Juru Bicara GTPP Covid-19 Sumut, Whiko Irwan, melakukan wawancara bersama dr. Dewi Indah Sari Siregar, M. Ked (ClinPath), Sp.PK, Ketua Tim Laboratorium Pemeriksa Covid-19 RS USU, Kamis (7/5) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Sebagai laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 pertama di Sumatera Utara, Laboratorium Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (RS USU) Medan berperan penting dalam upaya percepatan penanganan pandemi Covid-19 di Sumut.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Lab Pemeriksa Covid-19 RS USU, Dewi Indah Sari Siregar, dalam sesi wawancara yang dipandu Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, Mayor Kes. dr. Whiko Irwan, di Media Center GTPP Covid-19 Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan, Kamis (7/5).
Dewi menuturkan, sejak awal hingga kini, Laboratorium RS USU sudah memeriksa 541 sampel atau specimen yang tersebar di seluruh daerah di Sumut.
Bahkan menurutnya, dalam keadaan normal pihak rumah sakit bisa melakukan pemeriksaan hingga 96 sampel per hari.
"Dengan catatan hingga kini jumlah pasien yang dinyatakan positif dari sini sebanyak 50-an orang," kata Dewi.
Dijelaskannya, untuk melakukan pemeriksaan PCR terdiri dari dua langkah. Pertama pemeriksaan pre PCR, yakni ekstraksi. Kemudian menggunakan PCR yang kini alatnya sudah dimiliki RS USU.
"RS USU juga punya alat ekstraksi yang sifatnya otomatis. Jadi itu sangat membantu kami dalam pemeriksaan. Untuk bahan-bahannya sebagian dibeli oleh RS USU, sebagian dengan bantuan dari Menristek Dikti, juga dari Litbang Kemenkes RI dan BNPB," jelasnya.
Adapun fase pemeriksaan selanjutnya, pertama adalah pengambilan sampel dengan swab yang kemudian dimasukkan ke virus transport media (VTM), kemudian ekstraksi virus dan terakhir PCR.
Untuk metode pemeriksaan sendiri, Dewi menjelaskan bahwa semuanya hampir sama dengan yang digunakan di seluruh Indonesia. Sebab setiap langkahnya tetap harus berkoordinasi dengan Puslitbangkes Kemenkes, baik dari segi hasil, kualitas pengendalian dan pemantapan kualitas ekseternal.
Terkait pemeriksaan specimen atau sampel yang diambil dari penderita Covid-19, kata Dewi, dalam prosesnya RS USU menggunakan cairan yang diambil dari dua tempat.
"Pertama nasofaring dan kedua orofaring. (nasofaring cairan tenggorokan bagian atas dan orofaring cairan tenggorokan bagian tengah). Kedua cairan ini akan dimasukkan ke dalam VTM. Bila tidak ada kita gunakan Universal TM, kemudian nanti dikirimkan ke lab pemeriksa. Pengiriman bekerja sama dengan Dinkes daerah dan provinsi," ungkapnya.
Sedangkan soal pemeriksaan yang bisa dinyatakan negatif dan berubah menjadi positif untuk kedua kalinya, Dewi menerangkan bahwa ada beberapa hal yang bisa menyebabkan perbedaan antara swab 1, swab 2 dan swab 3.
"Pertama adalah pre analytic, yakni teknik pengambilan sampelnya. Bagaimana penyimpanan VTM dan bagaimana cara pengiriman VTM sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Kemudian kapan dilakukan swab. Apakah terlalu awal atau mungkin terlambat. Bisa saja pasien rapidnya positif, kemudian beberapa hari baru diperiksa hasilnya bisa negatif. Salah satu yang menyebabkan hasil berbeda, ya itu tadi," terangnya.
Pemeriksaan PCR sendiri, kata Dewi, juga digunakan gen. Hal ini menurut standar ada beberapa jenis yang direkomendasikan WHO seperti RDRP (RNA-dependent RNA Polymerase) dan lainnya. Namun bukan hanya untuk melihat Covid-19, tetapi bisa juga untuk Sars atau Mers, dimana pada masa pandemi sekarang ini, pihaknya diminta meningkatkan sensitifitas.
"RS USU juga membuka (diri) bagi pasien atau warga yang mencurigai dirinya terkena Covid-19 ini untuk datang ke sini. Nanti ada tim khusus yang bertugas untuk men-screening, akan ada wawancara di awal, apakah ada keluhan, riwayat kontak. Kemudian dari situ dapat pemilahan apakah pasien masuk dalam kriteria ODP, PDP, OTG atau bahkan kontak erat," jelas Dewi.
Sementara untuk langkah awal, sambungnya, bisa dilakukan rapid test. Walaupun negatif, tetapi jika memenuhi kriteria yang keempat, maka pasien tetap bisa dilakukan pemeriksaan swab.
"Kalau dia curiga, boleh datang ke puskesmas. Nanti puskesmas yang screening. Kalau mau datang langsung, kita buka dari jam 10.00 sampai 12.00 WIB untuk screening dan swab," katanya.
Untuk biayanya mencapai Rp1 juta hingga Rp2 juta per satu specimen, tergantung produsen yang menghasilkan reagent (reagensia : larutan zat dalam komposisi dan konsentrasi tertentu yang digunakan untuk mengenali zat lain yang belum diketahui sehingga diketahui isi zat lain tersebut).
"Sampai sekarang RS USU tidak menarik biaya untuk masyarakat. Keseluruhan biaya ditanggung USU, Mendikbud dan bantuan pusat serta Pemprov Sumut," tambahnya.
Sedangkan laporan hasil pemeriksaan specimen, kata Dewi, wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Litbangkes Kemenkes melalui sistem daring. Kemudian ke dinas kesehatan dan dapat juga dikirimkan ke rumah sakit yang merujuk.
Dewi juga menceritakan bagaimana pihaknya harus bolak balik, naik turun untuk memastikan proses pemeriksaan berjalan. Sebab, persediaan reagensi yang ada sangat terbatas. Namun ini juga dialami negara lain, bukan hanya di Sumut.
"Mulai dari VTM, kit ekstraski dan kit PCR. Jadi reagen (reagensia) ini yang memang susah mendapatkannya. Punya uang pun belum tentu bisa dapat. Kemudian jika ada reagen jenis baru kita harus ulang uji coba lagi. Kalau sesuai dan dianggap baik, baru kita tangani pasien," sebutnya.
Karenanya Laboratorium RS USU terus berkoordinasi hingga sudah beraudiensi ke Gubernur Sumut. Bahwa katanya, semua sudah bekerja maksimal, namun memang barangnya susah dicari.
Sementara untuk menemukan vaksin, Dewi mengakui langkah itu memerlukan fasilitas yang lebih sehingga belum bisa dilakukan penelitian itu. Namun yang dapat dijalankan adalah dengan plasma dari pasien positif Covid-19 yang sembuh.
Dengan begitu, Jubir GTPP Covid-19, Whiko Irwa, mengimbau kembali kepada warga Sumut agar tetap di rumah atau menggunakan masker jika keluar rumah, rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak interaksi serta menjauhi kerumunan.
(JW/EAL)