
Analisadaily.com, Labura — Anggota Komite I DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, melakukan kunjungan kerja ke Kantor Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) bekum lama ini. Dalam kunjungan tersebut, Penrad disambut Wakil Bupati Labura, Samsul Tanjung, bersama jajaran pejabat Pemkab.
Putra asli Labuhanbatu ini menyatakan bahwa kunjungannya bukan sekadar agenda “pulang kampung”, melainkan bagian dari tanggung jawab moral terhadap tanah kelahirannya yang kini telah terbagi menjadi tiga kabupaten: Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara, dan Labuhanbatu Selatan.
"Karena dulu kita masih satu kabupaten, yaitu Labuhanbatu sebelum akhirnya pemekaran. Saya punya semangat yang sama untuk membangun kampung halaman. Ini tidak sekadar pulang kampung, tapi sekaligus menyelesaikan amanah dan tanggung jawab besar di Labuhanbatu Raya ini-karena saya putra daerah tiga kabupaten ini," kata Penrad dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
Dalam pertemuan itu, Penrad menyampaikan sejumlah agenda strategis nasional yang tengah dibahas di DPD RI, termasuk revisi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dia menilai perlu ada pertimbangan dari daerah menyoal wacana sentralisasi manajemen ASN di bawah pemerintah pusat.
"Dalam hal ini kami ingin mendapatkan masukan-masukan dari daerah apakah setuju, apa kendala-kendala kalau misalnya ASN itu semuanya ditarik dalam koordinasi pusat di bawah KemenPANRB dan BKN," kata Penrad.
"Kami butuh masukan-masukan dari pemerintahan daerah dan bapak ibu sekalian sehingga DIM yang akan kita isi ini betul-betul riil pendapat dari daerah dan bisa dipertanggungjawabkan dan tidak menjadi asumsi," sambungnya.
Menanggapi hal itu, Asisten Administrasi Umum Pemkab Labura, Susi Asmarani, menyatakan hal tersebut tidak tepat untuk diterapkan.
Ia menyebut, sentralisasi oleh pemerintah pusat justru berpotensi menyulitkan manajemen ASN di daerah. Dia mencontohkan mengenai persoalan cuti.
"Kalau urusan cuti saja sampai ke pusat, bisa-bisa 10 tahun tidak cuti, Pak. Kami ASN di daerah tentu lebih efisien jika tetap di bawah koordinasi daerah, asalkan pengawasannya ditingkatkan," jelas Susi.
Pada kesempatan itu, ia mengatakan kunjungannya secara khusus untuk melakukan pengawasan Undang-Undang No 2 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan umum.
Penrad lantas menyinggung persoalan pelik terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum di daerah pemekaran.
Pengawasan itu sejalan dengan pernyataan Pemkab Labura yang mengaku harus membeli lahan dari PTPN senilai Rp 450 juta per hektare.
"Sebenarnya pemerintah punya skema untuk memohon pelepasan aset negara. Saya heran, masa pemerintah membelinya Rp 450 juta per hektare. Walaupun sebenarnya pemerintah bisa minta Rp 500 misalnya per hektare, dengan permohonan hibah negara kepada pemda, ungkapnya.
Ia pun menyampaikan kesiapannya untuk mendampingi Pemkab Labura untuk memohon pelepasan aset negara untuk perluasa. pemerintah daerah, terlebih di wilayah pemekaran seperti Labura.
"Saya minta Pak Wabup nanti sampaikan kepada bupati bahwa saya siap untuk mendampingi ini. Selain ini bagian dari kampung saya, tapi itu hak kita pemerintah daerah, apalagi otonomi baru," tegas Penrad.
Desak Peningkatan DBH dan Transparansi CSR
Selain itu, Penrad juga menyoroti rendahnya Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor perkebunan.
Ia menyebut Sumatra Utara (Sumut), khususnya wilayah timur seperti Labura, merupakan lumbung perkebunan yang seharusnya mendapat porsi DBH lebih besar.
"Saya tahu sebagian besar tanah di sini digunakan sektor perkebunan. Kita sedang perjuangkan peningkatan DBH Sektor Perkebunan ini, agar bermanfaat bagi pembangunan daerah ini" katanya.
Ia juga mempertanyakan ke mana larinya dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar, baik negara maupun swasta.
"Saya pikir kepala daerah harus mempertanyakan dan meminta tanggung jawab sosial perusahaan² itu agar daerah dapat menentukan ke mana arahnya, apakah digunakan untuk membangun puskesmas, sekolah, jalan, dan rumah ibadah. Ini bukan memalak, ini amanat UU," jelasnya.
Penrad mendorong agar pelaksanaan CSR disatukan dalam satu pintu di bawah koordinasi pemerintah daerah agar bisa diarahkan sesuai prioritas pembangunan.
Ia menjelaskan, permintaan itu sudah tercantum dalam Undang-Undang khususnya Pasal 74 UU Perseroan Terbatas (PT).
"Ayo, kita membangun daerah tidak hanya bersumber dari APBD tapi CSR. Kita bukan memalak mereka tetapi ini sesuai undang-undang," ujarnya.
Ia menyebut Presiden Prabowo Subianto bahkan telah mendorong kepala daerah untuk lebih kreatif mencari sumber pembiayaan, termasuk melalui CSR.
"Kita mau ini semua satu pintu. Dengan demikian kita bisa mendistribusikan CSR ini sesuai dengan kebutuhan daerah. Mereka bisa serahkan ke hal-hal lain, tetapi tetap dalam kerangka koordinasi dengan kepala daerah-sehingga termanfaatkan dengan maksimal CSR-CSR ini," ungkap Penrad.
Ruang Kota Labura TerbatasDalam pertemuan tersebut, Wakil Bupati Samsul Tanjung menyampaikan bahwa pengembangan wilayah kota Aek Kanopan sebagai pusat Labura sangat terbatas akibat kondisi geografis.
"Kami dijepit. Di selatan ada perkebunan, di utara sudah Asahan. Jadi ruang pengembangan kota hanya bisa ke kiri dan ke kanan. Kami butuh dukungan terutama untuk penyediaan tanah pelayanan publik," ungkap Samsul.
Ia juga menyebut bahwa alun-alun kota saat ini difungsikan sebagai pusat UMKM dan aktivitas masyarakat, tetapi penataan pedagang masih terkendala lahan.
"Kami berharap sebenarnya bapak dapat membantu kami, terutama tentang penyediaan tanah untuk pelayanan publik ini," kata Samsul.
Menutup pertemuan, Pdt. Penrad Siagian menyatakan siap mengawal seluruh aspirasi masyarakat Labuhanbatu Utara di tingkat pusat.[]
(NAI/NAI)