Anak Muda Poco Leok, Evaristus Janu, atau akrab disapa Efrit (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarya - Diaspora Poco Leok di Jakarta siap mengawal proyek geothermal di Poco Leok, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini disampaikan Anak Muda Poco Leok, Evaristus Janu, atau akrab disapa Efrit.
Dikatakan Efrit, pihaknya sangat mendukung pengembangan program geothermal sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Geothermal adalah salah satu sumber energi yang paling potensial dan strategis bagi Indonesia, sehingga pihaknya sangat mendukung pengembangannya.
“Kami percaya program geothermal dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada sumber energi fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pengembangan program geothermal juga dapat membantu meningkatkan keamanan energi dan mengurangi risiko krisis energi di masa depan. Kami sangat mendukung upaya pemerintah dan PLN untuk mengembangkan program geothermal dan meningkatkan kapasitas produksi energi geothermal,” terangnya.
Efrit menuturkan, pihaknya yang tergabung dalam Dispora Poco Leok yang berada di Jakarta mendapatkan informasi dari berbagai kalangan dan mendapatkan pemberitaan di media, serta propaganda yang sering simpang siur dan menakutkan, di mana pemerintah daerah dan PLN akan melakukan pembangunan PLTP Ulumbu 5&6 (40 MW) di Desa Po Coleok.
“Kami sudah banyak sekali melihat, meneliti dan dan merasakan situasi ini akan berimbas bagi kehidupan masyarakat Poco Leok berikutnya. Informasi-informasi itu berasal dari banyak pihak dan banyak media,” ujarnya.
Pihaknya juga sudah melakukan observasi, riset, wawancara, dan melihat langsung lokasi panas bumi yang sudah beroperasi di PLTP Ulumbu yang pertama dengan kapasitas 4x2,5 MW di Desa Wewo. Mereka juga mengunjungi dan meminta klarifikasi dari PLN Kantor Pusat tentang bahaya geothermal. Lalu mengikuti diskusi dan Grup WhatSapp dalam pembahasan geothermal.
Kemudian, mencari informasi dari media massa tentang kecelakaan, kejadian kerusakan, kejadian bahaya dan lain-lain dari media ataupun jurnal-jurnal. Serta meminta klarifikasi dari pemda dan instansi terkait mengenai dampak dan tindak lanjut.
“Kami mendapatkan kesimpulan bahwa PLTP Ulumbu 4x2,5 MW yang saat ini ada di Desa Wewo, Kecamatan Satarmese telah beroperasi sejak 2012, tanpa ada kecelakaan kerja (zero accident), tanpa ada penyakit akibat kerja (zero desease), dan tanpa ada kerusakan lingkungan (zero environment demage). Sekitar PLTP Ulumbu terdapat rumah warga yang memang atapnya mulai keropos dan ini karena dekat dengan PLTP seharusnya ada tanggung jawab sosial dari PLTP Ulumbu. Konfirmasi dari PLN akan ada bantuan ke SD tersebut tahun 2025 ini untuk mengganti seng tersebut,” terangnya.
Diungkapkan Efeit, pihaknya juga mendapat kesimpulan tidak ada kerusakan alam yang diakibatkan oleh pembangkit PLTP Ulumbu, terlihat lingkungan sekitar subur dan dari hasil pertanian di daerah wewo sekitarnya ada peningkatan pertanian di tahun 2024.
Sementara, kejadian di PLTP Mataloko ada lubang-lubang panas bumi yang keluar, lubang panas bumi ini dapat terjadi didaerah panas bumi, bukan saja di mataloko. Sesuai informasi dari PLN dari survei awal oleh peneliti bahwa lubang-lubang itu disebut manifest panas bumi, di dalam penelitian awal oleh badan geologi telah menemukan manifest-manifest tersebut. Pada lokasi manifest yang muncul lumpur tersebut seluas 5Ha telah dibeli oleh PLN.
Sedangkan H2S Uap Panas Bumi atau geothermal memang berbahaya jika di atas ambang batas. Di H2S PLTP Ulumbu uap yang keluar masih di bawah ambang batas. Setiap fasilitas telah dipasang alat detektor uap panas untuk memberitahukan tingkat level baik yang dipasang tetap di lokas maupun yang dibawa bawa oleh individual. Anjuran ke PLN agar dipasang dibanyak tempat dan disosialisasikan.
“Perencanaan PLTP Ulumbu 5&6 (40 MW) sesuai yang kami terima dari PLN telah dimulai cukup lama sejak 2016 dengan survei pemetaan lokasi, dan perencanaan. Kajian kelayakan proyek telah disusun, semua perizinan sudah diproses dan diterbikan oleh instansi terkait, dan perencanaan pengadaan tanah sudah siap. Berdasarkan berita-berita kejadian penolakan panas bumi sudah terjadi sejak pertama kali perencanaan PLTP Waisano. Masyarakat mendapatkan advokasi dari LSM yang menyatakan Panas Bumi ini sangat berbahaya dan membunuh banyak orang, menyengsarakan masyarakat dan merusak lingkungan,” paparnya.
Efrit menegaskan, PLTP Panas Bumi menghilangkan ruang hidup tidak benar. Untuk menghasilkan 40 MW PLTP ulumbu, hanya membutuhkan 12 Ha tanah. Jika bandingkan dengan PLTS yang membutuhkan lahan yaitu 40 Ha, serta jika dibandingkan antara kebutuhan lahan 12 Ha dan luas area perkebunan warga di Poco Leok 8786 Ha, maka persentasenya hanya 0,2%.
“Artinya tidak signifikan terhadap luas lahan tersedia,” ucapnya.
Diakui Efrit, pihaknya mendukung pembangunan geothermal di Poco Leok tidak terlepas dari sejarah harapan orang tua mereka. Karena mereka lahir dalam situasi dan suasana Poco Leok tidak memiliki akses jalan raya dan listrik.
“Sekitar tahun 2005 ketika Bapak Cristian Rotok menjadi Bupati di Kabupaten Manggarai, dan pada tahun itu juga salah satu tokoh Poco Leok, Vinsensius Godat, menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), di situlah titik balik membuka akses jalan keliling Poco Leok. Kebiasaan menjual hasil komoditi, melanjutkan pendidikan SMP dan SMA atau keperluan lain di Ibu Kota Kabupaten Manggarai di Ruteng yang harus melewati jalan kaki berkilo-kilo ke Wae Uwu, sudah tidak kami lakukan lagi. Sebab jalan raya sudah di depan rumah dan satu per satu mobil sudah mulai taksi di Poco Leok,” bebernya.
Hal itu yang menjadi cikal bakal sekelompok anak muda untuk memikirkan kembali kemajuan Poco Leok. Bahwa ada harapan-harapan orang tua tentang kemajuan Poco Leok dari segi infrsastruktur pembangunan. Sehingga apa salahnya kalau sekelompok masyarakat adat dan anak muda mendukung pembangunan geothermal di wilayah adat, khususnya tanah milik mereka.
Luas wilayah Poco Leok secara keseluruhan lebih dari 4.425 Ha. Terkait rencana pemerintah pusat melalui Program Strategis Nasional (PSN) total lahan yang akan digunakan untuk pembangunan proyek geothermal hanya berkisar 8 Ha.
Pembangunan geothermal adalah harapan baru untuk membangun Poco Leok maju setelah sekian lama tidak di lperhatikan oleh pemerintah. Efrit mengaku, pihaknya sangat bersyukur adanya pembangun geothermal di Poco Leok sehingga bisa lebih maju.
“Semakin kuat dukungan kami setelah kami lihat langsung (studi banding) pembangunan geothermal di Sulawesi (Lahendong) yang sudah lama beroperasi dari sejak 2001, kami melihat pembangun geothermal di Lahendong sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat, contohnya membuka lapangan kerja, infranstuktur bagus dan ekonomi kreatif masyarakat makin maju dan lainnya.dalam studi banding di Lahendong kami diskusi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat, dan dalam diskusi itu kami bertanya soal racun H2S hingga kerusakan alam. Mereka menjawab dengan kompak tidak ada kerusakan lingkungan alam dan tidak ada racun H2S, karena teknologi yang dipakai pihak PLN sangat canggih, hingga saat ini kami bersyukur adanya geothermal di tempat kami. Jadi, harapan besar kami anak muda Poco Leok dengan kehadiran geothermal bisa maju dan membantu ekonomi masyarakat yang lebih maju,” pungkasnya.
(REL/RZD)