Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan, Modesta Marpaung (tengah) bersama Ketua Komisi II, Kasman Bin Marasakti Lubis (kanan) dan anggota Komisi II, Tia Ayu Anggraini (kiri) saat menggelar RDP dengan 41 Kepala Puskesmas se Kota Medan, Selasa (14/1) (Analisadaily/Mahjijah Chair Ozy)
Analisadaily.com, Medan - Dugaan petugas di Puskemas menerima 'fee' dari sejumlah rumah sakit swasta di Kota Medan disorot sejumlah anggota DPRD Kota Medan Komisi II saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan seluruh Kepala Puskesmas, Senin (13/1).
Dugaan penerimaan 'fee' itu berkaitan dengan petugas puskesmas lebih memilih merujuk pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan ke rumah sakit swasta daripada ke rumah sakit milik Pemko Medan, yakni RSUD Pirngadi Medan dan RSUD Bachtiar Djafar Belawan.
"Tak dipungkiri, hal itu menyebabkan pasien di kedua rumah sakit milik Pemko Medan itu sepi," kata Ketua Komisi II DPRD Medan, Kasman Bin Marasakti saat mempertanyakan terkait dugaan 'fee' tersebut.
Politisi Partai Gerindra ini mengaku mendapat informasi bila petugas di Puskesmas mendapat fee dari rumah sakit bila petugas merujuk pasien ke rumah sakit dimaksud.
"Info ini sudah beredar," ungkap mantan anggota DPRD Sumut yang akrab disapa Tia itu.
Dia menambahkan, pihaknya tidak bermaksud mencari kesalahan. Namun, alangkah naifnya bila hal itu memang benar terjadi.
"Paling tidak, janganlah yang sudah menerima, mengakunya tidak menerima. Jangan pula nanti pas pergantian Walikota, Kepala Puskesmasnya ikut diganti," tegasnya.
Tia pun tak menampik dengan adanya dugaan oknum pegawai puskesmas menerima fee dari rumah sakit swasta agar merujuk pasien ke rumah sakit dimaksud, membuat jumlah pasien yang dirujuk ke rumah sakit milik pemerintah jadi jauh berkurang.
"Kalaulah puskesmas sering merujuk pasien ke rumah sakit milik Pemko Medan, maka uang dari APBD itu akan balik lagi lah ke kas Pemko Medan," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II, Modesta Marpaung juga menyampaikan hal senada bahwa saat ini pasien di rumah sakit milik Pemko Medan berkurang, padahal anggaran program UHC sudah dianggarkan.
"Kita miliki dua rumah sakit, tapi pasien tidak ada.Dan berdasarkan rapat tanggal 27 Desember persoalan kekurangan pasien ini telah disampaikan, maka kita dengarkan apa permasalahan yang terjadi ," katanya.
Untuk program UHC, lanjut politisi Golkar itu, sudah dilakukan penambahan anggaran Rp 5 Miliar lebih.Tapi pasien di rumah RSUD dr Pirngadi Medan dan RSUD H Bachtiar Djafar tidak ada. "Dimana letak persoalan ini apakah benar ada dana kirim pasien dari rumah sakit swasta kepada pihak puskesmas," sambungnya.
Sementara itu dari pengakuan 41 Kepala Puskesmas yang hadir dalam RDP, hampir senada menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan puskesmas tidak merujuk pasien ke rumah sakit pemerintah. Salah satunya terkendala jarak puskesmas dengan rumah sakit pemerintah yang terlalu jauh.
Selain itu, permintaan pasien yang memang ingin dirujuk ke rumah sakit swasta dengan alasan lebih dekat dari rumah, serta kendala aplikasi yang digunakan di rumah sakit pemerintah RS Pirngadi yang terclose (belum link).
"Kendala yang kami hadapi adalah sistem aplikasi rumah sakit Pirngadi yang tidak terbuka untuk beberapa penyakit. Misalnya, untuk obgyn ini tidak bisa, belum lagi keinginan pasien yang lebih memilih rumah sakit swasta. Juga jarak rumah sakit jadi kita tidak bisa memaksa pasien," kata Kepala Puskesmas Glugur Sri Wahyuningsih.
Selain itu, pihak Kepala Puskesmas juga menyampaikan adanya kendala penanganan pasien dengan alasan belum adanya kerjasama.
Menanggapi dugaan menerima fee inilah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Yuda Pratiwi Setiawan mengatakan pihaknya akan memberi sanksi yang tegas bila memang ada oknum pegawai puskesmas yang menerima fee dari rumah sakit swasta.
"Kalau ada anggota saya seperti itu, menerima fee, mohon beritahu ke saya agar saya beri punishment. Karena kami sudah janji tidak melakukan hal-hal yang merugikan," paparnya dalam RDP tersebut.
(DEL)