Tolak Diskriminasi, Perempuan Aceh Sampaikan Tujuh Tuntutan

Tolak Diskriminasi, Perempuan Aceh Sampaikan Tujuh Tuntutan
Sejumlah lembaga perempuan di Aceh menggelar Aceh Women's March di lapangan Blang Padang, Banda Aceh (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia atau International Women's Day (IWD) 2020, kaum perempuan Aceh menyampaikan tujuh tuntutan.

Sejumlah lembaga perempuan di Aceh seperti Flower Aceh, Millenial Empowerment, Mitra MAMPU, Balai Syura, Forum Puspa Aceh, Natural Aceh, Komisi Kesetaraan KSBSI, Youth Forum of Aceh dan jaringan lainnya turut menggelar Aceh Women's March yang dipusatkan di lapangan Blang Padang, Banda Aceh.

Aksi yang melibatkan puluhan orang dari lintas organisasi dan komunitas itu dimulai dengan long march mengelilingi lapangan Blang Padang dan membawa alat kampanye yang berisi imbauan pemenuhan hak perempuan di Aceh.

Koordinator aksi, Novia Liza dari Flower Aceh menyebut, hari perempuan sedunia dirayakan setiap tanggal 8 Maret. Aksi ini merupakan kegiatan kolaboratif gerakan perempuan, kelompok millennial, berbagai lembaga dan komunitas serta individu di Aceh untuk menuntut pemenuhan hak-hak perempuan di Aceh.

"Adapun tuntutan perempuan Aceh yang ditujukan kepada pemerintah dan semua pihak, pertama mendesak semua pihak untuk menciptakan situasi dan kondisi yang aman dan nyaman bagi perempuan agar bebas dari tindak diskriminatif dan kekerasan untuk berpartisipasi di ranah publik dan politik dalam pembangunan Aceh," kata Novia, Senin (9/3).

Kedua, lanjutnya, mendorong semua pihak melakukan upaya nyata untuk pemenuhan hak perempuan terkait kesehatan dan gizi, pendidikan, ekonomi, politik, lingkungan, sosial dan budaya sebagai bagian dari hak asasi manusia yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Ketiga, mengecam dan menolak segala bentuk diskriminasi, pelecehan, pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di aceh, serta tindakan victim blaming (menyalahkan korban terhadap bencana yang menimpa dirinya),intimidasi dan berbagai bentuk perbuatan yang dimaksudkan untuk membungkam suara penyintas.

Keempat, mendesak adanya upaya pemulihan dan pemenuhan hak perempuan pelanggaran HAM Aceh di masa konflik, serta hak perempuan korban kekerasan seksual melalui proses hukum yang adil dan bermartabat.

Kelima, mendesak negara segera menyelesaikan persoalan yang dialami perempuan terkait krisis air serta isu lingkungan lainnya di Aceh Besar dan wilayah lainnya di Aceh.

Keenam, mendesak negara menjalankan kewajibannya untuk melindungi perempuan dari berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender sesuai amanah dalam Undang-undang HAM Nomor 39/1999, UU Penghapusan berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan Nomor 7 tahun 1984, UU Penghapusan kekerasan terhadap perempuan No 23/2004, dan melindungi anak-anak sesuai UU No. 35/2014, termasuk menyosialisasikan revisi UU Perkawinan Nomor 16/2019, mengenai usia minimum untuk kawin, mengawasi implementasinya di dalam masyarakat.

Ketujuh, mendesak negara menjalankan amanah CEDAW yang telah diundangkan pada undang-undang no.7/1984 pasal 2 yang mengharuskan Negara membuat peraturan-peraturan yang melindungi, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik yang diskriminatif terhadap perempuan.

(MHD/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi