Jadi Korban Calo, Anggota DPD Penrad Siagian Pulangkan Gadis Deli Serdang dari Kamboja

Jadi Korban Calo, Anggota DPD Penrad Siagian Pulangkan Gadis Deli Serdang dari Kamboja
Jadi Korban Calo, Anggota DPD Penrad Siagian Pulangkan Gadis Deli Serdang dari Kamboja (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Deli Serdang – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Pdt. Penrad Siagian mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, menyusul maraknya praktik penempatan ilegal yang berujung pada eksploitasi dan kekerasan terhadap pekerja migran.

Seruan itu disampaikan Penrad usai menemui Seli Agustiana br. Tarigan, korban pekerja migran ilegal asal Sumatra Utara (Sumut) yang baru saja berhasil dipulangkan dari Kamboja. Pertemuan berlangsung di rumah keluarga Seli di Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Minggu (12/10/2025).

“Saya baru saja bertemu dengan salah satu pekerja migran ilegal dari Kamboja bernama Seli br. Tarigan. Berdasarkan data BP2MI, ada hampir 6 juta tenaga kerja asal Indonesia yang berstatus ilegal di berbagai negara. Mereka tidak mendapat perlindungan negara karena masuk secara tidak resmi,” ujar Penrad dalam keterangan resminya, Senin (13/10/2025).

Ia menegaskan, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI harus menindak tegas agen-agen penyalur tenaga kerja ilegal yang menjadi bagian dari jaringan mafia perdagangan manusia.

Menurutnya, lemahnya regulasi dan pengawasan membuka celah bagi praktik penipuan terhadap masyarakat yang mencari pekerjaan di luar negeri.

“Pemerintah harus memperketat regulasi pemberangkatan pekerja ke luar negeri, terutama menindak agen-agen ilegal. Ini sumber masalah dan sudah menjadi jaringan mafia,” tegasnya.

Penrad juga mengingatkan pemerintah daerah, khususnya di Sumut, untuk aktif melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran kerja luar negeri tanpa prosedur resmi.

Ia menilai kasus seperti yang dialami Seli dan beberapa imigran ilegal yang berhasil dipulangkan harus menjadi pelajaran penting bagi generasi muda.

“Pengalaman Seli dan banyak pekerja lainnya tidak boleh terulang. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus turun langsung memberi edukasi agar anak-anak muda tidak tergoda iming-iming kerja cepat di luar negeri yang justru berujung penderitaan,” katanya.

Kepada generasi muda, Senator asal Sumut ini berpesan agar mengikuti jalur resmi jika ingin bekerja di luar negeri.

Ia menegaskan bahwa hanya pekerja legal yang akan mendapatkan perlindungan negara. “Jangan berangkat secara ilegal, karena apapun alasannya, pekerja ilegal tidak memiliki jaminan. Dari enam orang pekerja ilegal yang kami bantu pulangkan dalam enam bulan terakhir, semuanya mengalami kekerasan—bahkan ada yang meninggal dunia,” ungkapnya.

Penrad menutup pernyataannya dengan ajakan kepada generasi muda Sumatra Utara untuk tetap bersemangat dan kritis dalam mengejar kesempatan kerja yang aman dan bermartabat.

*Kronologi*

Karena kondisi keluarga yang sangat membutuhkan uang, Seli mencari peluang kerja melalui media sosial TikTok.

Di platform itu, ia berkenalan dengan seseorang yang menawarkan pekerjaan di Kamboja sebagai admin dengan janji seluruh biaya keberangkatan ditanggung perusahaan.

Pada November 2024, ia memutuskan berangkat tanpa sepengetahuan orang tuanya. Perjalanan dimulai dari Bandara Kualanamu menuju Jakarta, dilanjutkan ke Kuala Lumpur, lalu ke Bandara Ho Chi Minh, Vietnam.

Di sana, Seli dijemput taksi dan dibawa ke sebuah hotel di perbatasan Vietnam–Kamboja untuk menunggu penjemputan selama lima hari. Beberapa hari kemudian, ia dijemput lagi dan dibawa melewati perbatasan melalui jalur hutan menggunakan motor.

Sesampainya di Kamboja, paspornya disita dan ia dipaksa belajar pekerjaan yang ternyata bukan sebagai admin, melainkan operator penipuan daring (scammer).

Ia bekerja hingga April 2025, sebelum perusahaan bangkrut.

Seli kemudian dipindahkan ke tempat lain dan dijanjikan pengurusan visa, namun janji itu tidak pernah ditepati. Selama dua bulan ia bekerja tanpa gaji, bahkan dalam kondisi sakit.

Kepalanya sering nyeri, mengalami mimisan, dan penglihatannya mulai kabur. Gaji pertama sebesar 475 dolar AS baru diterima pada Juli 2025.

Ketika kesehatannya makin memburuk, ia meminta cuti, namun perusahaan meminta bayaran 100 dolar AS per hari.

Dalam masa cuti, ia berpura-pura pergi ke klinik dan melarikan diri. Dengan bantuan seorang warga Kamboja, ia membayar 300 dolar AS agar bisa menyeberang ke Vietnam tanpa visa.

Sekitar pukul 22.00 malam, ia berhasil melintasi perbatasan dan menuju bandara. Di sana, ia melapor ke kantor imigrasi terkait status overstay dan diarahkan keesokan harinya ke kantor Imigrasi Ho Chi Minh.

Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil. Ia kembali ke bandara untuk mengambil barang yang dititipkan, sementara kondisi tubuhnya makin lemah.

Seli kemudian menghubungi pacarnya di Jakarta agar memesankan hotel di dekat bandara. Ia menetap di sana dalam keadaan sakit parah dan penglihatan hampir hilang.

Di malam hari, ia masih sempat berkomunikasi dengan orang tuanya lewat video call sebelum akhirnya kondisinya memburuk dan sulit bergerak.

Sementara itu, orang tua Seli di Deli Serdang menghubungi sejumlah pihak untuk mencari bantuan termasuk Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian.

Tak lama setelah berkoordinasi dengan Penrad Siagian, akhirnya keluarga dapat berkomunikasi dengan KJRI Vietnam.

Atas bantuan KJRI, Seli dijemput dari hotel dan dibawa ke rumah sakit di Vietnam oleh Pdt. Hendra Syahputra yang bertugas di negara kemudian mengonfirmasi kondisi Seli kepada keluarga di Indonesia.[]

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi