Sawaluddin Toelle bersama istri dan anak-anaknya (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Galang - Penampilannya biasa saja seperti orang kebanyakan dan terkesan sederhana. Tidak terlihat mewah saat berpakaian. Sepintas, bagi orang yang belum kenal dan tidak tahu dengan sosoknya, pasti tak menyangka lelaki bertubuh gempal ini merupakan pebisnis sukses yang bergerak di bidang telekomunikasi.
Kebiasaannya sehari-hari yang selalu berbaur dengan masyarakat, gaya bicara yang tidak formal dan senang bercanda, termasuk saat berada di warung kopi hingga tidak membuat jarak antar status sosial, menjadi alasan kenapa orang yang belum kenal tidak akan menyangka sosoknya.
Lelaki tersebut memiliki nama lengkap Sawaluddin Toelle, lahir 13 Mei 1972 di Desa Timbang Deli, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Ia anak ketiga dari pasangan Ridwan Toelle dan Mistik.
Usai menamatkan pendidikan jenjang Sekolah Teknik Mesin (STM) di salah satu sekolah swasta, ia mencari peruntungan dengan bekerja.
Tahun 1992 usai menamatkan pendidikan, dia pergi ke Jakarta dan bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan alat telekomunikasi.
Meski hanya tamatan STM, semangat untuk sukses selalu menggebu sehingga prinsip mencari ilmu dari pekerjaan yang dilakoninya terus diasah. Seiring waktu, karirnya terus melonjak dan tahun 2012 ia ditugaskan pimpinan perusahaan ke Sumatera Utara menjadi Regionlal Project Manager (RPM) menangani proyek beberapa provinsi.
Karir Sawaluddin semakin melejit. Ia kemudian ditarik kembali ke kantor pusat di Jakarta dan mendapatkan promosi jabatan sebagai Project Manager (PM).
"Satu-satunya Project Manager yang belum ada di Nokia tamatan STM. Cuma aku," ungkapnya yang selalu yakin bahwa mental menjadi prinsip menjalani kehidupan di ibukota Jakarta dan berkarir dalam bekerja.
Keluar Zona Aman
Bagi banyak orang, mungkin dengan posisi yang diraihnya sudah aman dan nyaman setelah melalui proses panjang dalam karir bekerja.
Aman dan nyaman tentu secara finansial sudah terpenuhinya kebutuhan dari gaji yang diterima sebagai orang yang menjabat sebagai PM.
Tapi tidak dengan suami Julfa ini. Di saat karirnya sudah tinggi berkat hasil dari jerih payah selama ini, dia justru keluar zona nyaman dari perusahan tempatnya bekerja. Tahun 2016 ia mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dan mendirikan perusahaan sendiri, PT Galang Solusi Teknik (GST).
Baginya, karir dan jabatan tinggi bila bekerja di tempat orang lain belum terbilang sukses. Ia tetap menyandang status karyawan. Orang yang bekerja dengan orang lain. Karenanya, tekad untuk lebih sukses dilakukan dengan keluar dari perusahaan besar tersebut dan mendirikan perusahaan sendiri.
Bermodalkan tekad dan semangat kuat serta didukung ilmu yang selama ini dipelajari secara sungguh-sungguh dari pengalaman bekerja, ia merintis dan membangun perusahaannya bergerak dibidang telekomunikasi.
Baru berjalan empat tahun, kini perusahaan milik ayah dari tiga putri yakni, Dini Putri Rizky Octaviani, Diana Putri Auliya Rahma dan Ade Retno Rosmalia Hayati, sudah memiliki lima kantor yang berpusat di Jakarta dan satu sub kantor berada di Sumatera Utara serta aset yang dinilainya karunia dari Allah SWT Sang Makakaya.
Uniknya lagi, Sawaluddin mematahkan asumsi bahwa setiap pebisnis pasti akan punya banyak utang untuk memajukan dan membesarkan perusahaannya. Seakan menjadi sebuah rumus wajib, setiap pebisnis yang ingin maju dan berkembang harus berani mengambil risiko utang. Kalau tidak punya utang bukan pebisnis namanya.
Bahkan pebisnis yang sukses, katanya, idealnya justru tidak punya utang. Kalau masih punya utang, berarti belum disebut pebisnis sukses
"Gak harus punya utang. Saya tidak punya utang. Untuk modal usaha tidak harus utang ke bank, bisa dengan jalan lain seperti, patungan modal. Tapi jangan pikirkan target, bekerja saja dan jujur untuk berbagi hasil," ucap Sawaluddin.
Berkah Sedekah
Sebagai seorang muslim, Sawaluddin menyadari bahwa di baliknya suksesnya dalam berbisnis ada kunci utama yang menjadi pijakannya. Kunci keberhasilannya adalah bersyukur kepada Allah SWT dan mewujudkan syukur itu lewat ‘sedekah’.
"Sedekah itu kunci keberhasilan," ungkapnya.
Sawaluddin sangat yakin, salah satu kunci suksesnya dalam berbisnis karena berkah sedekah. Ia merasakan ketenangan hakiki dengan bersedekah sampai-samapai ia memiliki rasa takut menjadi orang kaya dan pejabat.
"Saya takut jadi orang kaya dan jadi pejabat. Masuk surganya nanti lama. Karena akan banyak pertanyaan terhadap dirinya. Dari mana hartanya, kemana digunakan. Padahal harta yang saya bawa pulang nanti, ya harta yang saya sedekahkan," terangnya.
Sawaluddin pun menceritakan pengalamannya diawal ia merintis usahanya. Ia justru menjadi orang ‘kaget’ ketika mendapatkan rejeki Rp300 juta untung dari perusahaannya. Ia justru tidak bisa tidur karena waktu itu menganggap uang segalanya.
"Dulu aku, awal dapat uang Rp300 juta gak bisa tidur. Kenapa? karena waktu itu menganggap uang segalanya. Uang membuat kita sombong. Akhirnya deg-degan saya waktu itu. Akhirnya aku sedekah. ternyata itu buat aku tenang," papar Sawaluddin.
Bahkan kini, uang baginya hanya sebuah angka. Ketika uang habis karena proyek yang dijalankan gagal juga tidak berpengaruh. Semuanya cuma titipan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan.
Ia juga menilai, harta yang dimiliki seseorang, dalam Islam adalah titipan. Ada hak fakir dan miskin di dalamnya yang harus dikeluarkan. Ketika seseorang tidak mengelurkannya, ia justru lebih sadis dari koruptor yang memakan uang rakyat.
"Mana lebih parah, antara koruptor dengan kita yang tidak mengeluarkan hak fakir miskin dan anak yatim? bahkan lebih parah. Berdosa kepada Allah dan berdosa kepada manusia. Tidak mungkin harta kita berkah kalau di dalamnya ada harta orang lain yang tidak kita berikan," ucapnya.
Karena itu pula kini, ia menjadikan kebiasaan sedekah sebagai amalan ibadah sehari-hari. Semakin banyak ia bersedekah, rejekinya bukan semakin berkurang bahkan justru semakin bertambah. Bahkan ia semakin lebih tenang dalam menjalani hidup termasuk mengelola bisnisnya yang dirasakan juga semakin berkembang.
(AK/EAL)