Siapa Itu? Zahir Si Penjual Daun Ubi, Anak Petani yang Kini Bupati

Siapa Itu? Zahir Si Penjual Daun Ubi, Anak Petani yang Kini Bupati
Bupati Batubara, Zahir. (Analisadaily/Khairil Umri)

ZAMAN dulu sudah terbentuk fenomena, ini anak siapa, ini dari mana?. “Zahir ini penjual daun ubi,” kenang Bupati Batubara Zahir, saat mengingat pameo orang. Kepada Analisa, Zahir menceritakan bagaimana kehidupan masa kecilnya yang serba susah.

"Tidak ada yang tidak mungkin dalam kehidupan. Jangan kita merasa karena miskin, tidak mampu, tidak bisa mencapai cita-cita. Jangan pernah menyerah. Pasti suatu hari cita-cita itu akan terwujud. Ingat jangan sombong,” pesan itu disampaikannya saat diwawancarai di Medan, Sabtu lalu.

Dia memang lahir dari keluarga yang sangat sederhana. Dia putra kelima dari tujuh bersaudara dari ayah, Alm. Abdul Djalil dan ibu Hj Mahniah.

Zahir teringat pada 1982, daerah mereka diserang hama wereng. Keluarganya pun pindah ke Kuala Gunung. Menata kehidupan baru.

Di sana daratan dan kebun, lalu bertanam sayur seperti daun ubi.

“Pagi-pagi sebelum sekolah di SD, daun ubi saya titip di warung-warung,” kenang Zahir.

Sore buka lapak di Pasar Simpang Dolok menjual pepaya sepulang sekolah. Kala SMP, pernah ikut kakak di Simpang Dolok, juga membantu berjualan.

“Kita sedih mengapa ada panggilan seperti itu,” katanya.

Tapi dia tidak peduli sepanjang yang dikerjakannya halal.

“Saya tidak peduli kata orang walaupun kadang merasa malu,” katanya.

Oya, Zahir duduk di bangku SDN 1 Simpang Dolok. Lalu, SMP Negeri Labuhan Ruku , dan SMA di SMAN Air Putih.

He-he, kala masa puber, dia pun sudah mengenali cewek-cewek cantik.

Tapi ketika si cewek melihat Zahir berjualan daun ubi, malu juga rasanya.

Saat di SMA dia pernah berkelahi. Dulu itu lucu-lucu. Berkelahi hanya karena saling lihat-lihat.

“Apa kau, sor? Ya kenapa rupanya. He-he, berantamlah,” ucapnya.

Zahir pun suka menjahili temannya. Kalau ada tas kawan, dirondokkannya. Kalau kawannya sedang akan menghormat dalam suatu upacara, dia pegang tangannnya.

“Hormat gerak.Tiba-tiba tangannya enggak jadi terangkat,” Zahir mencontohkan.

“Ya lucu-lucu saja,” katanya.

Zahir dulu bercita-cita jadi mandor kebun. Dia terbayang memakai sepatu dan celana pendek. Kerenlah. Tapi, he-he, mendaftar di Lonsum, Socfindo, dan PTP tidak diterima.

Ketika Asahan dimekarkan dan muncul Kabupaten Batubara, dia ingin menjadi bupati. Dia pun memasuki partai politik.

“Cobalah masuk DPRD,” saran seorang seniornya. Daftar di Asahan kalah dan kedua baru berhasil.

Mula-mula dia pikir menjadi bupati itu gampang. Ternyata sulit, karena harus mengelola masyarakat. Mengelola benda gampang.

“Akhirnya bisa, walaupun maju dan kalah. Ternyata kekalahan ada maknanya, bahwa Allah SWT belum memberikan restu,” ujarnya.

Tapi saya terpilih jadi DPRD Sumut. Di situlah, Zahir belajar mengelola pemerintahan, menyusun anggaran dan menyelesaikan permasalahan. Eh, kemudian dia ikut lagi pilkada. “Dan terpilih,” katanya.

Ada satu ciri khas Zahir kalau berpidato. Gayanya banyak guyon. “Guyonan membuat orang senang. Orang bisa menangkap maksud kita dan selalu terkenang saat bubaran,” kata pria yang lahir di Desa Air Hitam, Kecamatan Lima Puluh, 29 Januari 1969 itu.

Berita kiriman dari: Muhammad Arifin

Baca Juga

Rekomendasi