International Women’s Day, Lindungi dan Penuhi Hak-hak Perempuan

International Women’s Day, Lindungi dan Penuhi Hak-hak Perempuan
Salah satu peserta aksi International Women’s Day 2024 menunjukkan sebuah poster berisi dukungan terhadap seluruh perempuan di seluruh dunia saat memperingati Hari Perempuan Internasional di Kota Medan, Sabtu (9/3) (Analisadaily/Cristison Sondang Pane)

Analisadaily.com, Medan - Perempuan di Kota Medan mendorong semua pihak untuk berinvestasi, memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak perempuan, terutama dalam sistem ekonomi, yang sering kali dipinggirkan dari perekonomian Indonesia. Belum lagi, rancangan undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah 20 tahun tak kunjung disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pendiri Komunitas Perempuan Hari Ini, Lusty Malau, mengatakan padahal sudah jelas, banyak sekali pembantu rumah tangga menjadi korban. Bayangkan saja, kata dia, bagaimana kalau PRT di seluruh indonesia demonstrasi, pasti tidak ada yang mengerjakan pekerjaan domestik pejabat-pejabat atau pengusaha. Tetapi sangat disayangkan hak-hak mereka diamputasi dan tidak mendapatkan upah layak.

“Pesan koalisi gerakan perempuan di Kota Medan yang aksi hari ini, apa salahnya anggota legislatif mengesahkan undang-undang yang melindungi warga negaranya, khususnya perempuan yang bekerja di ranah domestik,” kata Lusty di sela-sela peringatan Hari Perempuan Internasional (IWD) 2024 yang mengangkat tema “Invest in Women: Accelerate Progress” di Titik Nol Kota Medan, Sabtu (9/3).

Menurut Lusty, pekerjaan domestik sama berharganya dengan pekerjaan publik, bedanya perempuan yang bekerja di publik dibayar layak, walaupun masih ada ketimpangan upah. Tetapi perempuan yang ada di ranah domestik tidak pernah diperhitungkan, bahkan dianggap sepele, disebut tidak membutuhkan skill.

Peserta aksi duduk di jalan dan menunjukkan poster saat memperingati Hari Perempuan Internasional 2024 di Kota Medan, Sabtu (9/3)
“Pekerja rumah tangga itu sangat membutuhkan skill. Dalam aksi ini kita menyuarakan persoalan tersebut,” tegas Lusty.

Dia lanjut menceritakan kegelisahannya tentang buruh perempuan yang tidak mendapatkan cuti haid, hamil, melahirkan, dan walaupun cuti upahnya dipotong. Negara menuntut perempuan untuk bereproduksi tetapi tidak menyediakan akses ekonomi yang layak serta tidak menyediakan well being pada perempuan saat bekerja.

“Padahal perempuan pekerja juga menyumbang devisa negara,” ujarnya.

Tidak itu saja, Lusty juga menyampaikan soal kasus-kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan adat, perempuan yang ada di desa di objektifikasi hanya untuk urusan domestik seperti sumur, kasur, dapur. Kemudian pernikahan anak perempuan dan bahkan korban kekerasan seksual di desa itu sering kali didamaikan dengan pelaku tanpa proses hukum.

Peserta aksi membentangkan spanduk Sahkan RUU PPRT saat memperingati Hari Perempuan Internasional yang dirayakan setiap tanggal 8 Maret. Aksi ini digelar di Kota Medan pada Jumat (8/3)di Kota Medan, Jumat (8/3).
“Kondisi itu terjadi karena karena akses pengetahuan tidak semasif di kota. Seharusnya pemerintah di desa menyampaikan mekanisme penyelesaian kekerasan seksual, tapi itu tidak terealisasi dengan baik,” tutur Lusty.

Perempuan di daerah konflik

Pada momen peringatan ini, mereka sangat prihatin dengan kondisi para ibu, perempuan yang berada di daerah konflik. Mereka menilai, kasus yang menimpa perempuan paling besar itu ada di wilayah konflik, termasuk tanpa sanitasi dan tanpa makanan yang layak.

“Bahkan perempuan di Palestina itu makan pil supaya tidak haid. Bayangkan, itu akan bisa menimbulkan penyakit, apalagi perempuan sedang hamil atau melahirkan. jadi masalah-masalah perempuan itu kompleks, perempuan masih dianggap objek, manusia inferior, manusia kelas II,” tutur Lusty.

Lusty menambahkan supaya menyediakan akses yang layak tanpa mendiskriminasi siapapun, sehingga ada persamaan hak, dan tidak mencampuri urusan privasi seseorang, seperti orientasi seksual, dan gender (Sogiesc).

President Club Girl Up, Johanna, memandang bahwa mereka menganut interseksionalisme, tidak ada kebebasan perempuan kalau belum semua perempuan itu bebas. Masih ada perempuan yang tidak seberuntung perempuan yang ada saat ini, merayakan hari perempuan sedunia, seperti di Palestina, Gaza, Sudan, Kongo.

“Di sana mereka tidak bisa mengakses kebutuhan dasarnya, mereka juga rentan mendapat kekerasan seksual. Jadi perayaan ini sebenarnya untuk saling menguatkan sesama perempuan. Kami pun mendesak agar negara lebih banyak melibatkan perempuan dalam pemerintahan,: ucap Johanna.

Ketua Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Kota Medan, Linda mengatakan, sampai sekarang kaum perempuan masih kerap dipandang sebagai warga kelas dua. Kerap kali mendapatkan diskriminasi, kekerasan, penindasan, dan ketidakadilan di ranah sosial, tak terkecuali di dunia kerja dan pendidikan.

Sahkan RUU PPRT

Peringatan ini untuk merefleksikan pencapaian perempuan dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya. Terlebih, untuk memperjuangkan hak atas kesetaraan, kesempatan, keadilan bagi perempuan dalam berbagai sektor. Apalagi belakangan ini terlihat perjuangan perempuan banyak sekali mendapatkan hambatan dan tantangan.

Sudah banyak usaha yang dilakukan, RUU PPRT sudah mengalami berbagai proses kajian, studi banding, berbagai proses dialog, revisi dan pembahasan dan pada Selasa, 21 Maret 2023 RUU PPRT telah dinyatakan sebagai RUU inisiatif DPR. Bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan RUU tersebut diprioritaskan tahun 2023.

“Kami menyesalkan, merasa prihatin, karena DPR terus menunda dan menunda, memposisikan 4 sampai 5 juta PRT mayoritas perempuan, warga miskin dan penopang perekonomian nasional sebagai warga yang terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan. Satu hari penundaan pengesahan RUU PPRT sama dengan membiarkan puluhan PRT korban berjatuhan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan,” kata Linda dalam siaran persnya.

Dari data JALA PRT tahun 2023, ada 2641 kasus, 79 persen mereka tidak bisa menyampaikan situasi kekerasan karena akses komunikasi yang ditutup hingga mulai meningkat intensitas kekerasan dan berujung pada situasi korban yang fatal.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi