Pekerja menyortir daun teh usai dipetik di perkebunan PTPN VI, Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Senin (3/8). (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/wsj)
Analisadaily.com, Jakarta – Perkebunan Nusantara Grup memastikan tidak pernah merampas hak rakyat dalam sengketa lahan atau konflik agrarian terkait penyerobotan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN di berbagai daerah yang masih terus terjadi.
Seperti diketahui, PTPN Grup sebagai holding perkebunan tengah fokus menjalankan transformasi bisnis dengan mengoptimalkan asset-aset negara, termasuk lahan perkebunan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar bagi negara.
Direktur Umum Holding Perkebunan Nusantara III, Seger Budiarjo mengatakan, konflik pertanahan yang muncul jelas akan membawa kerugian yang diderita PTPN tidak saja terbatas materi, tapi juga immaterial.
“Kerugian immaterial seperti fokus perusahaan yang terbelah untuk mengatasi permasalahan konflik tanah, menurunnya hubungan dengan masyarakat sekitar yang semula harmonis menjadi terganggu yang akhirnya berdampak terhadap performa perusahaan,” kata Seger dilansir dari
Antara, Minggu (9/8).
Penyerobotan lahan HGU oleh pihak-pihak tertentu yang mengganggu menjadi titik mula terjadi penggarapan yang bermuara kepada konflik pertanahan.
Ia menambahkan, PTPN sebagai entitas bisnis BUMN Perkebunan adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagai besar modalnya dimiliki oleh negara sehingga pengelolaannya harus hati-hati dan tidak boleh kalah dengan oknum pihak-pihak yang ditengarai sering ada di balik setiap sengketa lahan.
Oleh karena itu, dia berharap semua pemangku kepentingan dari unsur pemerintah pusat dan daerah bisa bekerja sama dengan PTPN untuk menyelesaikan masalah sekngketa secara adil, musyawarah, kekeluargaan dengan tetap mematuhi hukum.
Di berbagai daerah, PTPN selalu melakukan dialog yang melibatkan pemangku kepentingan unsur Muspida dan tokoh masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa lahan agar dapat mencegah konflik yang bekerpanjangan yang dapat merugikan semua pihak.
Namun, seringkali PTPN sebagai korporasi dianggap semena-mena terhadap masyarakat.
“Semua sengketa lahan penyelesaiannya melalui langkah kekeluargaan dan jalur hukum untuk mencari kepastian hukum atas tanah, karena jelas sebuah korporasi besar kami terkait paa peraturan dan tata kelola yang jelas harus dipatuhi,” sambungnya.
Khusus pada kasus sengketa lahan di kebun bekala, Deli Serdang, Sumatera Utara, PTPN II memiliki asar hukum yang kuat dan berkekuatan hukum tetap. Ia pun menjelaskan penerbitan HGU no.171/Simalingkar A seluas 854.26 ha itu pernah digugat masyarakat Forum Kaum Tani Lau Chi di PTUN Medan.
Namun, perkara itu telah memperoleh putusan kasasi di MA RI No.5K/TUN/2020 yang pada intinya menguatkan putusan hukum PTUN Medan dan Pengadilan Tinggi Medan TUN yang menyatakan, gugatan tidak dapat diterima atas klaim sepihak Forum Kaum Tani Lau Cih.
Dalam hal ini, PTNP II memberikan biaya konpensasi secara bertahap yang layak kepada masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan itu dan menyerahkan kembali tanah itu kepada PTPN II sesuai hasil kesepakatan dengan Muspida dan DPRD Sumatera Utara.
Di sisi lain, perseroan melalui program kemitraan dan bina lingkungan selalu menjalankan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kebun sebagai bentuk aksi kepedulian sosial dan peningkatan kesejahteraan.
Hal ini juga menjadi wujud kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar untuk mendukung terciptanya harmonisasi hubungan yang selama ini terjalin dengan baik.
(CSP)