Program SANTANA Salurkan Bantuan Logistik untuk Warga Terdampak Banjir di Desa Tandihat Tapanuli Selatan (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan — Kehadiran tim dosen dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UM-Tapsel) di lokasi pengungsian Desa Tandihat, Kabupaten Tapanuli Selatan, membawa secercah harapan di tengah situasi darurat yang kian kompleks.
Bantuan logistik yang disalurkan memang meringankan beban pengungsi, namun persoalan yang dihadapi warga Tandihat jauh melampaui sekadar kebutuhan pangan dan perlengkapan harian.
Bencana di Tandihat bukan lagi peristiwa tunggal. Ia bermula dari banjir, lalu berkembang menjadi ancaman yang lebih serius dan berjangka panjang: pergerakan tanah. Kondisi tanah yang labil pascabanjir dan longsor menyebabkan retakan dan amblasan di berbagai titik desa, memaksa lebih dari 600 warga atau sekitar 160 lebih Kepala Keluarga (KK) meninggalkan rumah mereka.
Bantuan di tengah ketidakpastian Tim UM-Tapsel hadir melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Tanggap Darurat bertajuk Inovasi Distribusi Logistik Berbasis Program SANTANA. Tim dipimpin oleh Rafiqah Amanda Lubis, MP, bersama Dr. Husniah Ramadhani Pulungan, S.Pd., M.Hum, Riski Baroroh, SE., MM, Eny Mayasari, SE., M.Ak, Yusnita Wahyuni Silitonga, M.Si, Yani Sukriah Siregar, M.Si, Nikmah Sari Hasibuan, M.Pd, dan Laila Kalsum Hasibuan, ME. Bantuan yang disalurkan difokuskan pada logistik dasar: makanan siap santap, paket cuci, paket sehat, serta hampers bayi dan anak.
Bantuan ini penting, mengingat sebagian besar pengungsi kehilangan dapur dan peralatan rumah tangga akibat banjir dan pergeseran tanah. Namun dalam konteks Tandihat, bantuan logistik hanyalah penyangga sementara. Ia membantu warga bertahan hari ini, tetapi belum menjawab pertanyaan terbesar: apakah desa ini masih aman untuk ditinggali? Desa yang rusak dan terancam data kerusakan menunjukkan skala bencana yang mengkhawatirkan. Sebanyak 157 rumah warga rusak parah, bahkan beberapa rata dengan tanah.
Fasilitas umum ikut terdampak; bangunan sekolah dasar berada dalam kondisi rawan roboh, sementara akses jalan menuju desa amblas hingga belasan meter, membuat wilayah ini nyaris terisolasi.
Kondisi tersebut menjelaskan mengapa warga memilih mengungsi, meski harus hidup serba terbatas. Retakan tanah yang terus melebar menjadi isyarat bahwa ancaman belum berakhir. Para pengungsi kini ditampung di beberapa titik aman, salah satunya area PTPN 4 Simarpinggan, tempat dapur umum didirikan.
Berdasarkan data, terdapat 615 jiwa dari 160 KK, termasuk 503 dewasa 62 balita, 49 anak-anak, dan 1 bayi. Kelompok rentan ini menjadi indikator paling jelas betapa bencana Tandihat bukan sekadar persoalan infrastruktur, tetapi juga krisis kemanusiaan.
Distribusi logistik juga melibatkan mahasiswa UMTS sebagai relawan lapangan. Tim mahasiswa yang terlibat antara lain Heri Sopyan Siagian, Emdra Syapudra HSB, Dinda Hafizah, Paraduan Hasibuan, Afrilia Angraini, Syaiful Ammar Alamsyah Harahap, Lukmanul Hakim, Novia Amanda, Fitriani Harahap, Riyadhus Sholihin, Johanes Parlindungan Hutabarat, Nadin Anjelia, Ferdy Hasan Siregar, Ernaida Ritonga, Adhela Wandina dan Muhammad Nazzar. Para mahasiswa membantu proses pengemasan, pendataan, serta penyaluran bantuan langsung ke masyarakat.
Pemerintah desa setempat menyambut baik kehadiran tim UMTS dan menilai bantuan logistik ini sangat membantu warga di tengah keterbatasan pascabanjir. Kondisi lingkungan di Desa Tandihat saat ini berangsur membaik, namun sejumlah warga masih membersihkan rumah dari lumpur dan membutuhkan dukungan logistik lanjutan.
Melalui Program SANTANA, UMTS berharap kehadiran perguruan tinggi dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat terdampak bencana.
“Kami ingin memastikan warga tidak merasa sendiri menghadapi bencana, dan kebutuhan dasar mereka tetap terpenuhi di masa sulit ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia Melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan. Skema Program Pengabdian kepada Masyarakat Tanggap Darurat Bencana Wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, Tahun Anggaran 2025,” tutup Rafiqah.
(RZD)