Sanksi Tegas Disiapkan Bagi Pembukaan Lahan dengan Membakar

Sanksi Tegas Disiapkan Bagi Pembukaan Lahan dengan Membakar
Ilustrasi kebakaran hutan (Pixabay)

Analisadaily.com, Jakarta - Sanksi tegas disiapkan Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap praktek pembukaan lahan perkebunan dengan cara pembakaran mengacu pada Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014.

Dilansir dari Antara, Rabu (26/8), Direktur Perlindungan Perkebunan Kementan, Ardi Praptono mengatakan, pada Pasal 108 UU Perkebunan disebutkan setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar,

"Kami telah menyiapkan diri untuk mengatasi kebakaran, bahkan Kementan punya sanksi tegas yang tertuang dalam Undang-Undang Perkebunan No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan," katanya dalam diskusi webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan 'Persiapan Industri Sawit Hadapi Karhutla di Tengah Pandemi Covid-19' di Jakarta.

Disebutkannya, terkait upaya pencegahan kebakaran lahan, Kementan secara aktif melakukan sosialisasi regulasi dan penerapan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) di enam provinsi rawan karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Kemudian, langkah lainnya membentuk Brigade Karlabun dan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) sebanyak 3.181 orang. Hingga tahun 2019, telah terbentuk 17 Brigade Kartabun dengan total jumlah personel 1.051 orang. Selain itu, juga telah terbentuk 142 KTPA dengan total anggota petani sebanyak 2.130 orang.

Diungkapkan Ardi, tahun ini Kementan menyiapkan dana sebesar Rp 4,55 miliar dalam pencegahan karhutla dari sebelumnya dianggarkan mencapai Rp 12,1 miliar. Akibat adanya pandemi Covid-19, anggaran tersebut diefisienkan.

“Dari anggaran tersebut, sudah dibuat demplot pembukaan lahan perkebunan tanpa membakar di Kalimantan Tengah. Fokus lain penggunaan dana ini yaitu operasional brigade karlabun dan pengawalan penanganan kebakaran lahan serta perkebunan,” terangnya.

Kepala Sub Direktorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Anis Susanti Aliati mengingatkan, BMKG memprediksi puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada bulan Juli-September sehingga semua diharapkan waspada terutama Agustus dan berharap karhutla tahun ini tidak meningkat.

“Pencegahan karhutla lebih baik daripada melakukan pemadaman ketika sudah terjadi kebakaran. Oleh karena pencegahan karhutla merupakan tanggung jawab bersama mulai dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pelaku usaha, perguruan tinggi dan masyarakat,” sebutnya.

Sejumlah upaya dilakukan KLHK untuk mencegah karhutla tahun ini seperti optimalisasi pemanfaatan data iklim dan memonitor cuaca serta teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dilakukan lebih awal pada akhir musim hujan yakni mulai bulan Maret 2020.

“Pengelolaan dari para pemegang konsesi lahan agar melakukan kegiatan pembukaan lahan tanpa bakar,” ujarya.

Ketua Bidang Sustainibility Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bambang Dwi Laksono mengatakan, terdapat tantangan untuk penanganan karhutla termasuk di area perkebunan, salah satunya, lahan perkebunan pada umumnya berada di remote area dengan sistem komunikasi dan transportasi yang terbatas.

“Hal itu menyebabkan deteksi kejadian dan penanganannya kerap kali mengalami keterlambatan,” ungkapnya.

Kemudian masih ada peraturan perundangan yang membolehkan pembakaran lahan untuk membuka lahan baru dengan alasan kearifan lokal. Selain itu, pandemi Covid-19 menjadikan keterbatasan interaksi sehingga berpotensi menyebabkan rendahnya pelaksanaan program kerjasama dengan masyarakat lokal dalam penanganan karhutla.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi