“… pers nasional mengharapkan negara dapat semakin mengambil peran sentral dalam menjaga kelangsungan hidup industri media di Indonesia, khususnya dalam menghadapi era disrupsi media …”.
Itu bagian ungkapan Ketua PWI Pusat Akhmad Munir di Serang, Banten, (30/11/2025) saat acara kick off Hari Pers Nasional (HPN 2026) yang puncak acara HPN nanti pada 9 Februari 2026.
Penggalan ucapan itu, ingin saya garisbawahi, sebab mengandung arti kuat bagi kesinambungan pers nasional.
Sebenarnya nada serupa juga sudah digaungkan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) saat Rakernas di Banda Aceh/Sabang, Oktober 2025.
Pihak SPS dengan judul rekomendasi internal untuk kalangan anggota SPS dan yang eksternal ditujukan pada pemerintah, dengan rinci menyebut masalah dengan formula sikap yang perlu dilakukan pemerintah guna kesinambungan media massa di Indonesia, terutama media cetak.
KINI. Yang dicetuskan di Serang, Banten itu, kiranya dirumuskan dengan formula yang terang benderang. Supaya, bentuk peran sentral yang diharapkan dari pemerintah, bentuknya seperti apa.
Formulasi redaksional memang harus jelas. Sehingga saat pemerintah menetapkan kebijakan terkait kelangsungan hidup industri media di Tanah Air, cocok dengan harapan pihak pengelola media.
Secara umum tentu pihak pers dan pemerintah sudah tahu masalah utama pers nasional dan solusi mengatasi problema yang kini dihadapi. Namun jika peran sentral itu dengan kebijakan yang langsung menyentuh pokok masalah, kiranya yang terbaik. Supaya ? Ya, supaya titik persoalan yang dikeluhkan pihak pers menemukan solusi tepat.
Nah. Mungkin. Konstituen Dewan Pers, terdiri organisasi kewartawanan, pihak penerbit media cetak, kalangan media siber dapat diajak duduk bersama, merumuskan beberapa butir penting guna disampaikan ke pemerintah.
Konstituen Dewan Pers antara lain : Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asosiasi TV Swasta Indonesia (ATVSI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi TV Lokal Indonesia (ATVLI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Menyentuh ekosistem media di Tanah Air, alangkah elok, jika konstituen Dewan Pers itu memberikan sumbangsih pemikiran berdasarkan kondisi dalam praktek keseharian yaitu operasional media massa. Tentu akan diketahui sisi-sisi yang memang segera patut diminta pemerintah turun tangan.
Jika secara gamblang disebutkan “peran sentral” kiranya benar terwujud dalam praktek. Bukan hanya tertera dalam pemberitaan media atau sekedar ucapan, yang sering publik bilang sebagai lips service.
Usulan ke pemerintah mungkin bisa disampaikan melalui Dewan Pers. Atau langsung Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi). Jika momentum menyongsong acara HPN 2026 hal ini sengaja digaungkan, langkah berikut yakni sampaikan segera usulan konkret dan monitor (= kawal) seberapa jauh usul itu ditindaklanjuti.
Boleh jadi, saat HPN 2026 kelak, para petinggi konstituen Dewan Pers dapat berjumpa dengan pihak Kemenkomdigi atau kementerian terkait, silahkan dibahas rinci.
Mungkin saat HPN 2026 ada kesempatan. Jadikan moment and timing itu, langkah lebih jauh sehingga sisi-sisi yang diinginkan dari ”peran sentral”, menjadi kenyataan.
Sekali lagi, semoga “peran sentral” ini bukan basa-basi. Melainkan langkah nyata akan diterapkan.
Kita tunggu. Tetapi, jangan “waktu lama”. Perlu segera, karena nasib media di Tanah Air.











