Kisah Haru Saudah: 20 Tahun Menanti Kembalinya Sang Anak yang Hilang Akibat Tsunami Aceh (REUTERS/Willy Kurniawan)
Analisadaily.com, Banda Aceh - Di depan rumah Saudah, seorang warga di Banda Aceh, teronggok dua kapal penjaga pantai yang rusak, terbawa oleh tsunami dahsyat yang melanda 20 tahun lalu. Pemandangan ini menjadi pengingat bagi Saudah bahwa anak bungsunya, Muhammad Siddiq, belum juga pulang.
Gelombang mematikan itu, yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,1 magnitudo, menewaskan sekitar 230.000 orang di lebih dari selusin negara, termasuk India, Indonesia, Sri Lanka, dan Thailand. Peristiwa tersebut menjadi salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah.
Lebih dari separuh korban jiwa berasal dari Aceh, provinsi di ujung utara Sumatra tempat Saudah dan keluarganya tinggal.
Saudah, yang kini berusia 64 tahun, masih mengingat dengan jelas gemuruh bumi yang mengguncang, tetangganya yang berlarian panik, dan detik-detik dirinya memeluk erat Siddiq sambil berteriak kepada tujuh anak lainnya untuk lari ke masjid.
“Saya tidak lari. Saya berbaring sambil memeluk Siddiq erat dan berpikir itu hanya angin. Saya berdoa kepada Tuhan dan bertanya: ‘Apa yang sedang terjadi?’” kenangnya dengan suara bergetar.
Setelah kembali ke rumah, ia melihat gelombang besar mendekat seperti ular raksasa. Memegang Siddiq erat-erat, Saudah berlari ke masjid. Namun saat tiba, gelombang raksasa telah menyapu mereka. Ia dan Siddiq terpisah dalam arus yang dahsyat itu.
Setelah tsunami mereda, Saudah hanya berhasil bertemu kembali dengan enam anaknya. Siddiq dan salah satu putrinya tak pernah ditemukan. Sang putri diduga dimakamkan di salah satu kuburan massal yang dibangun untuk ribuan korban.
Namun, beberapa saksi mata mengatakan mereka melihat Siddiq di antara 500.000 orang yang kehilangan tempat tinggal akibat bencana tersebut. Suaminya bahkan pernah bermimpi bahwa Siddiq masih hidup.
“Kami terus mencari dia. Saya selalu mengunggah fotonya di media sosial,” kata Femi Malisa, anak Saudah yang kini berusia 42 tahun.
Saudah dan keluarganya tetap memupuk harapan bahwa Siddiq suatu hari akan menemukan jalan pulang ke rumah baru mereka, yang berdiri di tempat rumah lama sebelum tsunami.
“Jika dia masih hidup, saya berharap dia kembali ke rumah,” ujar Femi dengan penuh harap.
Tsunami Aceh tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi para korban, tetapi juga menyisakan kisah-kisah haru tentang keluarga yang kehilangan orang tercinta. Kisah Saudah menjadi salah satu pengingat akan kekuatan cinta seorang ibu yang tak pernah luntur meski waktu terus berlalu.
(DEL)