Menginklusifkan Pariwisata Sumut

Oleh: Damayanti

Pariwisata Sumatera Utara (Sumut) memiliki peran besar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Sektor pariwisata bahkan dinilai krusial dalam mengurangi tingkat kemiskinan, khususnya di pedesaan. Apalagi Sumut memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk tradisi, kesenian, dan bahasa.

Sumut memiliki situs pariwisata terbanyak di Indonesia. Meskipun banyak, kenyataannya sektor pariwisata belum mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) kita. Sebabnya, baru tiga lokasi yang paling sering dikunjungi para wisatawan- Samosir, Bukit Lawang, dan Gunung Sitoli, yang dianggap mampu menyumbang ke PAD Sumut. Lokasi pariwisata lainnya belum masuk dalam paket wisata karena nilai jualnya rendah. Lokasi tersebut juga dianggap belum memiliki keunikan dari segi posisi, keindahan alam, budaya, fasilitas, dan keramah-tamahan masyarakat.

Meski bertumpu pada tiga lokasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut menunjukkan, tingkat kunjungan wisatawan manca negara terus meningkat. Pada 2010, jumlah wisman hanya berkisar 200 ribu jiwa, dan pada 2013, melonjak berkisar 260 ribu jiwa. Peningkatan tersebut memengaruhi devisa negara dan pendapatan masyarakat.

Kendati terus meningkat, pariwisata Sumut tidak inklusif sehingga belum mampu menekan angka kemiskinan. Peningkatan kontribusi sektor pariwisata tidak berdampak terhadap pemerataan kesenjangan pendapatan masyarakat dan situs pariwisata belum seluruhnya dimaksimalkan. Ini kontras dengan Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata untuk menambah jumlah PAD-nya.

Kita sebenarnya punya Pulau Samosir yang tak kalah eksotik dari Bali. Namun, sektor pariwisata di Samosir belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup warga setempat. Masih banyak penduduk miskin yang tinggal di Samosir. Bahkan, nyaris satu dekade terakhir sarana dan prasarana pariwisata di sana kurang mendapat perhatian. Padahal, jumlah wisatawan yang berkunjung terus meningkat. Tidak hanya itu, peran masyarakat juga masih lemah.

Tantangan dan Peluang

Perbaikan mata rantai menuju pariwisata yang inklusif, kini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Sumut. Dibutuhkan perbaikan dari masing-masing pihak atau mata rantai untuk meningkatkan perannya. Para praktisi pariwisata mengatakan, dibutuhkan kerjasama antar semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, pengusaha dan masyarakat. Seluruh pihak perlu berperan untuk menciptakan pariwisata Sumut menjadi satu rantai dengan tujuan mempermudah dan memikat para wisatawan masuk ke Sumut.

Sebab selama ini, beberapa alasan yang menyebabkan para wisatawan, khususnya wisatawan asing, enggan berkunjung ke Sumut, terutama akibat sulitnya pengurusan visa, akses ke lokasi pariwisata yang sulit, infrastruktur yang buruk, fasilitas yang kurang memadai, keramahtamahan masyarakat yang kurang, dan kreativitas yang lemah dalam menciptakan layanan pariwisata.

Ketua Asosiasi Perjalanan dan Pariwisata Indonesia (ASITA) Sumatera Utara, Solahudin Nasution mengatakan, untuk membuat pariwisata maju, ego sektoral di antara mata rantai harus dihilangkan. Mata rantai itu antara lain dinas pariwisata, badan penanaman modal, pengelola bandara, pelabuhan, transportasi darat, dinas perhubungan, kantor imigrasi, asosiasi travel, hotel dan restoran, perbankan, para pedagang dan para pelaku seni dan kebudayaan, dan lainnya. Dengan memperdayakan mata rantai dan meningkatkan kerja sama untuk memajukan pariwisata, para wisatawan diharapkan dapat dimanjakan dengan pelayanan yang prima.

Pemberdayaan mata rantai ini juga akan membantu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) memiliki masterplan pariwisata yang jelas. Tidak hanya membentuk menjadi satu mata rantai, Pemprovsu pun harus menjadikan pariwisata inklusif. Inklusif artinya memberikan kesempatan bagi siapa saja dan meningkatkan partisipasi seluruh warga untuk sama-sama memajukan pariwisata, terutama masyarakat miskin di lingkungan sekitar lokasi pariwisata.

Pariwisata inklusif mampu menghubungkan banyak pihak. Misalnya, para petani dan nelayan menyediakan agrowisata. Para pelaku seni budaya dan pengrajin menyajikan pariwisata budaya. Para pelayan hotel dan restoran menyuguhkan pariwisata modern. Para pelaku industri kreatif di bidang perfilman menciptakan promosi wisata melalui segudang kreativitasnya, dan sebisa mungkin melibatkan penduduk Sumut yang berjumlah sekitar 14 juta.

Peluang untuk memajukan pariwisata Sumut inklusif sangat besar dan telah di depan mata. Peluang tersebut jelas terlihat dengan keberadaan Sumut yang strategis di kawasan ASEAN, hadirnya infrastruktur baru seperti Bandara Kualanamu, Pelabuhan Kuala Tanjung, dan perbaikan-perbaikan infrastruktur lainnya. Ditambah lagi, konsumen dalam negeri yang berjumlah besar, mendorong sektor pariwisata menjadi sektor unggulan dalam pertumbuhan ekonomi Sumut. Perkembangan pariwisata Sumut juga akan ikut menunjang pertumbuhan ekspor Sumut. Sebab terdapat banyak kesempatan untuk mempromosikan kepada para wisatawan tentang peluang-peluang investasi di 33 kabupaten/kota di provinsi ini.

Meski demikian, Direktur Akpar Medan Faisal, pesimis akan peluang tersebut terutama menyangkut kesiapan di bidang sumber daya manusia (SDM). Di bidang SDM, sertifikasi profesi dan sertifikasi kompetensi nasional pariwisata menjadi hal yang urgen dibicarakan. Sertifikasi tersebut menjadi syarat dalam bekerja di industri pariwisata di Indonesia ke depan.

Selain itu, menurutnya mata rantai perlu melakukan tindakan nyata. Masyarakat didukung untuk menjadi pelaku usaha kecil menengah (UKM), pemerintah bertugas mengembangkan keterampilan dan mempromosikan produk UKM, dan para praktisi swasta berperan memasarkan pariwisata. Karena itu, kata dia, Pemerintah Sumut harus melibatkan seluruh mata rantai dan menjadikan pariwisata Sumut inklusif. ***

()

Baca Juga

Rekomendasi