Talk Show HAN 2025: The Clinic Pediatric Care Medan Bahas Sunat hingga Imunisasi Anak

Talk Show HAN 2025: The Clinic Pediatric Care Medan Bahas Sunat hingga Imunisasi Anak
Talk Show HAN 2025: The Clinic Pediatric Care Medan Bahas Sunat hingga Imunisasi Anak (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - The Clinic-Pediatric Care Medan menggelar talk show bertema Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045, Jumat (18/7). Acara ini dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional (HAN) 2025.

Acara menghadirkan narasumber dari berbagai bidang kesehatan anak untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga tumbuh kembang anak sejak dini.

Ahmad Husaini Dongoran dari Power Team memaparkan pentingnya sunat atau sirkumsisi sebagai bagian dari upaya membentuk generasi sehat dan berkualitas. Dijelaskan, sunat bukan sekadar ajaran agama atau tradisi, melainkan juga prosedur medis yang bermanfaat.

“Sunat itu bisa mencegah infeksi saluran kemih, mengurangi risiko infeksi menular seksual, hingga mencegah kanker penis. Bahkan pimosis, kondisi kulit kulup yang menutup ujung penis dan menyebabkan susah buang air kecil, bisa ditangani lewat sunat,” sebutnya.

Disebutkan, hasil penelitian dari Turki yang menunjukkan bahwa bayi di bawah satu tahun yang disunat memiliki waktu penyembuhan yang lebih cepat dan biaya yang lebih ringan.

"Regenerasi jaringan pada bayi jauh lebih baik. Itu sebabnya kita dorong sunat dilakukan sejak dini,” ucapnya.

Power Team sendiri sudah menjangkau dua angkatan tim dan berencana menyasar seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, sebelum meluas ke tingkat nasional.

dr Halidah Rahma Nasution menjelaskan pentingnya mencegah stunting sejak 1.000 hari pertama kehidupan. Ia menegaskan bahwa masa tersebut—yang dimulai sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun—merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan otak.

“Kalau nutrisi cukup di masa itu, perkembangan kognitif, motorik, dan imunitas anak akan optimal. Tapi kalau tidak, dampaknya bisa panjang sampai anak dewasa,” ujar Halidah.

Ia memaparkan, nutrisi yang memadai tidak cukup hanya dengan sayur-sayuran.

“Justru protein hewani yang lebih penting karena mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan untuk hormon pertumbuhan. Sayur itu masuk kategori mikronutrien, sedangkan yang dibutuhkan anak stunting adalah makronutrien,” tegasnya.

Data Kemenkes melalui SSGI 2024 mencatat penurunan angka stunting secara nasional menjadi 19,8%. Namun, di Sumatera Utara justru meningkat menjadi 22%, melampaui angka nasional.

Hal itu menunjukkan bahwa perhatian terhadap pemenuhan gizi dan pemantauan pertumbuhan anak masih perlu ditingkatkan, terutama setelah anak berusia satu tahun.

dr Halidah juga mengingatkan pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala. Untuk anak di bawah satu tahun, sebaiknya dilakukan setiap bulan. Untuk usia 1–2 tahun setiap tiga bulan, dan setelah usia dua tahun minimal setiap enam bulan hingga setahun sekali.

Ia menegaskan bahwa tidak semua anak bertubuh pendek pasti mengalami stunting, namun anak yang stunting pasti bertubuh pendek. Oleh karena itu, diagnosis harus berbasis kurva pertumbuhan WHO dan pemeriksaan menyeluruh.

dr Muhammad Akbar Sp.A dalam kesempatan yang sama menekankan pentingnya imunisasi sebagai bentuk perlindungan terhadap berbagai penyakit menular yang berbahaya. Menurutnya, imunisasi adalah investasi penting yang seringkali diabaikan.

“Imunisasi itu bukan hanya untuk mencegah anak sakit, tapi juga melindungi masa depannya. Kita bicara soal TBC, polio, campak, difteri—semua bisa dicegah. Tapi kalau sudah kena, apapun pengobatannya tidak akan mengubah dampaknya, apalagi jika sampai cacat,” jelasnya.

Ia juga mengkritik rendahnya kesadaran masyarakat terhadap program imunisasi meski sudah tersedia secara gratis dari pemerintah. Berdasarkan data klinik, dari banyak anak yang datang berkonsultasi, hanya sebagian kecil yang benar-benar mendapat imunisasi lengkap.

“Padahal imunisasi seperti PCV bisa mencegah infeksi saluran pernapasan atas yang sering menimpa anak-anak,” ujarnya.

dr Akbar juga mengingatkan bahwa penyebaran penyakit pada anak-anak seringkali justru dibawa oleh orang dewasa di sekitarnya.

“Kadang saking sayangnya, orang tua langsung peluk anak sepulang kerja, padahal bisa saja membawa kuman. Sebaiknya bersih-bersih dulu, mandi sebelum kontak dengan anak,” sarannya.

Ketiga pembicara sepakat bahwa membangun generasi emas Indonesia 2045 dimulai dengan memastikan anak-anak tumbuh sehat, terlindungi, dan mendapatkan akses penuh terhadap layanan kesehatan serta pendidikan.

Upaya tersebut harus melibatkan orang tua, tenaga medis, dan dukungan penuh dari pemerintah serta masyarakat luas.

(RZD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi