Kepri, Koridor Emas Narkoba? Fakta Jalur Laut yang Dikuasai Sindikat Internasional

Kepri, Koridor Emas Narkoba? Fakta Jalur Laut yang Dikuasai Sindikat Internasional
Kepri, Koridor Emas Narkoba? Fakta Jalur Laut yang Dikuasai Sindikat Internasional (Analisadaily/ANTARA)

Analisadaily.com, Batam - Bulan Mei 2025 akan menjadi catatan sejarah bagi upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika (P4GN) di Tanah Air, setelah aparat negara berhasil menggagalkan dua kali penyeludupan narkoba dengan jumlah 4 ton.

Hal yang patut dicatat sejarah, bahwa pengungkapan dua kasus penyeludupan narkotika ini terjadi hanya berselang waktu tujuh hari antara pengungkapan pertama ke pengungkapan kedua.

Pengungkapan pertama terjadi pada Rabu (13/5/2025) oleh TNI Angkatan Laut (AL) yang menggagalkan penyeludupan 2 ton narkotika jenis sabu dan kokain yang dibawa kapal ikan asing berbendera Thailand dengan nama The Aungtoetoe 99.

Barang bukti sabu seberat 768.823 gram (769 Kg), sedangkan kokain 1.285.030 gram (1,3 ton). Dengan tersangka lima orang anak buah kapal (ABK) yang terdiri atas satu warga negara Thailand dan empat warga negara Myanmar.

Kapal ikan dijadikan modus oleh jaringan sindikat narkoba lintas negara untuk membawa narkotika masuk ke perairan Indonesia melalui Selat Durian, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau (Kepri).

Sepekan berikutnya, pada Rabu (21/5/2025), tim gabungan terdiri atas Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea Cukai, TNI AL dan Polri kembali menggagalkan penyeludupan 2 ton narkotika yang diangkut menggunakan kapal motor (KM) Sea Dragon Tarawa yang belayar dari Andaman, Myanmar menuju perairan Kepri.

Dari pengungkapan ini ditangkap sebanyak enam orang ABK yang ditetapkan sebagai tersangka, mereka terdiri atas 4 orang warga negara Indonesia dan 2 orang warga negara Thailand.

Kini kedua kasus tersebut ditangani oleh BNN untuk mengungkap sindikat jaringan narkoba internasional yang mendalangi penyeludupan sabu dalam jumlah besar tersebut.

Barang bukti narkotika dari kedua pengungkapan tersebut sama-sama diselundupkan menggunakan kapal ikan, dikemas dalam bungkus teh China. BNN menyebut, narkotika tersebut berasal dari sindikat jaringan narkotika lintas negara dikenal dengan istilah “Golden Triangle” atau segitiga emas (Myanmar Laos dan Thailand).

Kepala BNN RI Komjen Pol. Marthinus Hukom mengatakan keberhasilan pengungkapan ini bentuk implementasi Astacita dan program prioritas Presiden Ri tentang pencegahan dan pemberantasan narkoba.

Sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan agar dilakukan pengungkapan kasus-kasus kejahatan yang bersifat trans organized crime (bisnis terlarang) seperti penyelundupan, human trafficking, korupsi dan narkoba, melalui penguatan intelijen untuk melakukan pemetaan terhadap jaringan-jaringan kejahatan tersebut, modus operandi yang digunakan dan pola-pola pergerakannya.

BNN menindaklanjuti arahan tersebut dengan melakukan berbagai upaya pemetaan jaringan melalui analisis intelijen, penempatan personel intelijen di daerah-daerah rawan dan penguatan kapasitas SDM intelijen untuk melaksanakan operasi sepanjang hari, sepanjang minggu, sepanjang bulan dan sepanjang tahun.

Hukom mengatakan pengungkapan ini bentuk komitmen BNN melaksanakan arahan Presiden untuk melakukan perlawanan keras terhadap jaringan sindikat narkoba baik yang bersifat internasional maupun domestik.

“Kami memberikan pesan kepada para sindikat narkotika bahwa tidak ada tempat yang aman bagi para sindikat narkoba di Republik Indonesia,” kata Hukom di Batam, Senin (26/5/2025).

Wilayah Rawan

Pesan serupa juga pernah diikrarkan oleh Hukom pada saat merilis penggagalan penyeludupan narkotika jenis sabu seberat 106 Kg yang diangkut menggunakan kapal asing jenis LCT berbendera Singapura yang juga melintas di perairan Kepri pada Juli 2024.

Dalam perkara ini, tiga warga negara India ditangkap dan disidangkan di Pengadilan Negeri Karimun dengan pidana hukuman mati pada April 2025.

Mantan Kadensus 88 Polri itu menegaskan bahwa pengungkapan sabu 106 kg tersebut bukanlah hal sepele, tapi itu adalah pesan kepada sindikat narkoba tidak main-main dengan penegak hukum di Indonesia.

Dari beberapa kali pengungkapan kasus narkoba di Kepri dengan jumlah yang fantastis muncul istilah di kalangan awak media, bahwa kasus narkoba di negeri berjuluk Segantang Ladang tersebut tidak tidak lagi ukuran kilogram tapi ton-tonan.

