KPPU: Persaingan Usaha di Sektor ESDM dan Konstruksi Masih Paling Rendah (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Center for Economic Development Studies (CEDS) Universitas Padjadjaran mengeluarkan hasil Indeks Persaingan Usaha Tahun 2024 sebagai indikator kinerja persaingan usaha nasional hari ini, Selasa, 7 Januari 2025 di Bandung.
Prof. Dr. Maman Setiawan, SE., MT, Ketua Tim Survey Indeks Persaingan Usaha CEDS mengungkapkan bahwa nilai Indeks Persaingan Usaha (IPU) mengalami kenaikan sebesar 0,04 menjadi 4,95 poin pada tahun 2024. Artinya tingkat persaingan usaha di Indonesia masih di kategori menuju tinggi dan hanya meningkat tipis dibandingkan tahun lalu, yakni dari angka 4,91 poin di tahun 2023.
Lebih lanjut Prof. Maman menjelaskan bahwa sektor penyediaan akomodasi/makanan/minuman, perdagangan besar/eceran, dan jasa keuangan/asuransi ditemukan sebagai sektor-sektor dengan nilai IPU tertinggi. Indeks di beberapa sektor seperti energi, pertambangan, air dan pengelolaan sampah, serta konstruksi tidak berubah sebagai sektor dengan tingkat persaingan terendah.
Provinsi DKI Jakarta disimpulkan memiliki IPU tertinggi, sementara dua provinsi terujung Indonesia, Aceh dan Papua Barat tercatat sebagai provinsi dengan IPU terendah.
Berdasarkan hasil tersebut, CEDS merekomendasikan KPPU untuk konsisten melakukan kajian dan intervensi melalui saran dan pertimbangan kepada Pemerintah di sektor-sektor yang memiliki IPU rendah.
Menanggapi hasil tersebut, Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa menyampaikan bahwa sektor dengan nilai IPU paling rendah masih cenderung sama dari tahun ke tahun, yakni sektor energi (listrik/gas) dan sumber daya mineral, konstruksi, atau pengadaan air dan pengolahan sampah/limbah.
Untuk itu KPPU akan terus meningkatkan monitoring, pemberian advokasi, dan jika diperlukan penegakan hukum atas sektor-sektor yang konsisten nilai IPU-nya rendah, serta advokasi dan sosialisasi pada provinsi dengan nilai IPU rendah.
“Ini telah sejalan dengan prioritas KPPU sejak awal tahun lalu, dan kembali akan menjadi fokus kami di tahun ini. Jika perlu, kami juga akan masuk ke sektor pengolahan sampah atau limbah,” ungkap Ifan, sapaan Ketua KPPU.
Lebih lanjut, Ketua KPPU juga mencatat bahwa tekanan atas IPU 2024 berasal dimensi kinerja dan penawaran. Penyebabnya dapat berupa meningkatnya hambatan keluar masuk maupun potensi kartel dan persekongkolan.
Artinya, perilaku pelaku usaha atau kebijakan pemerintah yang terlalu mengintervensi pasar perlu menjadi perhatian KPPU. Di lain sisi, KPPU melihat bahwa indikator riset dan pengembangan dan produktivitas di tahun 2024 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2023. Hal ini perlu diwaspadai karena menunjukkan bahwa tingkat inovasi Indonesia lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Inovasi yang rendah dapat menjadi penghambat bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional 8% serta tercapainya Indonesia Emas 2045.
Sebelumnya Prof. Maman Setiawan juga telah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa dibutuhkan tingkat persaingan usaha atau nilai IPU 6,33 poin untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%. KPPU menilai bahwa dibutuhkan lompatan tingkat persaingan usaha dibandingkan kondisi saat ini.
“Jadi dari angka indeks persaingan usaha tahun ini, masih dibutuhkan kenaikan 1,38 poin atau sekitar 28% untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional 8%. Untuk itu, Pemerintah wajib memandang penting persaingan usaha dan peran KPPU untuk mencapai target pertumbuhan tersebut,” tegas Ifan.
Hadir dalam diskusi, Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha mengungkapkan dengan angka IPU 4,95 poin, target tingkat persaingan usaha nasional dalam RPJMN sebesar 5 poin menjadi tidak tercapai. Angka tersebut bukan sepenuhnya dalam kontrol KPPU, karena merupakan upaya bersama lintas pemangku kepentingan.
Dijelaskan, dari indikator kelembagaan yang menjadi kontrol KPPU, angka indeks justru konsisten mengalami peningkatan hingga 5,18 poin dari sebelumnya 5,03 poin.
“Artinya ada kinerja positif KPPU dalam menunjukkan eksistensi lembaganya dihadapan publik,” ujar Eugenia.
Turut menanggapi hasil CEDS UNPAD tersebut, Direktur Perdagangan, Investasi dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) P.N. Laksmi Kusumawati, secara umum mengkonfirmasi bahwa persaingan usaha dapat meningkatkan produktivitas dan perlunya mendorong inovasi teknologi digital yang menyeluruh dan merata, sehingga market share perusahaan kecil dapat meningkat.
Selain itu, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik BPS Muchammad Romzi menanggapi IPU sebagai sebuah ukuran yang cukup robust/mature dan dapat tervalidasi oleh indikator makro yang dihasilkan BPS, misalnya laju IPU 2024 dan PDB yang cukup selaras. Diusulkan ke depan agar survei turut dapat mencakup empat provinsi yang baru ditetapkan Pemerintah.
Sebagai informasi, IPU merupakan indikator yang menunjukkan tingkat persaingan usaha di berbagai sektor ekonomi di Indonesia. Indeks ini merupakan merupakan satu-satunya indikator persaingan usaha yang mencakup hampir seluruh provinsi di Indonesia dan atas 15 (lima belas) sektor ekonomi.
Indeks diukur melalui survei terhadap 34 provinsi dengan responden yang mewakili berbagai institusi seperti Kamar Dagang dan Industri, akademisi, Bank Indonesia, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi.
Survei dilakukan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) pada responden. Dalam survei, responden akan memberikan nilai 1 hingga 7 dengan menggunakan skala semantik.
Kajian dilaksanakan dengan menggunakan konsep atau paradigma struktur, perilaku dan kinerja (SCP) industri. Faktor lingkungan bisnis seperti peraturan, kelembagaan, faktor permintaan dan penawaran juga menjadi dimensi pembentuk IPU.
Rilis IPU 2024 ini dilakukan CEDS UNPAD di Auditorium CEDS UNPAD secara hybrid kepada para pemangku kepentingan. Kegiatan dihadiri Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha hadir secara luring, sementara Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa dan Anggota KPPU Rhido Jusmadi hadir secara daring.
Kegiatan juga dihadiri oleh Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik Badan Pusat Statistik, dan perwakilan LPEM FEB Universitas Indonesia.
(REL/RZD)