke sistem pembayaran eksternal, tetapi Fortnite tetap tidak tersedia di App Store.
Pada Mei 2021 Sidang pengadilan dimulai dengan kedua belah pihak mengajukan bukti dan argumen mereka. Epic Games berargumen bahwa Apple merugikan persaingan dengan kebijakan mereka, sementara Apple berargumen bahwa kebijakan tersebut diperlukan untuk menjaga keamanan dan integritas platform. Pada September 2021 Pengadilan memutuskan sebagian mendukung Epic Games dengan memutuskan bahwa Apple harus mengizinkan pengembang untuk menyertakan informasi tentang opsi pembayaran di luar aplikasi.
Namun, keputusan ini tidak sepenuhnya memihak Epic dan Apple masih memiliki kontrol besar atas ekosistemnya. Pada April 2022 Epic Games mengajukan banding atas keputusan tersebut, sementara Apple juga mengajukan banding terhadap beberapa keputusan pengadilan. Pada Desember 2022 Pengadilan banding mengeluarkan keputusan yang sebagian besar mendukung Apple dengan tetap mempertahankan beberapa keputusan yang mendukung Epic Games.
Dalam upaya terbaru ini, Epic Games meminta Mahkamah Agung AS untuk mempertimbangkan dua poin utama: apakah Apple melanggar hukum antitrust dengan membatasi pengembang menggunakan opsi pembayaran selain sistem mereka sendiri dan apakah pengadilan banding salah dalam membatasi perintah pengadilan yang memaksa Apple untuk mengizinkan opsi pembayaran di luar sistemnya. Epic Games berargumen bahwa keputusan pengadilan banding mendukung dominasi Apple yang berpotensi merugikan pengembang aplikasi dan konsumen dengan biaya yang lebih tinggi dan pilihan yang lebih terbatas.
Apple, di sisi lain, mengklaim bahwa langkah-langkah mereka adalah untuk menjaga keamanan dan privasi pengguna di platformnya. Keputusan Mahkamah Agung AS untuk mengambil atau menolak kasus ini akan memiliki dampak signifikan, tidak hanya bagi Apple dan Epic Games, tetapi juga bagi ekosistem aplikasi yang lebih luas. Permohonan ke Mahkamah Agung ini mencerminkan eskalasi besar dalam sengketa hukum antara dua perusahaan teknologi besar ini, yang telah menarik perhatian luas dan bisa berdampak besar pada masa depan regulasi aplikasi di platform digital.
Tinjauan Praktik Monopoli Berdasarkan Hukum Indonesia
Epic Games sebagai salah satu pengembang game terbesar di dunia mempunyai pangsa pasar yang sangat luas. Berdasarkan backlinko.com akun pengguna epic games pada tahun 2023 di seluruh dunia mencapai 270 juta lebih dimana Indonesia sebagai salah satu negara pengakses epic games tersebut.
Ketentuan hukum mengenai monopoli dan persaingan usaha di Indonesia perlu dibandingkan mengingat epic games sendiri banyak dimainkan di Indonesia seperti ketersediaan konten epic games yang sering menawarkan game gratis setiap minggunya dan seringkali menawarkan ekslusifitas game yang tidak tersedia di platform lain, dan epic games ini sangat dikenal dengan promosi dan penawaran yang sangat besar-besaran seperti memberikan game gratis secara reguler ini membuat banyak pemain Indonesia membandingkannya dengan penawaran platform game lain, epic games juga sering menawarkan harga yang kompetitif atau diskon yang lebih menarik, epic games juga dikenal perannya dalam industri game melalui Uneral engine, alasan inilah yang membuat epic games menjadi menarik di Indonesia dan banyak yang menggunakan.
Berdasarkan hukum Indonesia, maka permasalahan antara Epic Games dengan Apple dapat dianalisis berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adanya UU ini mengingat monopoli sangat ditakuti terutama pada negara-negara yang baru mulai mencoba memasuki area perdagangan dunia yang bebas, yang mana monopoli dikhawatirkan akan dapat meninggikan harga dan membatasi jumlah produksi atau output dibandingkan dengan Pasar dengan persaingan. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur kegiatan bisnis dan melarang dilakukan tindakan tindakan tertentu oleh pelaku usaha.
Penghentian akun pengembang Epic Games oleh Apple merupakan salah satu tindakan larangan bagi pelaku usaha dalam hal ini Apple yang mana implikasinya adalah batal demi hukum. Pelaku bisnis yang mempraktekkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara para pelaku usaha dapat diancam sanksi administratif dan sanksi pidana sesuai dengan pasal 47 dan pasal 48.
Penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia diserahkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), selain keterlibatan aparat Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Penegakan pelanggaran hukum persaingan harus dilakukan terlebih dahulu melalui KPPU. Selain itu, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 juga bertujuan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Ketika tujuan tersebut terpenuhi, stabilitas perekonomian dan kepastian hukum menjadi lebih terjamin.
Kesimpulan
Persaingan bisnis yang sehat sangat diperlukan agar kualitas dari produk yang ditawarkan pelaku usaha memiliki nilai dan kualitas yang bisa bersaing yang kelak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada masyarakat. Namun, perlu juga diingat bahwa setiap ketentuan hukum yang berlaku dalam aktivitas bisnis harus dipatuhi, terlebih aktivitas bisnis ini tidak hanya berbicara tentang keuntungan yang bisa diraup oleh pelaku usaha, namun bagaimana bisnis tersebut juga dapat memberikan dampak positif bagi konsumen, yang searah dengan tujuan hukum juga yaitu kemanfaatan. Monopoli sangat ditentang karena dapat mengganggu sistem dan perekonomian yang sedang berjalan.
(BR)