Anggota Komisi X DPR RI dari Faksi PDI Perjuangan dr Sofyan Tan (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan – Anggota Komisi X DPR RI dari Faksi PDI Perjuangan dr Sofyan Tan meminta Badan Pusat Statistik(l (BPS) mengungkapkan persoalan tingginya angka pengangguran di Sumatera Utara (Sumut) yang melebihi rata-rata nasional melalui sensus ekonomi tahun 2026. Ada kekhawatiran dan dugaan bahwa di Sumut susah membuka lapangan pekerjaan.
Kekhawatiran tersebut bukannya tanpa alasan, mengingat angka pertumbuhan ekonomi di Sumut pada 2024 justru melebihi rata-rata nasional, begitu juga dengan angkapartisipasi pendidikan Tingkat SMA/SMK dan Perguruan Tinggi berada di atas nasional.
“Ada yang menggelitik bagi saya ketika melihat data BPS 2024 tadi, di mana Sumut angka pengganggurannya tinggi di atas rata-rata nasional. Sementara pertumbuhan ekonominya sudah cukup tinggi, begitu juga dengan angka partisipasi pendidikannya pun di atas nasional. Ini jadi tanda tanya, ada apa?” ungkap Sofyan Tan saat melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) Spesifik Komisi X DPR RI Bidang Kerja Badan Pusat Statistik terkait Mekanisme Rekrutmen Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas Sensus Ekonomi 2026 di BPS Sumut, Medan , Kamis (30/1).
Hadir dalam kunker tersebut Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, Once Mekel, Karmila Sari, Adde Rosi Khoerunnisa, Ali Zamroni, Ruby Chairani Syiffadia, Ratih Megasari Singkarru, Nilam Sari Lawira, Muhammad Khadafi, Andi Muawiyah Ramly, Dedi Wahidi, Ledia Hanifa, Dewi Coryati, dan Sabam Sinaga, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS RI, Ateng Hartono, dan Kepala BPS Sumut, Asim Saputra.
Sofyan Tan menyebutkan, harusnya ketika masyarakat Sumut sudah memiliki angka partisipasi pendidikan yang tinggi di atas nasional, maka tidak kesulitan bagi Perusahaan untuk mencari calon tenaga kerja yang punya pendidikan tinggi.
Lalu jika pertumbuhan ekonomi tinggi, harusnya lapangan pekerjaan dapat dibuka sebanyak-banyaknya. Namun jika sebaliknya bahwa pengangguran terbuka masih tinggi, dapat diduga banyak pengusaha masih kesulitan membuka lapangan pekerjaan. Jangan sampai anggapan bahwa susah memperoleh izin usaha dan pungli jadi persoalan utama dari tingginya angka pengangguran.
“Inilah yang harus dijawab melalui Sensus Ekonomi 2026 nanti,” ujarnya.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS RI, Ateng Hartono mengungkapkan dalam slide paparannya bahwa Sumut adalah provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Kawasan Pulau Sumatera pada triwulan III 2024 (y-on-y) yakni 5,20%.
Angka tersebut di atas rata-rata nasional, yakni hanya 4,95%. Lalu data penduduk Sumut di atas 15 tahun menurut jenjang pendidikan 2024, Tingkat SMA/SMK 41,29% di atas rata-rata nasional yakni 30,85%. Begitu juga dengan Tingkat Perguruan Tinggi di Sumut pada angka 11,22%, sementara rata-rata nasional 10,20%.
Hanya saja untuk data tingkat pengangguran terbuka di Sumut pada 2024 angkanya yakni 5,60%, masih di atas rata-rata nasional4,91%. Di mana selama 3 tahun terakhir angka pengangguran terbuka konsisten di atas rata-rata nasional.
Sofyan Tan kembali mengingatkan BPS harus punya strategi yang tepat dan teknik pendekatan yang mampu membuat para pengusaha merasa nyaman dalam memberikan data terkait perusahaannya kepada petugas sensus.
Selain perlu pendekatan kultural, juga dapat melibatkan mahasiswa yang magang di perusahaan-perusahaan sebagai petugas sensus ekonomi. Harus diakui kendala utama dari petugas sensus adalah mendapatkan data yang akurat dan keterangan yang jujur dari pengusaha. Karena hal tersebut sangat sensitif dan bisa disalahgunakan atau jadi permasalahan dalam urusan pajak.
“Yang ada nanti pengusahanya hanya curhat terkait masalah-masalah dan kendala selama berusaha,” kata Sofyan Tan.
Tidak bisa dipungkiri, menurutnya, Sensus Ekonomi 2026 harus didukung penuh dan terselenggara dengan baik. Karena sangat terkait dengan perencanaan dan strategi ekonomi Indonesia ke depan. Apalagi secara global ketika Trump kembali menjadi Presiden Amerika Serikat, tentu punya kebijakan yang memproteksi produk-produknya dalam menguatkan persaingan dengan blok China.
"Kondisi tersebut tentu akan berdampak pada perekonomian Indonesia," pungkasnya.
(REL/RZD)