Seorang petani melemparkan pupuk di sawah (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Banda Aceh - Kelangkaan pupuk bersubsidi untuk petani di Provinsi Aceh sangat sering terjadi, bahkan berulang setiap tahunnya sehingga membuat petani resah. Padahal pupuk menjadi kebutuhan dasar petani untuk menghasilkan panen yang maksimal.
Guna mencari solusi atas masalah tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Aceh melakukan investigasi ke beberapa kabupaten/kota.
Selanjutnya mereka melakukan rapat koordinasi yang kedua kalinya dengan para stakeholder.
Hadir dalam rakor tersebut perwakilan dari PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), Disperindag Aceh, Distanbun Aceh, Biro Perekonomian Setda Aceh, dan juga perwakilan dari PT. Petro Kimia Gresik yang merupakan produsen pupuk.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin Husin menyampaikan, rapat koordinasi tersebut merupakan wadah mencari solusi bersama untuk kemaslahatan para petani.
"Ini merupakan rapat kedua kalinya yang bertujuan mencari solusi bersama," ujar Taqwaddin di Banda Aceh, Kamis (17/9).
Abdulllah, perwakilan dari Disperindag Aceh mengungkapkan, saat ini hanya sekitar 38 persen yang tersedia dari total kebutuhan masyarakat. Sehingga terjadi kelangkaan pupuk subsidi untuk petani di lapangan.
Sementara Kabid Sarpras Distanbun Aceh, Fakhrurrazi yang hadir dalam rapat tersebut menegaskan adanya kemungkinan terjadi kelangkaan besar-besaran pupuk subsidi pada akhir tahun ini.
"Stok saat ini hanya tersisa sekitar 33 ribu ton untuk Aceh, sedangkan banyak daerah sedang musim tanam. Ini yang menjadi kekhawatiran akan kelangkaan pupuk nantinya," sebut Fakhrurrazi.
"Namun demikian, ada penambahan 1,2 juta ton pupuk subsidi untuk nasional, nanti akan di breakdown untuk pembagian. Kita berharap mendapat jatah yang memadai guna menghindari kelangkaan," tambahnya.
Direktur Keuangan dan Umum PT. PIM, Roehan Syamsul, pada kesempatan itu menyampaikan, PT. PIM selaku produsen pupuk yang berlokasi di Aceh memiliki stok yang cukup untuk kebutuhan petani, jika ada permintaan tambahan pupuk subsidi dari Pemerintah. "Perusahaan kami memiliki stok cukup untuk subsidi" sebut Roehan.
"Yang kita sayangkan, kuota pertama untuk Aceh sekitar 74 ribu ton, kemudian terjadi revisi menjadi 56 ribu ton. Sehingga terjadi kekurangan quota untuk tahun 2020 ini," ungkap Roehan.
Roehan juga menambahkan perlu adanya penambahan kuota pupuk subsidi serta adanya kartu tani untuk salah satu solusinya.
Hal senada diutarakan perwakilan PT. Petro Kimia Gresik. Pihaknya menyampaikan siap menyediakan stok pasokan pupuk subsudi untuk Aceh. Saat ini mereka memiliki 8 unit gudang untuk penyimpanan pupuk.
"Pihak kami siap untuk stok pupuk subsidi dan non-subsidi, pupuk subsidi kami salurkan sesuai sesuai berdasarkan quota yang ditetapkan," sebut Hadrian selaku perwakilan PT. Petro Kimia Gresik yang hadir pada rakor di Kantor Ombudsman Aceh.
Pada pertemuan tersebut didapatkan beberapa kesimpulan yang nantinya disampaikan kepada pihak terkait. Diantaranya, mempercepat langkah penambahan kuota pada akhir tahun ini, supaya tidak terjadi kelangkaan pada musim tanam akhir tahun. Kemudian menggunakan dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh untuk membeli pupuk yang nantinya akan disubsidi kepada petani.
"Langkah pertama untuk jangka pendek, kita berharap adanya sinergitas para pihak agar melakukan lobi ke Pemerintah Pusat untuk penambahan kuota dari 1,2 juta ton nasional tersebut.
Selanjutnya, untuk jangka panjang, kita menyarankan Pemerintah Aceh membeli pupuk dengan menggunakan dana Otsus yang kemudian pupuk tersebut disubsidikan kepada para petani," sebut Taqwaddin selaku Kepala Ombudsman RI Aceh.
Dari pada dana Otsus terjadi Silpa dan dikembalikan ke pusat, lebih baik digunakan untuk kepentingan rakyat. Mengenai ketentuan yang dibolehkan sudah ada aturannya dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
"Hasil dari investigasi dan rapat koordinasi ini nantinya akan kami serahkan kepada para pihak yang terkait, ini merupakan salah satu produk Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik. Kita berharap kelangkaan pupuk subsidi tidak lagi terjadi pada tahun-tahun berikutnya," demikian pungkas Taqwaddin yang juga Dosen Senior Fakultas Hukum Unsyiah ini.
(MHD/EAL)