Peristiwa ini kerap berulang. Berdasarkan catatan, pengungkapan narkotika jumlah besar terjadi Februari 2018. Ketika itu Bea Cukai mengungkap kasus penyeludupan sabu seberat 1,6 ton di Peraian Helen Mars Karang Banten, Kepri, yang diangkut kapal Taiwan berbendera Singapura.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa wilayah pesisir timur Kepri rawan dengan penyeludupan narkotika, dengan maraknya pengungkapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Panglima Koarmada (Pangkoarmada) I Laskamana Muda TNI Fauzi pada Sabtu (17/5/2025) menyebut Kepri menjadi corong masuknya narkoba, sehingga perlu upaya bersama untuk menjaga wilayah perbatasan dari masuknya barang-barang terlarang yang membahayakan masa depan bangsa utamanya narkotika.

Senada dengan Pangkoarmada, Komjen Pol. Marthinus Hukom menyebut dua kasus penyelundupan narkotika dengan jumlah barang bukti sangat besar terjadi dalam waktu berdekatan semakin menegaskan bahwa kawasan perairan timur Sumatera atau Selat Malaka khususnya perairan Kepri adalah kawasan sangat rawan menjadi jalur penyeludupan narkotika oleh jaringan sindikat internasional baik tujuan Indonesia ataupun tujuan ke negara-negara lain.

Wadan Lantamal IV Kolonel Laut (P) Ketut Budiantara pernah menyampaikan bahwa di Kepri yang terdiri atas 96 persen wilayah laut, 4 persen daratan hanya memiliki kurang lebih 10 pelabuhan resmi, dan terdapat 147 pelabuhan tikus.

Butuh kolaborasi yang solid antara instansi maritim penegak hukum untuk menjaga wilayah tersebut dari peredaran gelap narkotika yang melibatkan sindikat jaringan internasional maupun domestik.

Buru Sindikat Narkoba

BNN tengah menyelidiki secara intensif kedua kasus penyeludupan narkotika dalam jumlah besar tersebut, dan memburu sindikat jaringan narkoba lintas negara yang terlibat.

Dua ton sabu yang berhasil digagalkan tersebut dapat mencegah potensi perputaran uang di masyarakat untuk membeli narkoba kurang lebih Rp5 triliun, serta mencegah potensi penyalahgunaan narkotika kurang lebih 8 juta jiwa atau hampir setara dengan jumlah penduduk Jakarta.

Dari pengungkapan tersebut, total ada 11 tersangka yang merupakan nahkoda dan anak buah kapal. Mereka terdiri atas, 3 warga negara Thailand, 4 warga negara Myanmar dan 4 warga negara Indonesia.

Dari hasil investigasi bersama BNN dan polisi negara tetangga, terdapat dua buronan diduga pemilik kapal dan pengendali narkotika. Buronan pertama bernama Chan Chai yang menjadi buronan kepolisian Thailand. Ia berperan sebagai pengendali penyelundupan narkotika menggunakan kapal motor Sea Dragon Tarawa.

Kemudian yang kedua, pemilik kapal The Autoetoe99 yang bernama Ka Khao. BNN telah membuat red notice terhadap keduanya, untuk menjadi buronan internasional.

BNN juga melakukan uji laboratorium untuk mengetahui drug signature barang bukti dari kedua kapal. Uji ini untuk melihat apakah narkotika tersebut memiliki unsur kimia, dan komposisi yang sama. Jika sama, artinya produsen, pabrik sama dan kemungkinan jaringan ada irisannya.

Hasil analisa BNN, diduga penyeludupan 2 ton sabu dengan kapal Sea Dragon memiliki keterkaitan dengan Dewi Astuti, warga negara Indonesia yang menjadi buronan kasus narkotika.

BNN dan Badan Intelijen Negara (BIN) sudah beraudiensi untuk mencari keberadaan Dewi Astuti di Kamboja dan sekitarnya.

“Analisa kami, Dewi Astuti memiliki keterkaitan dengan puncak jaringan dari lima tersangka ini. Jadi saya yakin adalah jaringan sindikat internasional di kawasan Asia Tenggara yang melibatkan jaringan Indonesia,” kata Hukom.

Keyakinan itu didasari oleh 4 warga negara Indonesia yang terlibat dalam penyelundupan 2 ton sabu di kapal Sea Dragon Tarawa.

Kepercayaan Publik

Dalam rangka menjaga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dalam pemberantasan peredaran narkoba agar tidak ada lagi barang bukti yang dijadikan bancakan oleh oknum, BNN memiliki sistem pengawasan tersendiri dalam penanganan barang bukti narkotika baik yang bersifat di lapangan maupun sistem pengadministrasian.

BNN juga punya mekanisme sendiri dalam pemusnahaan barang bukti dengan memulai penimbangan, kemudian menyesuaikan dengan data saat kasus diekspose sama berat dan jenisnya.

Menurut Hukom, apabila terjadi kebocoran dalam penanganan barang bukti itu artinya pengawasan tidak benar.

"Pengadministrasian, pencatatan, pelabelan barang bukti hingga penyimpanan yang tidak benar. Kami tinggal tangkap saja petugas yang jaga. Di BNN ada Direktorat Wastahti bertanggungjawab penuh. Disamping itu, kami meminta Brimob Polri, Lantamal mengirimkan petugas berjaga 1x24 jam," kata Hukom.

(ANT/DEL)

Baca Juga

Rekomendasi