Liberty Manik Berperan Banyak bagi Bangsa

liberty-manik-berperan-banyak-bagi-bangsa
Medan, (Analisa). Dr Liberty Manik atau L Manik dikenal sebagai pencipta lagu kebang­saan Satu Nusa Satu Bangsa. Meski demikian, peranannya bagi bangsa Indonesia mulai terlupakan.

Assosiete Profesor Universitas Hawaii, Amerika Serikat, Uli Kozok PhD, memaparkannya pada Kuliah Umum Liberty Manik dalam Hubungan Budaya Indonesia Jerman diseleng­garakan kerja sama Prodi Pascasarjana Antropologi Sosial (Ansos) Jurusan Pendidikan Sejarah FIS Unimed, Sabtu (20/7) di Ruang Seminar Pascasarjana Unimed.

Turut hadir, Wadir 1 Pascasarjana Unimed Prof Dr Syahyar MS MM, Kaprodi Ansos Pascasarjana Unimed, Dr Hidayat MS, S Situngkir, salah satu ahli waris Liberty Manik, M Nababan akademisi Nommensen, Wakil Dekan II FIS Flores Tanjung sebagai mode­rator dan Ketua Pussis Ichwan Azhari. "Beliau terkenal karena lagu nasional­nya Satu Nusa Satu Bangsa. Pertama saya masuk di museum di Berlin, Liberty Manik juga yang menyusun katalog di sana karena dia juga seorang filolog, tapi tidak terlalu dikenal baik," paparnya.

Liberty Manik terkenal karena lagu nasional. Tahun 54 dia mendapatkan bea­siswa Sticusa. Dia juga seorang diri­gen. Liberty yang seorang Kristen justru mempelajari sistem nada Arab dan baginya itu tidak masalah karena Arab tidak seluruhnya muslim. Setelah tamat, dia dapat penawaran menarik. Saat itu, Jerman mendaftarkan semua naskah Asia dan Afrika. Intinya mereka mau mengatalogkan semua naskah. Naskah asia di Jerman ribuan dan Liberty Manik ditugaskan membuat katalog naskah Batak.

“Yang dibawa (ke Jerman) adalah tulisan tangan dan hanya di kertas biasa sementara pemerintah menekankan naskah merupakan tulisan aksara Batak, Jawi, Kawi, Bali dan lainnya, yang ber­usia ratusan tahun. Jadi saya kira, bu­kan barang budaya yang dibawa ke luar negeri, hanya tulisan biasa," paparnya.

Tulisan di naskah tersebut berupa kata nasihat dan instruksi. "Sebenarnya itu seperti instruksi membuat sesuatu. Banyak sekali, berkaitan dengan perang antara dua kampung, cara membuat azimat, instruksi prosedur. Selain itu, magic yang agresif, ada juga ramalan, mantra, obat atau ramuan, mujum atau ramalan," tambahnya.

Dr Hidayat mengatakan kedekatan Prof Uli Kozok untuk Unimed dan Medan secara umum. "Uli Kozok pernah menjadi dosen pada 1988-1989 di Unimed. Karena itu kedatangannya ibarat 'pulang kampung'. Kehadiran Prof Uli dalam hal ini untuk meng­ingatkan kembali peran seorang Liberty Manik bagi bangsa Indonesia. "Dalam dunia internasional, Liberty Manik dikenal sebagai filolog dan mengapli­kasikan sistem nada yang digunakan Liberty Manik berupa nada arab dan gere­ja, perpaduan Islam dan Kristen," ungkapnya mengenai kehadiran Prof Uli Kozok ke Medan.

Prof Syahyar sebelum membuka kegiatan, berharap mahasiswa dapat mengambil manfaat dari kehadiran Prof Uli Kozok sebagai ahli. "Kuliah umum ini istimewa karena menggunakan bahasa Indonesia tapi tamunya dari Hawai. Ini aplikasi dari KKNI dan kompetensi yang memang diinginkan dalam hal kolaborasi. Sumber belajar adalah data, teknologi dan ahli dan kita sudah kedatangan (ahli). Harus bisa kita ambil manfaat. Pertama sebagai kom­parasi seperti apa keunggulan ku­liah dosen yang sudah bertaraf inter­nasional, kuliah dari dosen di sini dan bisa dikomparasi karena ini tidak jauh berbeda di era globalisasi," sebutnya.

S Situngkir, salah satu ahli waris Li­berty Manik menyebutkan, data-data yang sudah diserahterimakan ke perpustakaan Jerman. "Paman saya, Liberty Manik, saat saya kuliah, me­ngajak saya jadi mahasiswa di Jer­man. Namun, belum sempat. Dan akhirnya baru ke Jerman saat serah terima. Saat di Jerman, saya lihat perpustakaan di sana sangat luar biasa. Semua diatur, ter­masuk pencahayaan dan suhu sehi­ngga naskah-naskah terawat. Saya juga menjelaskan kepada keluarga agar nas­kah itu tidak hanya 'dirumahkan'. Ketika meneliti gondang Batak, saya diikutser­takan. Jadi saya banyak diilhami cara berpikir dia. Kecil dia sudah berbakat main musik, menyanyi, dan alat musik. Du­lu ada diundang anak-anak raja, dites. Liberty Manik di masa kecil ber­nama Tiang, namun saat pembaptisan, pendeta mengubah karena dianggap harus diubah," ungkapnya sembari menambahkan dirinya ke perpustakaan di Jerman bersama akademisi M. Nababan yang sempat menjabat Direktur Pengkajian Batak di Nom­mensen saat itu. (st)

()

Baca Juga

Rekomendasi