BPOM: Resistansi Antimikroba Ancam 10 Juta Nyawa per Tahun pada 2050

BPOM: Resistansi Antimikroba Ancam 10 Juta Nyawa per Tahun pada 2050
BPOM: Resistansi Antimikroba Ancam 10 Juta Nyawa per Tahun pada 2050 (Analisadaily/ANTARA)

Analisadaily.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan perlunya kolaborasi global dalam pencegahan dan penanganan resistensi antimikroba (AMR). Menurut proyeksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AMR dapat menyebabkan 10 juta kematian per tahun pada 2050, melampaui angka kematian akibat kanker.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam keterangannya menyebut AMR sebagai "pandemi sunyi" yang berpotensi mengancam sistem kesehatan global. "Fenomena ini adalah ancaman biologis kompleks yang dapat menggagalkan upaya manusia dalam mengendalikan mikroorganisme berbahaya," ujarnya.

Mengutip data Bank Dunia, Taruna menjelaskan bahwa kerugian ekonomi global akibat AMR diperkirakan mencapai 100 triliun dolar pada 2050, setara dengan 3,8 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global. Negara-negara berkembang diprediksi akan menjadi yang paling terdampak, dengan jutaan penduduk jatuh ke jurang kemiskinan akibat biaya pengobatan yang meningkat dan hilangnya produktivitas tenaga kerja.

"Setiap spesies mikroba yang resistan tidak hanya mengancam individu terinfeksi, tetapi juga menciptakan reservoir genetik yang berbahaya bagi populasi global," tambahnya.

Di Indonesia, resistansi antimikroba memiliki tantangan unik. Faktor geografis, demografis, dan sistem kesehatan menjadi dimensi yang memengaruhi penyebaran mikroorganisme resistan. "Sebagai negara dengan kekayaan ekologis dan praktik kesehatan yang beragam, Indonesia memerlukan strategi nasional yang adaptif dan berbasis riset," jelas Taruna.

Ia menekankan pentingnya transformasi menyeluruh dalam penggunaan antimikroba di sektor kesehatan, pertanian, dan peternakan. "Riset pengembangan obat baru harus disertai perubahan signifikan dalam praktik penggunaan antimikroba," tambahnya.

Taruna menjelaskan bahwa resistansi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit mengembangkan kemampuan bertahan hidup meski terpapar obat yang sebelumnya efektif. Proses evolusi ini melibatkan seleksi alam dan adaptasi genetik.

"Bakteri, misalnya, dapat mengalami mutasi genetik dalam hitungan menit, memungkinkan mereka mengembangkan mekanisme pertahanan terhadap antimikroba," kata Taruna.

BPOM mengajak semua pihak untuk berkolaborasi secara global dalam mencegah eskalasi krisis ini. "Setiap negara, institusi, dan individu memiliki peran strategis dalam mengendalikan resistansi antimikroba," tegas Taruna.

Strategi nasional berbasis riset, protokol pengobatan alternatif, serta edukasi masyarakat menjadi kunci utama dalam memitigasi dampak AMR. "Ini bukan hanya tanggung jawab satu negara, tetapi upaya bersama untuk melindungi masa depan kesehatan global," pungkasnya.

(ANT/DEL)

Baca Juga

Rekomendasi